Review

Bagaimana Demokrasi Bisa Mati?

3 Mins read

Buku “How Democracies Die” yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt membawa kita ke dalam dunia yang semakin terancam oleh kemunduran demokrasi. Mengapa tidak, buku dengan menguraikan berbagai indikator dan mekanisme yang mengancam demokrasi, menyajikan sebuah pandangan yang kaya akan bahaya yang bisa merongrong fondasi demokrasi suatu negara.

Melalui analisis mendalam mereka, buku ini memberikan kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana demokrasi bisa mati secara perlahan, melalui proses yang bertahap dan terkadang halus.

Salah satu poin penting yang disoroti dalam buku ini adalah bagaimana pemilihan umum, yang seharusnya menjadi tonggak kekuatan demokrasi, bisa dimanipulasi dan dieksploitasi oleh para pemimpin otoriter untuk memperkuat kekuasaan mereka.

Levitsky dan Ziblatt menjelaskan bahwa penolakan terhadap aturan demokratis, penolakan legitimasi lawan politik, toleransi terhadap kekerasan, dan kesiapan untuk membatasi kebebasan sipil lawan adalah tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai.

Mereka menunjukkan bagaimana para pemimpin otoriter menggunakan alat-alat ini untuk merongrong demokrasi dari dalam.

Namun, yang lebih menarik adalah bahwa mereka tidak hanya fokus pada kudeta atau tindakan-tindakan dramatis lainnya. Mereka juga menggarisbawahi bagaimana “Fateful Alliances” dapat menjadi ancaman serius bagi demokrasi.

Bersekutu dengan politikus mapan bisa menjadi cara bagi pemimpin otoriter untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka tanpa harus bergantung sepenuhnya pada tindakan otoriter yang mencolok.

Hal ini menunjukkan bahwa bahaya terhadap demokrasi tidak selalu datang dengan gebrakan dramatis, tetapi juga melalui kolaborasi politik yang tersembunyi.

Ketika membahas konteks Amerika Serikat, Levitsky dan Ziblatt tidak mengabaikan fakta bahwa demokrasi di negara itu juga sedang mengalami tantangan serius.

Mereka menyoroti bagaimana norma-norma politik yang telah lama dijunjung tinggi di Amerika mulai terkikis, dan bagaimana para pemimpin politik menggunakan lembaga-lembaga demokrasi untuk memperkuat posisi mereka sendiri.

Baca Juga  Hayy ibn Yaqzhan: Bukti Keserasian Rasio dan Mistis

Pernyataan Levitsky bahwa demokrasi di Amerika Serikat telah mati secara perlahan sejak 30 tahun terakhir setelah Perang Dingin mengejutkan, tetapi juga mengingatkan kita bahwa bahaya terhadap demokrasi bisa datang dari dalam.

Contoh-contoh dari Turki dan Rusia yang disajikan oleh Levitsky dan Ziblatt menjadi bukti nyata bagaimana demokrasi bisa terancam bahkan di negara-negara yang sebelumnya dianggap sebagai demokrasi.

Erdogan di Turki dan rezim Putin di Rusia telah memanfaatkan berbagai mekanisme untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka, bahkan jika hal itu berarti merusak prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya mereka hormati.

Namun, meskipun ada bahaya yang mengintai, Levitsky dan Ziblatt tidak menyerah pada keputusasaan. Mereka menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk memperkuat demokrasi melalui pemahaman yang lebih baik tentang ancaman yang dihadapinya.

Mereka menekankan pentingnya saling toleransi dan kesabaran dalam menjaga kestabilan demokrasi. Bahwa meskipun kita mungkin tidak setuju dengan lawan politik kita, kita harus tetap mengakui hak mereka untuk berpartisipasi dalam proses demokratis.

Selain itu, Levitsky dan Ziblatt menegaskan bahwa perlu ada penahanan diri dari pihak-pihak yang berkuasa untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem demokratis.

Mereka mengingatkan kita bahwa aturan formal saja tidak cukup untuk melindungi demokrasi; norma-norma politik informal juga harus dijunjung tinggi. Inilah yang membuat demokrasi berfungsi dengan baik, bukan hanya keberadaan lembaga-lembaga formal.

Poin ini sangat penting karena menyoroti perlunya penghormatan terhadap norma-norma politik yang telah lama menjadi bagian integral dari sistem demokratis.

Ketika para pemimpin politik dan pihak-pihak berkuasa tidak lagi menghormati norma-norma ini, maka risiko terhadap demokrasi akan semakin meningkat.

Penggunaan kekuasaan secara berlebihan atau untuk kepentingan pribadi tanpa memperhatikan norma-norma politik informal bisa merusak keseimbangan kekuasaan dan mengancam fondasi demokrasi.

Baca Juga  Perjumpaan Jawa dan Islam dalam Lokalitas Budaya Nusantara

Salah satu contoh yang dijelaskan oleh Levitsky dan Ziblatt adalah bagaimana presiden dapat menggunakan kekuasaannya untuk memengaruhi susunan Mahkamah Agung.

Meskipun secara formal presiden mungkin memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut, namun penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat merusak keseimbangan kekuasaan di dalam sistem demokratis.

Dalam konteks ini, penahanan diri dari pihak berkuasa untuk tidak melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh norma-norma politik informal sangatlah penting untuk menjaga integritas sistem demokratis.

Levitsky dan Ziblatt juga menyoroti pentingnya kesabaran dalam menjaga demokrasi. Meskipun terkadang terlihat kontra-intuitif, namun kesabaran merupakan kunci untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi lembaga-lembaga demokratis dari upaya-upaya untuk melemahkannya.

Dalam konteks politik yang serba cepat dan dinamis, kesabaran dapat menjadi tantangan tersendiri, tetapi merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil didasarkan pada pertimbangan yang matang dan tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek.

Selain itu, pentingnya saling toleransi juga disoroti oleh Levitsky dan Ziblatt. Meskipun kita mungkin memiliki perbedaan pendapat yang cukup besar dengan lawan politik kita, namun penting untuk tetap mengakui hak mereka untuk berpartisipasi dalam proses demokratis.

Toleransi adalah salah satu fondasi utama dari demokrasi yang sehat, dan ketika toleransi ini mulai terkikis, maka risiko terhadap demokrasi akan semakin meningkat.

Oleh karena itu, mengembalikan saling toleransi dalam diskusi politik dan menerima hasil pemilihan umum secara terbuka adalah langkah-langkah penting untuk memperkuat demokrasi.

Dengan demikian, meskipun buku ini menyoroti bahaya-bahaya yang mengancam demokrasi, itu juga memberikan kita panduan tentang bagaimana kita bisa melawan ancaman tersebut.

Melalui pemahaman yang lebih baik tentang dinamika politik yang mengancam demokrasi dan dengan memperkuat norma-norma politik yang mendukungnya, kita bisa membentengi sistem demokratis dari serangan-serangan eksternal maupun internal.

Baca Juga  Bagaimana Kebebasan Berfikir dalam Islam?

Secara keseluruhan, “How Democracies Die” adalah karya yang sangat penting dan relevan dalam konteks politik global saat ini. Melalui analisis yang tajam dan pemikiran yang mendalam, Levitsky dan Ziblatt memberikan kita pandangan yang lebih jelas tentang bagaimana demokrasi bisa terancam dan apa yang bisa kita lakukan untuk melindunginya.

Buku ini tidak hanya memberikan kita pemahaman yang lebih baik tentang tantangan-tantangan yang dihadapi demokrasi saat ini, tetapi juga memberikan kita harapan bahwa demokrasi masih bisa bertahan jika kita semua bersatu untuk melawannya.

Editor: Soleh

Avatar
6 posts

About author
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UNAIR
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds