Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan 11 kategori pengkritik jurnal terindeks scopus itu.
1. Scopus itu produk kapitalis dan tidak melihat lebih jauh kualitas dari tulisan. Setelah dicek profilnya – ini orang ternyata belum bertempur di ladang itu.
2. Scopus itu Indeks yang baik karena bisa melihat hasil output dan bisa meningkatkan kapasitas ranking sebuah jurusan, fakultas, dan kampus. Setelah dicek profilnya – doi sedang jadi pejabat, jadi wajarlah ngomong begitu.
3. Scopus itu produk kapitalis dan tidak bisa melihat lebih jauh hasil kualitas tulisan. Kita bisa meninggalkan indeks Scopus dengan mengganti dengan skema indeks lain yang lebih manusiawi. Negara A dan B, misalnya, bisa kok melakukan ini dan itu. Setelah dicek profilnya – ini orang sedang riset dan enggak pernah jabat di kampus jadi enggak tahu gimana rasanya dituntut oleh lembaga harus menaikkan ranking ini dan itu.
4. Mengkritik indeks Scopus keras-keras sebagai ukuran yang engga relevan, tetapi kritiknya kemudian tiba-tiba hilang begitu saja. Setelah dicek profilnya – ternyata sedang jadi pejabat institusi. Pantasan kok diam aje.
5. Biar bagaimana pun Scopus itu indeks yang bagus. Meskipun ada kritik tulisan di Jurnal terindeks Scopus ada yang buruk setidaknya kita memiliki ukuran yang baik untuk institusi sebagai bagian dari penilaian kinerja. Setelah dicek profilnya – ternyata pemain lama dan hobi menulis. Ada enggak ada Indeks Scopus tetap menulis.
6. Scopus ini sebenarnya enggak pas sebagai bagian dari kinerja tahunan, tapi ya gimana, ini kalau enggak nulis di jurnal Scopus enggak bakal dapat gaji tambahan yang cukup menambal penghidupan sebulan ke depan. Setelah dicek profilnya – ini orang oportunis melihat peluang untuk tambahan gaji ketika di luar dunia akademik enggak ada aktivitas yang menghasilkan uang.
7. Enggak penting tulisan bagus atau enggak. Yang penting dimuat jurnal terindeks Scopus. Kalau pun enggak begini, tunjangan kinerja bakal dipotong 10-50%. Pokoknya harus nulis setiap tahun di jurnal Scopus. Setelah dicek profilnya – ini ternyata peneliti prekariat di lembaga riset itu.
8. Tidak penting tulisan terindeks apa. Yang lebih penting adalah terbit di jurnal terbaik dengan peer group yang ketat. Setelah dicek profilnya – bjirr ternyata sedang bangun karier jadi dosen di luar negeri sekaligus sudah mapan dapat tenure di kampus luar negeri.
9. Ini harus terbit di jurnal Scopus Q1. Pokoknya wajib. Terserah nama jurnalnya apa. Kalau enggak terbit tahun ini duh tamat riwayatku. Setelah dicek profilnya – ternyata lagi S3 dan ada kewajiban menerbitkan jurnal terindeks Scopus Q1 sebagai prasyarat kelulusan.
10. Scopas-scopus apaan itu. Enggak penting banget. Yang penting menulis untuk publik dan dibaca publik. Itu jauh lebih menyenangkan. Ketimbang nulis di jurnal Scopus tapi enggak ada yang baca. Buat apa? Setelah dicek profilnya – bjirr ini emang intelektual publik di mana penghidupannya bukan dari institusi akademisi meskipun honornya seringkali dapat dari sono.
11. Scopus apaan sih? Mengapa harus Scopus? Bukankah nulis ya nulis aja ya? Ngapain harus ditentukan ini dan itu? Setelah dicek profilnya – ternyata baru mau mulai karier jadi akademisi jadi agak kebingungan gitu.
Nah, dari 11 kategori pengkritik jurnal terindeks scopus itu kamu masuk tipe yang mana? Silahkan ditambahkan kalau ada yang kurang ya. Hehehehe.
Editor: Soleh