Puncak dari tradisi akademik Barat dalam studi al-Qur’an tampak pada tokoh-tokoh filolog besar abad ke-19 dan ke-20. Theodor Nöldeke, sarjana Jerman, menulis karya monumental Geschichte des Qorāns (Sejarah al-Qur’an). Ia meneliti kronologi turunnya wahyu, struktur bahasa, dan varian tekstual al-Qur’an dengan pendekatan ilmiah. Meskipun lahir dari pandangan luar Islam, metode Nöldeke meletakkan dasar bagi kajian Qur’an modern: filologi, kritik teks, dan sejarah redaksi mushaf.
Sementara itu, Arthur Jeffery, orientalis asal Australia-Amerika, memperluas studi Nöldeke melalui karyanya Materials for the History of the Text of the Qur’ān dan The Foreign Vocabulary of the Qur’ān. Ia menelusuri kata-kata serapan dalam al-Qur’an dari bahasa Aram, Ibrani, dan Persia. Walau banyak dikritik oleh sarjana Muslim, Jeffery membuka ruang penting bagi analisis intertekstual al-Qur’an dalam sejarah bahasa Semitik.
Theodor Nöldeke (1836-1930) adalah seorang ahli Timur Tengah terkemuka asal Jerman yang dikenal karena penelitian pionirnya di bidang bahasa-bahasa Semit, studi Islam, dan ilmu Alkitab. Ia lahir di dekat Hamburg, melakukan penelitian bahasa yang teliti, dan menyelesaikan disertasi doktoralnya tentang asal-usul Al-Qur’an pada tahun 1856. Selama karier akademisnya, ia menjabat sebagai profesor di Universitas Kiel dan Strasbourg, fokus pada bahasa-bahasa Semit dan Iran, dan memimpin Departemen Bahasa-bahasa Semit di Strasbourg hingga tahun 1906.
***
Karya-karya Nöldeke yang inovatif menekankan perbedaan Alquran dengan Injil melalui analisis kompilasi dan struktur kronologis Alquran dengan metode linguistik dan stilistik. Di antara publikasi inovatifnya terdapat Geschichte des Qorāns (Sejarah Al-Qur’an) dan Das Leben Muhammeds (Kehidupan Muhammad), serta tata bahasa linguistik yang berpengaruh dan terjemahan. Sebagai seorang mentor, ia telah membentuk banyak akademisi terkemuka, dan warisannya terus berlanjut dalam kritik teks Al-Qur’an modern dan linguistik Semit komparatif.
Arthur Jeffery (1893-1959) adalah seorang ahli Timur Tengah dan pakar ilmu Al-Qur’an kelahiran Australia yang menjadi warga negara Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan pendidikan bahasa Timur di Universitas Melbourne, ia menempuh tugas akademik di India dan Mesir, khususnya di Kairo, di mana ia melakukan penelitian tentang ilmu pembacaan Al-Qur’an dan berkenalan dengan para ulama terkemuka.
Setelah memperoleh gelar doktor dari Universitas Edinburgh pada tahun 1929, ia pindah ke Amerika dan menjabat sebagai ketua Departemen Bahasa Timur Dekat dan Tengah di Universitas Columbia, serta mengajar sejarah agama di Union Theological Seminary. Jeffery tertarik pada aspek historis dan filologis teks Al-Qur’an dan mushaf, serta memberikan kontribusi penting dalam bidang kritik teks. Ia meneliti variasi antara mushaf-mushaf Al-Qur’an yang berbeda dan menyatakan keraguannya mengenai keakuratan beberapa versi.
Karya-karyanya meliputi Materials for the History of the Text of the Qur’ān, The Foreign Vocabulary of the Qur’ān, The Qur’ān as Scripture, dan Muḳaddimetân fî ʿulûmi’l-Ḳurʾān. Jeffery dikenal karena pendekatan teliti dan kritisnya dalam penelitian Al-Qur’an, dan wafat di Kanada pada tahun 1959.
***
Artikel yang ditulis oleh Rudi Paret membahas tafsir ayat ke-122 Surah Al-Baqarah: ia membahas interpretasi ayat ke-122, khususnya makna kata “nafara” dan frasa “li-yatafaqqahu fi’d-din”. Hingga saat ini, banyak penerjemah memahami nafara sebagai “pergi berperang” dan mengaitkan ayat ini dengan konteks jihad militer. Namun, penulis berpendapat bahwa pemahaman ini bermasalah, karena tidak masuk akal bahwa ikut berperang dapat mengarah pada pemahaman agama.
Sebaliknya, penulis berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kelompok-kelompok dari setiap komunitas yang datang ke Madinah bukan untuk berperang, melainkan untuk belajar agama langsung dari Nabi dan kemudian kembali ke suku mereka untuk mengajarkan Islam.
Konteks historis menunjukkan bahwa banyak suku datang ke Madinah untuk belajar agama, tetapi Nabi lebih memilih hanya utusan suku tersebut yang datang, bukan seluruh anggotanya. Pemahaman kata “nefere” sebagai “pergi berperang” telah memiliki dampak besar pada kebijakan negara, seperti dalam konteks Ottoman di mana doktrin jihad dan bahkan ulama dibebaskan dari wajib militer.
Penutup
Kajian Al-Qur’an di Barat, khususnya di Jerman, berkembang pesat pada abad ke-19 dan ke-20 melalui pendekatan ilmiah dan filologis. Tokoh seperti Theodor Nöldeke menekankan kronologi wahyu, struktur bahasa, dan sejarah redaksi mushaf, sementara Arthur Jeffery memperluas studi dengan meneliti kata-kata serapan dan variasi teks Al-Qur’an.
Pandangan Nöldeke dan Jeffery ini meskipun berasal dari perspektif non-Muslim, namun memberikan kontribusi penting bagi kritik teks, filologi, dan analisis intertekstual Al-Qur’an modern. Selain itu, pemahaman historis terhadap ayat seperti Al-Baqarah 122 menunjukkan perlunya konteks yang tepat dalam menafsirkan teks, di luar interpretasi literal yang dapat mempengaruhi kebijakan dan praktik sosial.
Referensi
Theodor Nöldeke, Geschichte des Qorāns (Leipzig: Dieterich’sche, 1860).
Arthur Jeffery, The Foreign Vocabulary of the Qur’ān (Leiden: Brill, 1938).
Rudi Paret, Der Koran: Kommentar und Konkordanz (Stuttgart: Kohlhammer, 1980).

