Inspiring

Franz Rosenthal, Orientalis yang Terjemahkan Muqaddimah Ibnu Khaldun

3 Mins read

Orientalisme merupakan cara pandang dunia Barat kepada dunia Timur, di mana orang-orang barat melakukan berbagai cara untuk mempelajari dunia Timur. Dalam praktiknya, seringkali orientalisme dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi. Misalnya dengan kolonialisme yang tentunya menumbalkan nyawa manusia demi terpenuhinya kepentingan para orientalis. Sebab itu, orientalisme sering dimaknai buruk oleh masyarakat Timur. Namun, apakah benar seperti itu?

Proyek-proyek orientalis ini memang banyak mencuri kepemilikan Timur, misalnya dalam segi keilmuan yang jelas-jelas Timur jauh lebih maju daripada Barat, sebelum saat ini berbanding terbalik. Hal ini menjadi salah satu alasan adanya orientalisme, di mana sebelumnya orang-orang Barat cemburu kepada Timur yang lebih maju dalam segi keilmuan. Keberhasilan proyek orientalis ini terlihat saat ini, di mana peradaban Barat menjadi lebih maju mengungguli dunia Timur.

***

Menyikapi persoalan ini, seorang teolog muslim, Hassan Hanafi pun bereaksi. Ia bahkan menjadikannya sebagai salah satu poin dalam proyek trisulanya, Turats wa al-Tajdid. Hassan Hanafi geram dengan keberhasilan dunia Barat yang lebih maju dari Timur, sedangkan keilmuan-keilmuan Barat tersebut sebenarnya adalah milik dunia Timur. Bahkan, ia menciptakan tandingan orientalisme, yakni oksidentalisme yang dilakukan dengan cara yang sama dengan orientalisme, namun dengan orientasi yang terbalik.

Para orientalis juga mengkaji, membantah, dan menerjemahkan teks maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia Timur, terutama Islam. Salah satu orientalis yang menerjemahkan teks Timur adalah Franz Roshental. Ia menerjemahkan Muqaddimah yang merupakan pengantar dari buku Al ‘Ibar, wa Diwan al Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al ‘Arab wa al ‘Ajam wa al Barbar, karangan Ibnu Khaldun yang merupakan sejarawan muslim. Meskipun hanya pengantar, namun Muqaddimah justru memberikan banyak inti dari bukunya.

Baca Juga  Gayatri Spivak: Melawan Stigma Buruk Orientalisme tentang Islam

Tulisan singkat ini mencoba menjelaskan bagaimana Muqaddimah diterjemahkan oleh Franz Rosenthal yang pada dasarnya adalah seorang orientalis, dari sebelumnya berbahasa Arab menjadi bahasa Inggris. Namun, sebelumnya, akan lebih afdhol jika kita terlebih dahulu mengetahui biografi dari Franz Rosenthal. Sehingga akan memberikan pengetahuan yang terstruktur kepada pembaca.

Mengenal Franz Rosenthal

Franz Rosenthal adalah seorang Profesor dengan konsen bahasa Semit di University of Yale (1956-1967). Ia juga Profesor di Emeritus of Arabic, Sarjana Sastra Arab dan Islam di Yale (1967-1985). Rosenthal lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 31 Agustus  1914 sebagai pemeluk agama Yahudi dari rahim seorang Ibu bernama Elsa Rosenthal dan Ayah bernama Kurt W. Rosenthal.  Ia pertama kali mengenyam pendidikan perguruan tinggi tahun 1932 di Universitas Berlin dengan fokus Bahasa, Peradaban Klasik dan Oriental.

Rosenthal kemudian mendapat gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) pada tahun 1935. Selanjutnya, ia mengajar di Florence dengan menjadi instruktur di Hochschule für die Wissenschaft des Judentums. Sebuah seminari kearabian di Berlin, Jerman. Rosenthal kemudian menyelesaikan studi tentang Sejarah dan Bahasa Arab.

Muqaddimah dan Franz Rosenthal

Dengan pencapaian-pencapaian akademiknya, Franz Rosenthal dikenal sebagai seorang Profesor yang produktif dan berprestasi. Ini dapat terlihat dari kontribusinya kepada Amerika Serikat, di mana ia banyak mengembangkan studi kritis terkait sumber-sumber berbahasa Arab, terutama pada publikasi monograf yang sifatnya humor dan pengaruhnya terhadap penjelasan Islam dan terjemahan Muqaddimah dari Ibnu Khaldun ke Grammar of Biblical Aramaic.

Muqaddimah sendiri muncul dalam bentuk cetak baru pada tahun 1858, diedit oleh Etienne Marc Quatremere di Paris. Barulah setelah 10 tahun kemudian, muncul terjemahan berbahasa Prancis dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldun (1862-1868) oleh W.M. de Slane. Tepat satu abad setelah adanya buku cetak, baru ada terjemahan dari Franz Rosenthal dalam bahasa Inggris, di mana ia datang ke Istanbul untuk mempelajari manuskrip, salah satunya salinan bertanda tangan Ibnu Khaldun langsung.

Baca Juga  Wiji Thukul, Seniman dan Penyair Kampung

Terjemahan berbahasa Inggris ini kemudian menjadi yang paling masyhur, di mana the Muqaddimah berhasil merangsang para akademisi untuk mengkaji Muqaddimah. Hal ini nampak juga pada jurnal-jurnal ilmiah dalam berbagai bahasa yang ditulis oleh para akademisi, baik yang menganut agama Islam, maupun yang non Islam.

Perlu diketahui bahwa Muqaddimah Ibnu Khaldun berisi tentang kajian khusus mengenai fenomena sosial. Fenomena tersebut yakni tentang kemunduran dan kebangkitan umat manusia. Muqaddimah Ibnu Khaldun menjadi karya tulis pertama yang membahas mengenai Ilmu Sosial secara khusus. Tak heran jika banyak akademisi yang tergugah seleranya untuk mengkaji karya tulis ini, begitu juga akademisi masa kini. Muqaddimah menjadi penting untuk dikaji, sebab akan memberikan wawasan baru bagi para akademisi.

Editor: Soleh

Fachrul Dedy Firmansyah
6 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *