Tafsir

AJAL Ditetapkan Allah, Kapan Waktunya Tergantung Manusia

4 Mins read

Banyak orang yang mengasumsikan bahwa umur, rizki dan perbuatan termasuk ajal manusia telah di tetapkan terlebih dahulu oleh Allah. Dalam artian telah di takdirkan sejak awal. Dengan dasar itu, kemudian manusia menjadi kehilangan kehendak, usaha dan pilihan bagi perbuatan-perbuatan dan rizkinya. Asumsi ini sangat kuat di masyarakat.

Jika pengetahuan ini terus dipegang, maka dunia medis, ilmu kedokteran, pengobatan dan operasi menjadi tidak bermakna, sebagaimana juga doa manusia menjadi sesuatu yang sia-sia dan hanya permainan belaka. Di sini ikhtiar dan do’a menjadi tidak ada gunanya.

Di sini saya akan mencoba menyajikan bahwa ajal dan umur manusia memang ditetapkan oleh Allah, akan tetapi kepan waktunya dan dalam kondisi apa ditentukan oleh usaha dan perilaku manusia.  Kita akan mulai dengan membandingkan antara dua ayat berikut :

  1. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai kitab yang telah mempunyai batas waktu. Barangsiapa mengehendaki ganjaran dunia, niscaya Kami berikan kepadanya ganjaran dunia itu, dan barangsiapa menghendaki ganjaran akhirat, kami berikan (pula) kepadanya ganjaran akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145).
  2. “jika kalian telah melaksanakan shalat maka ingatlah kepada Allah pada saat berdiri dan saat tidur, dan jika kalian telah tenang, maka laksanakanlah shalat karena sesungguhnya shalat bagi orang-orang yang beriman adalah kitab yang mempunyai waktu.” (Al-Nisa : 103).

Ayat pertama di dalam surah Ali Imran di atas adalah termasuk kategori nubuwwah, sedangkan ayat kedua dari surah Al-Nisa’ di atas adalah termasuk kategori risalah. Nubuwwah, di dalamnya terdapat hukum-hukum qadar, sedangkan risalah terdapat hukum-hukum qadha’ manusia. Ketika Allah mengatakan bahwa kematian adalah kitab yang telah mempunyai batas waktu, maka itu artinya bahwa kitab ul-maut adalah akumulasi dari syarat-syarat obyektif yang membawa kepada kematian.

Baca Juga  Al-Qur'an Berbudaya, Ikut Al-Qur'an atau Budaya?

Kematian mempunyai batas waktu hingga terwujud syarat-syarat dari kitab ini. Ketika manusia mengenainya, maka ia bisa menangguhkan syarat-syaratnya, sehingga umurnya menjadi lebih panjang. Misalnya ketika ilmu kesehatan bayi, ilmu kesehatan dan kebersihan umum mencapai kemajuan, kematian-kematian anak bisa diminimalisasi dengan cara-cara tertentu dan sebagian penyakit-penyakit yang melanda bisa dihilangkan.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Ketika ilmu kedokteran telah mencapai kemajuan sedemikian rupa, maka kesempatan untuk “selamat dari penyakit-penyakit” akan semakin banyak. Ketika pada masa lalu manusia tidak mau berbuat apa-apa untuk menghindarinya, termasuk menghindari virus. Selama ada virus baru, akan ditemukan vaksin atau antivaksinnya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Setiap kali kemajuan suatu negara bertambah dalam masalah kesehatan, kebersihan dan penerapan prinsip-prinsip jaminan keselamatan kerja serta jaminan dalam kehidupan publik, maka meningkatlah kemampuan untuk menekan angka kematian. Lihat saja negara maju seperti Jepang, kebanyakan orang panjang sehat dan memiliki usia yang panjang sampai usia tua, masih sehat dan kuat.

Sebab itulah Allah mengatakan kematian sebagai “kitab mu’ajial” (ketentuan yang ditangguhkan). Jika syarat-syarat obyektif yang menyebabkan terjadinya kematian telah terkumpul, maka bisa dipastikan bahwa ajal akan terjadi. Oleh sebab itulah Allah berfirman, “jika ajal mereka telah datang, mereka tidak bisa menunda dan tidak bisa juga mendahulukannya.” (Al-A’raf: 34).

Akan tetapi ajal-ajal tertentu dikaitkan dengan Al-Kitab dalamn firman-Nya, “Bagi setiap ajal mempunyai kitab.” (Al-Ra’d: 38). Artinya kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa kejadian tertentu, ajal (batas waktunya) mesti didahului oleh kitab (ketentuan) dari kejadian ini, yaitu akumulasi dari syarat-syarat obyektif yang secara pasti menyebabkan kematian yang tunduk kepada observasi manusia.

Baca Juga  Nabi Yusuf dan Zulaikha: Cinta Pakai Akal atau Pakai Nafsu?

Setiap kali pengetahuan manusia bertambah mengenai ketentuan-ketentuan alam (sains dan teknologi), maka bertambahlah kemungkinan untuk mengendalikannya bagi kemaslahatan manusia. Allah telah menginformasikan kepada kita bahwa segala sesuatu mempunyai “kitab”, berdasarkan firman-Nya, “Setiap segala sesuatu telah kami kalkulasikan di dalam kitab” (Al-Naba’: 29).

Adapun ayat yang kedua dari surah Al-Nisa’ termasuk kategori risalah dalam artian termasuk di antara qadha manusia. Oleh sebab itulah Allah berfirman mengenai shalat tersebut, yang termasuk tema-tema yang terlaksana pada waktu-waktunya yang telah tertentu dan telah diketahui sebelumnya. Oleh sebab itulah maka kitab shalat merupakan bagian dari Umm ul-Kitab, sedangkan kitab kematian adalah bagian dari Al-Qur’an (Nubuwah). Yang pertama adalah kitab qadha’, sedangan yang kedua adalah kitab qadar.

Umur: Bisa Bertambah atau Berkurang?

Dari titik tolak ini kita bisa memahami bahwa umur-umur manusia tidak tetap, melainkan selalu berubah, berdasarkan firmanNya, “kitaban mu’ajjala” (ketentuan yang tertunda). Ketentuan dalam artian batas waktu ini muncul dengan bentuk yang jelas di dalam firman-Nya:

“Dan Allah yang telah menciptakan kalian dari debu lalu dari nuthfah (saripati makanan), lalu Dia menjadikan kalian berpasang-pasangan, tidaklah seorang perempuan mengandung dan tidak juga melahirkan kecuali dengan pengetahuan-Nya, dan tidaklah orang yang mempunyai umur panjang dipanjangkan umurnya dan tidak juga berkurang umurnya [wa la yunqashu min ‘umuri-hi] kecuali berada dalam kitab, sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah gampang.” (Fathir: 11)

Perhatikanlah pada ayat tersebut, betapa jelasnya bahwa berkurang atau bertambahnya umur tidak akan terjadi, kecuali berdasarkan kitab. Artinya, di sana terdapat akumulasi syarat-syarat obyektif yang menyebabkan berkurangnya umur, sedangkan yang lain menyebabkan bertambahnya. Dan spesifikasi dari ilmu kedokteran, ilmu kesahatan dan ilmu gizi adalah di dalam kitab ini.

Baca Juga  Bedanya Azab dan Musibah

Selama ini pemikiran masyarakat mengenai umur adalah tetap. Padahal umur tidak tetap. Dan para dokter dan pekerja medis harus memahami bahwa umur tidak tetap, sehingga mereka mempunyai tanggungjawab penuh terhadap orang-orang sakit. Di sinilah berlakunya usaha manusia dan doa supaya dipanjangkan umurnya.

Hukum Alam

Selanjutnya Allah Swt dalam ayat-ayat berikut ini berfirman:

“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.” (Al-Taubah: 51). Ayat ini harus dipahami dalam perspektif firman-Nya yang lain, “Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam sebuah kitab. ” (Al-Naba’: 29).

Ini dimaksudkan bahwa segala sesuatu di dalam realitas adalah gambaran mengenai syarat-syarat obyektif, yang bagiannya terkumpul dengan bagian yang lain (ka-ta-ba). Tidak mungkin bagi manusia manapun untuk ditimpa oleh sesuatu kecuali melalui kitab-kitab ini.

Misalnya jika manusia sakit sesungguhnya manusia tidak sakit kecuali dengan salah satu di antara penyakit yang ada di dalam alam ini dan yang mencakup syarat-syarat manusia hidup dengannya. Maksudnya orang sakit itu tidak terlepas dari kondisi alam, lingkungan, makanan, gaya hidup, atau wabah.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (Al-Hadid: 22)

Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa setiap musibah yang terjadi di bumi seperti pada kesehatan, pertanian, kekuasaan (politik), kehancuran dan tegaknya negara-negara, gempa bumi, musibah yang terjadi pada jiwa, semuanya tidak akan terjadi kecuali di dalam al-kitab. Dalam artian melalui syarat-syarat obyektif sesuai hukum alam di dunia ini.

Misalnya, di dalam kondisi sakit, terdapat syarat-syarat obyektif yang menyebabkan sakit. Adapun kesembuhan, adalah kondisi di mana terdapat syarat-syarat obyektif yang menyebabkan orang sembuh telah terkumpul, sehingga menyebabkan menjadi sehat.

Setiap kali pengetahuan manusia mengenai “kitab kematian” bertambah, mereka bisa menunda kejadiannya dengan usaha-usaha dan doa manusia kepada Allah. Namun demikian mereka tetap tidak menghilangkannya samasekali, karena kematian pasti terjadi.

Editor: Nabhan

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds