Perspektif

Idul Adha dan Konservasi Satwa: Menjalankan Ibadah Harusnya Tak Merusak Ekosistem

3 Mins read

Idul Adha merupakan hari besar umat Islam di seluruh dunia. Sebab pada hari tersebut terdapat satu kegiatan penting dan istimewa, yaitu penyembelihan hewan kurban. Sehingga Idul Adha dikenal juga dengan Hari Raya Kurban. Umat muslim seluruh dunia melaksanakannya sebagai simbol ketaatan, kepatuhan, dan pengorbanan sebagai wujud meneladani Nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya atas perintah Allah.

Idul Adha dan Konservasi Satwa

Namun, praktik kurban ini juga memunculkan tantangan tersendiri dalam kaitannya dengan konservasi satwa dan keseimbangan ekologis. Menurut laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) sekitar 100 juta hewan ternak dikurbankan setiap tahunnya selama Hari Raya Kurban di seluruh dunia. Bahkan di Indonesia, Kementerian Pertanian melaporkan bahwa tahun 2023, kurang lebih 1,7 juta sapi dan 3,3 juta kambing serta domba dikurbankan selama Idul Adha.

Permintaan yang tinggi untuk hewan kurban ini dapat berdampak pada populasi satwa secara signifikan, terutama di negara-negara dengan populasi muslim yang besar. Dalam beberapa aktivitas, praktik kurban yang kurang terkontrol dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada populasi satwa tertentu dan memengaruhi keseimbangan ekosistem.

Selain itu, ternyata ada dampak ekologi yang mungkin bisa ditimbulkan dari jutaan hewan ternak yang dikurbankan ini. Proses penyembelihan dan pengelolaan limbah hewan dapat mengakibatkan pencemaran tanah dan air jika tidak diatur dengan baik. Limbah sisa darah hewan yang tidak dikelola secara higienis dapat meresap ke dalam tanah dan mencemari sumber air tanah, sementara emisi metana dari ternak berkontribusi terhadap perubahan iklim. Proses pembersihan jeroan yang dilakukan di Sungai juga bisa mencemari air.

Di samping itu, permintaan yang tinggi terhadap hewan kurban dapat mengakibatkan overgrazing dan degradasi lahan di daerah-daerah penggembalaan. Sebuah studi oleh Universitas Bogor menunjukkan bahwa praktik kurban yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan degradasi lahan dan penurunan kualitas air akibat penumpukan limbah hewan. Penelitian dari Universitas Cairo mengungkapkan bahwa praktik kurban yang tidak ramah lingkungan turut andil pada peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 2-3% setiap tahunnya.

Baca Juga  Kewajiban Asasi untuk Menyudahi Oligarki

Tantangan Integrasi Prinsip Konservasi

Mengintegrasikan prinsip-prinsip konservasi satwa dengan praktik kurban Idul Adha bukanlah tugas yang mudah. Kita akan dihadapkan pada beberapa tantangan utama. Pertama dari keterbatasan edukasi dan kesadaran. Masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya konservasi satwa dan dampak jangka panjang terhadap populasi hewan.

Kedua, kendala budaya dan tradisi. Dalam banyak budaya praktik kurban dengan pengelolaan yang kurang baik dianggap sebagai hal yang wajar, sehingga setiap perubahan diluar ranah ritual sering kali dihadapkan pada resistensi. Ketiga, kurangnya regulasi dan kebijakan. Banyak negara belum mempunyai regulasi yang cukup untuk memastika praktik kurban yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Survei oleh Pew Reasearch Center pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% umat Muslim di Indonesia yang menyadari dampak ekologis dari praktik kurban. Di Pakistan, hanya 18% dari responden yang mengetahui tentang konsep kurban berkelanjutan. Dikuatkan oleh studi dari Institut Pertanian Bogor menemukan bahwa 65% masyarakat di pedesaan Indonesia merasa bahwa perubahan dalam praktik kurban kurban akan mengurangi nilai spiritual dari perayaan Idul Adha.

Solusi Berkelanjutan untuk Kurban Idul Adha

Untuk menjaga keseimbangan antara pelaksanaan kurban dan konservasi alam, dapat dilakukan dengan beberapa upaya berupa edukasi dan kesadaran, penggunaan teknologi, kurban kolektif, serta regulasi dan kebijakan.

Pada ranah teknologi bisa kita lihat di beberapa negara yang bisa dijadikan contoh pengelolaan kurban. Di India, ada aplikasi semacam “e-Kurban” yang sudah digunakan untuk mengatur dan memantau kurban secara digital, mengurangi penumpukan hewan kurban di pasar dan meningkatkan efisiensi distribusi daging kurban. Sama halnya yang dilakukan di Turki, pemerintah telah mengadosi sistem pemantauan digital untuk memastikan kesejahteraan hewan kurban, yang telah mengurangi tingkat penyimpangan praktik kurban hingga 30%.

Baca Juga  Prediksi Kuntowijoyo: Muhammadiyah 2020-2025 dan Teologi Kesejahteraan

Konsep kurban kolektif sudah kita praktikan sejak dulu, bahkan sudah dijelaskan juga dalam hadist-hadist shahih. Salah satunya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kami berkurban bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh orang, dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (HR. Muslim).

Secara ekologis, kurban kolektif ini dapat mengurangi penumpukan limbah hewan yang sering terjadi selama Idul Adha, membantu dalam pengolahan limbah yang lebih baik dan meminimalkan pencemaran lingkungan. Dari dimensi sosial, kurban kolektif juga mendukung adanya kebersamaan dan gotong royong, mengingatkan umat Muslim akan pentingnya berbagi dan bekerja sama dalam beribadah.

Regulasi dan kebijakan juga menjadi bagian yang penting untuk mendukung kurban berkelanjutan. Beberapa kebijakan bisa diterapkan untuk mendukung hal tersebut berupa pemberian intensif, standarisasi praktik kurban, serta pelatihan dan sertifikasi. Misalnya di Maroko, ada intensif bagi peternak yang menerapkan praktik ramah lingkungan berupa bantuan teknis dan akses ke pasar yang lebih baik. Indonesia mempunyai kebijakan melalui Kementerian Pertanian yang membuat program “Sapi Qurban Sehat” yang memastikan hewan kurban dalam kondisi sehat dan layak, serta menekan penyebaran penyakit.

Peran Semua Pihak dalam Kurban Berkelanjutan

Menjaga keseimbangan antara ritual kurban Idul Adha dan Konservasi satwa memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Dengan meningkatkan kesadaran, pemanfaatan teknologi, memperkenalkan alternatif berkelanjutan, dan mengembangkan kebijakan yang tepat. Umat Islam dapat terus melaksanakan ibadah kurban tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem. Maka nilai-nilai spiritual Idul Adha dapat dijalankan seiring dengan tanggung jawab terhadap lingkungan dan keberlanjutan satwa.

Salah satu peran penting Muhammadiyah dalam hal ini adalah adanya program RendangMu. Program ini adalah contoh nyata bagaimana Muhammadiyah berusaha utuk mengoptimalkan manfaat kurban dengan cara yang inovatif dan berkelanjutan. Dengan mengolah daging kurban menjadi rendang yang tahan lama, Muhammadiyah memastikan banwa bantuan dapat menjangkau mereka yang membutuhkan tanpa terhalang oleh keterbatasan logistik dan distribusi. Ini menjadi komitmen Muhammadiyah dalam menjaga keseimbangan antara ritual keagamaan serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Baca Juga  Virus Corona dan Bangsa Ngeyelan

Editor: Soleh

Fadhel Izanul Akbar
7 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Bidang Kader Pimpinan Cabang IMM Sleman 2021/2022
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds