Tarikh

Abu Dzar al-Ghifari: Sahabat yang Radikal dan Revolusioner

4 Mins read

Oleh: Muhammad Ramadhansyah*

Abu Dzar al-Ghifari yang memiliki nama asli Jundub bin Junadah. Ia adalah seorang mualaf yang kemudian dimuliakan oleh Allah dengan Islam lalu menjadi salah seorang sahabat mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Ia berasal dari suku Al-Ghifar, keturunan bani Kinanah.

Abu Dzar al-Ghifari

Kabilah Ghifar tingal di lembah yang menghubungkan Makkah dengan dunia luar yang disebut dengan lembah Waddan, dimana Kabilah ini hidup dari pemberian ala kadarnya serta belas kasihan dari kafilah-kafilah dagang Quraisy yang berangkat pulang pergi dari Makkah ke Syam, bahkan terkadang kabilah ini membegal atau merampok kafilah-kafilah yang tidak mau memberi apa yang mereka inginkan.

Abu Dzar al-Ghifari mempunyai kelebihan dalam bentuk keteguhan hati serta kematangan akal dan pemikiran yang jauh kedepan. Ia tidak menerima apa yang dia lihat pada bangsa arab khususnya pada kaumnya yang pada waktu itu masih ada yang menyembah selain Allah hingga pada akhirnya Abu Dzar berharap akan hadirnya seorang Nabi baru yang akan mengisi akal manusia dan hati mereka dengan hidayah dan membebaskan mereka dari kegelapan menuju cahaya.

Hingga pada akhirnya Abu Dzar mendengar berita tentang diutusnya seorang Nabi baru di Makkah, kemudian Abu Dzar menyuruh saudaranya untuk pergi ke Makkah dan mencari berita tentang seorang laki-laki yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Tiba di Makkah saudaranya bertemu dengan Rasulullah Saw, saudara Abu Dzar mendengar dan melihat langsung sosok Rasulullah Saw kemudian pulang kekampung halamannya dan menemui Abu Dzar. Saudaranya berkata “Demi Allah, aku melihat seorang laki-laki yang mengajak kepada akhlak-akhlak yang mulia dan mengucapkan kata-kata indah tetapi bukan syair”.

Abu Dzar berkata, “Demi Allah, kamu tidak bisa menghilangkan dahagaku, kamu tidak bisa memenuhi kebutuhan batinku. Apakah kamu sanggup untuk mencukupi kebutuhan keluargaku selama aku berangkat untuk menemuinya dan melihat pengakuannya sebagai seorang Nabi? Kemudian saudaranya menjawab, “Baiklah, tetapi berhati-hatilah dari orang-orang Makkah.”

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (13): Akhir Perjuangan Sang Mujaddid Agung

Bertemu Rasulullah

Tiba di Makkah Abu Dzar al-Ghifari penuh rasa was-was dan kekhawatiran karena dia takut kepada penduduknya. Ia telah mendengar kemarahan orang-orang Quraisy demi membela Tuhan-Tuhan mereka dan perlakuan buruk mereka terhadap siapa pun yang berminat untuk mengikuti Muhammad, sehingga ia tidak bertanya kepada siapa pun tentang Muhammad.

Malam pun tiba, Abu Dzar beristirahat di Masid, kemudian Ali bin Abu Thalib melewatinya, Ali mengetahui bahwa ia adalah orang asing. Kemudian Ali membawa dia kerumahnya dan malam itu Abu Dzar menginap dirumahnya. Walaupun satu rumah, salah seorang dari keduanya tidak bertanya satu sama lain. Hingga pada akhirnya dimalam selanjutnya Ali bertanya kepada Abu Dzar, “Mengapa engkau tidak menceritakan kepadaku apa yang membuatmu datang ke Makkah?

Abu Dzar menjawab, “Jika kamu mau berjanji kepadaku menunjukkan kepada apa yang aku cari maka aku akan berbicara.” Maka Ali pun memberinya janji atas apa yang dia harapkan, kemudian Abu Dzar berkata, “Aku datang ke Mekkah dari tempat yang jauh karena ingin bertemu dengan Nabi baru dan mendengar sebagian dari ucapannya.” Mendengar perkataan Abu Dzar, wajah Ali pun berbinar dan berkata, ”Demi Allah, beliau adalah utusan Allah yang sebenarnya, besok pagi ikutilah aku untuk menemuinya.

Malam itu Abu Dzar tidak bisa memejamkan matanya karena memendam kerinduan ingin segara bertemu dengan Rasulullah Saw. Dia sangat ingin segera mendengar sebagian dari apa yang diwahyukan kepadanya. Pagi tiba kemudian Ali membawa tamunya ke rumah Rasulullah dan Abu Dzar berjalan mengikutinya tanpa menoleh kemanapun sehingga keduanya masuk kepada Rasulullah Saw. Abu Dzar berkata, “Assalamu’alaika yaa Rasulullah.”. Rasulullah Saw menjawab, “Wa’alaika salamullah wa rahmatuhu wa barakatuhu.”

Abu Dzar adalah orang pertama yang mengucapkan salam Islam kepada Rasulullah Saw. Kemudian setelah itu salam tersebut menyebar dan digunakan di antara kaum muslimin

Baca Juga  Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

Sosok Radikal Revolusioner

Abu Dzar al-Ghifari terkenal sebagai seorang radikal dan revolusioner. Watak dan tabiatnya selalu menentang kebatilan dimanapun ia berada. Baru saja masuk Islam, ia sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan menurut Anda?, kemudian Rasulullah Saw menjawab “Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti”, Abu Dzar berkata kembali “Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, Saya tak akan kembali sebelum meneriakkan Islam didepan Ka’bah.

Ia pun menuju Haram dan menyerukan syahadat dengan suara lantang, dan akibatnya Abu Dzar dipukuli dan disiksa oleh orang-orang musyrik yang tengah berkumpul disana. Kemudian Rasulullah kembali menyuruhnya pulang dan menemui keluarganya. Ia pun pulang ke Bani Ghifar dan mengajak sanak kerabatnya memeluk agama baru ini.

Suatu ketika Rasulullah berhijrah ke Madinah dan menetap disana, dan pada suatu hari Rasulullah Saw menemui barisan panjang yang terdiri atas pengendara,pejalan kaki menuju pinggiran kota. Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk kedalam kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka adalah Kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam. Melihat kejadian itu Rasulullah semakin takjub dan kagum, dan Beliau bersabda, “Takkan pernah lagi di jumpai dibawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya dan juga benar ucapannya.

Pejuang Kesederhanaan

Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar, ”Bagaimana pendapatmu bila berjumpa dengan para pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka?” Kemudian ia menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku, kemudia Rasulullah berkata “Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Maka bersabarlah hingga kau menemuiku.

Baca Juga  Rasyid Ridla (4): Pengaruh Pemikiran Ibnu Taimiyah di Majalah Al-Mannar

Ketika kepemimpinan Rasulullah dan para Khulafaurrasyidin berlalu, kemudian godaan harta mulai menjangkiti para pembesar dan penguasa. Melihat kejadian itu Abu Dzar turun tangan lalu ia pergi ke pusat-pusat kekuasaan dengan lisannya yang tajam dan benar. Abu Dzar bisa merubah mental dan sikap mereka satu persatu.

Pesan yang biasanya di lontarkan Abu Dzar kepada penguasa Islam dan para pembesar yaitu, “Beritakanlah kepada para penumpuk harta yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan disetrika dengan setrika api neraka, menyetrika kening dan pinggang mereka di hari kiamat.” Pesan ini selalu diulang-ulangnya bahkan juga diulang-ulang oleh pengikutnya.

Abu Dzar al-Ghifari telah mencurahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk melakukan perlawanan secara damai. Hingga dalam beberapa hari saja tak ubahnya ia telah menjadi panji-panji yang dibawahnya bernaung rakyat banyak dan golongan pekerja, bahkan sampai dinegeri jauh yeng penduduknya pun belum pernah melihatnya. Bahkan walaupun baru namanya sampai kesana, sudah menimbulkan rasa takut bagi pihak penguasa dan golongan berharta yang berlaku curang.

*) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran.

Editor: Nabhan Mudrik Alyaum

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *