Abdul Malik Fadjar banyak dikenal orang sebagai sosok politikus yang begitu religius. Ia lahir di Yogyakarta, 22 Februari 1939, dari pasangan Salamah dan Fadjar Martodiharjo. Sejak kecil, ia gemar sekali membaca. Dalam hidupnya, kegigihan dalam menimba ilmu adalah sebuah prinsip yang ia pegang kuat sejak kecil.
Riwayat Akademik Abdul Malik Fadjar
Dilansir dari Merdeka.com, Abdul Malik Fadjar pernah mengenyam pendidikan di PGAA (Pendidikan Guru Agama Atas). Setamat dari sana, ia melanjutkan studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang. Malik Fadjar berhasil meraih gelar sarjananya di tahun 1972. Tak puas dengan gelar sarjananya, ia melanjutkan estafet karir pendidikannya di Florida State University, Amerika Serikat. Ia sukses lulus di tahun 1981 dan meraih gelar Master of Science di Department of Educational Research.
Dalam perjalanan karirnya, ia mengawalinya dengan menjadi guru di SD Negeri Taliwang. Siapa sangka, dengan modal kegigihannya, ia berhasil menjadi guru besar di IAIN Sunan Ampel. Gelar itu ia dapat tepat setelah 7 tahun dari tenggat waktu kelulusannya dari Florida State University.
Perjalanan Karir Abdul Malik Fadjar
Malik Fadjar sempat diamanahi sebagai Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama satu tahun, dari tahun 1983-1984.
Setelahnya, ia diberi tanggung jawab untuk menjadi Rektor di dua universitas, UMM (1983-2000) dan Univeristas Muhammadiyah Surakarta (UMS) (1993-1996). Saat menjabat sebagai Rektor, ia juga diamanahi menjadi Menteri Agama Republik Indonesia dengan menggantikan Quraish Shihab.
Di Kementerian Agama, ia hanya menjabat selama satu tahun, dari tahun 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan). Malik Fadjar harus rela digantikan oleh Mohammad Tolchah Hasan. Namun di tahun 2001, ia kembali dipercayai menjadi seorang Menteri. Namun kali ini, ia ditugaskan oleh Presiden Republik Indonesia kala itu, Megawati Soekarno Putri (Kabinet Gotong Royong), untuk menjadi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dengan masa jabatan hingga tahun 2004, menggantikan Yahya Muhaimin.
Saat Malik Fadjar menjadi Mendiknas, ia memberikan program pembaharuan yang bisa dibilang kala itu cukup progresif. Ia menyederhanakan jenang jabatan akademik dari 9 jenjang (dari asisten ahli madya, sampai guru besar penuh) menjadi 4 jenjang saja. Dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar.
Malik Fadjar berpendapat bahwa seorang guru besar hendaknya masih cukup muda. Sehingga, masih cukup produktif untuk berkarir dan maksimal dalam memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan. Ia pernah berkata, “Jangan menjadi guru besar kalau sudah berjalan memakai tongkat penyangga”.
Di saat masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan Nasional berakhir, ia digantikan oleh Bambang Sudibyo. Adapun kiprah terakhir karirnya di kementerian yakni menjabat sebagai Menko Kesra menggantikan Jusuf Kalla, dimulai sejak tanggal 22 April 2004.
Namun, jabatan yang diampunya hanyalah bersifat sementara yaitu kurang lebih selama 6 bulan tepatnya berakhir pada tanggal 21 Oktober 2004. Ia kemudian digantikan oleh Alwi Shihab. Sejak tanggal 19 Januari 2015, Malik Fadjar diamanahi oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Malik Fadjar menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 7 September 2020.
Pendapat Beberapa Tokoh tentang Malik Fadjar
Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengatakan bahwasannya sosok Malik Fadjar banyak memberikan sumbangsih selama berkiprah di Muhammadiyah. Pikiran-pikirannya banyak mewarnai langlah-langkah Muhammadiyah, khususnya dalam bidang pendidikan.
“Almarhum adalah pribadi akrab. Walaupun usianya di atas rata-rata anggota pimpinan yang lain, namun beliau menaruh takzim kepada yang lain. Termasuk cukup menyantuni para aktivis muda” ujar Din Syamsuddin.
Bagi Din, Malik Fadjar merupakan sosok kader/tokoh terbaik Muhammadiyah sehingga dapat “mewakili Muhammadiyah” dalam jabatan politik kenegaraan, sejak dari menjadi Menteri Agama, Mendiknas, Menko Kesra, dan terakhir sebagai Anggota Wantimpres.
“Almarhum adalah adalah tipe yang sering saya jadikan contoh “orgil” atau orang gila. Dalam konotasi positif, “orgil” adalah prototipe kaum praksis yaitu yang mampu memadukan ide dan aksi” kata Din.
***
Di lain tempat, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat ini, Prof. Haedar Nashir, cukup merasa terpukul atas perginya Malik Fadjar ke hariban ilahi.
Dilansir dari Suara Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, “Sebagai orang yang lebih muda dan banyak berinteraksi dengan Prof Malik, saya banyak belajar dari beliau. Beliau tokoh Muhammadiyah, umat Islam, dan bangsa yang bersahaja, gigih, penuh prestasi di bidang pendidikan, berpikiran maju, inklusif, dan diterima banyak pihak. Kita kehilangan tokoh besar yang dimiliki bangsa ini. Beliau lebih banyak bekerja bangun pusat keunggulan dan membawa umat untuk maju ketimbang banyak bicara. Pengabdiannya untuk bangsa sangat besar tanpa mengeluh, radius pergaulan dan pemikirannya pun melintasi.”
Semoga segala kiprah dan perannya menjadi amal jariah bagi Almarhum. Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin.
Pendidikan
- Pendidikan Guru Agama Atas
- Fakultas Tarbiyah Sunan Ampel Malang
- Master of Science Department of Educational Research, Florida State University, Amerika Serikat
Karir
- Guru agama SDN Taliwang
- Sekretaris Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel
- Dekan Fisip Universitas Muhammadiyah, Tahun 1983-1984
- Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Universitas Muhammadiyah Malang
- Menteri Agama Indonesia (Kabinet Reformasi Pembangunan), tahun 1998-1999
- Menteri Pendidikan Nasional (Kabinet Gotong Royong), tahun 2001-2004
- Menko Kesra, tahun 2004
- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 19 Januari 2015