Falsafah

Al-Kindi (1): Filsuf Pertama di Dunia Islam

3 Mins read

Di antara para filsuf pertama kali secara sistematis memopulerkan filsafat Yunani di kalangan umat ialah Abu Ya’qub ibn Ishaq al-Kindi (w. sekitar 257 H/870 M). Al-Kindi secara khusus dikenal sebagai filsuf bangsa Arab (faylasūf al-‘Arab), tidak saja dalam pengertian etnis (ia berasal dari daerah selatan Jazirah Arabia, suku Kindah, maka disebut al-Kindi).

Dalam Warisan Intelektual Islam, Cak Nur menilai bahwa Al-Kindi mampu menghidangkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah pikiran-pikiran asing dari arah Barat itu “diislamkan”, jika tidak boleh disebut “diarabkan”.

Risalah pertamanya jelas dibuat untuk menopang ajaran pokok Islam tentang Tauhid, tapi dengan sepenuh-penuhnya menggunakan sistem argumentasi filsafat. Dari situ diketahui bahwa al-Kindi, sejalan dengan pikiran Islam yang ada, khususnya yang dalam bentuk sistematisnya terwakili dalam ilmu kalam Mu’tazilah, dengan tegas menolak paham Aristoteles tentang keabadian alam.

Riwayat Intelektual Al-Kindi

Al-Kindi, alkindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya`kub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash`ats ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah, Iraqsekarang, tahun 801 M, pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari dinasti Bani Abbas (750-1258 M).

Julukan “al-Kindi” dinisbatkan kepada marga atau suku leluhurnya, salah satu suku besar zaman pra-Islam. Menurut Faud Ahwani, al-Kindi lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar dan kaya. Ismail al-Ash`ats ibn Qais, buyutnya, telah memeluk Islam pada masa Nabi dan menjadi shahabat Rasul. Mereka kemudian pindah ke Kufah. Di Kufah sendiri, ayahnya, Ishaq ibn Shabbah, menjabat sebagai Gubernur, pada masa khalifah al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-876 M) dan Harun al-Rasyid (786-909 M), masa kekuasaan Bani Abbas (750-1258 M).

Pendidikan al-Kindi dimulai di Kufah, dengan pelajaran yang umum saat itu, yaitu al-Qur’an, tata bahasa Arab, kesusasteraan, ilmu hitung, fiqh dan teologi. Yang perlu dicatat, kota Kufah saat itu merupakan pusat keilmuan dan kebudayaan Islam, di samping Basrah, dan Kufah cenderung pada studi keilmuan rasional (aqliyah). Kondisi dan situasi inilah tampaknya yang kemudian menggiring al-Kindi untuk memilih dan mendalami sains dan filsafat pada masa-masa berikutnya.

Baca Juga  Bagaimana Islam Memandang Filsafat?

Al-Kindi kemudian pindah ke Baghdad. Di ibu kota pemerintahan Bani Abbas ini ia mencurahkan perhatiannya untuk menterjemah dan mengkaji filsafat serta pemikiran-pemikiran rasional lainnya yang marak saat itu. Menurut al-Qifthi (1171-1248 M), al-Kindi banyak menterjemahkan buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik dan meringkaskan secara canggih teori-teorinya.

Hal itu dapat dilakukan karena al-Kindi diyakini menguasai secara baik bahasa Yunani dan Syiria, bahasa induk karya-karya filsafat saat itu. Berkat kemampuannya itu juga, al-Kindi mampu memperbaiki hasil-hasil terjemahan orang lain, misalnya hasil terjemahan Ibn Na`ima al-Himsi, seorang penterjemah Kristen, atas buku Enneads karya Plotinus (204-270 M); buku Enneads inilah yang dikalangan pemikir Arab kemudian disalahpahami sebagai buku Theologi karya Aristoteles (348-322 SM).

Berkat kelebihan dan reputasinya dalam filsafat dan keilmuan, al-Kindi kemudian bertemu dan berteman baik dengan khalifah al-Makmun (813-833 M), seorang khalifah dari Bani Abbas yang sangat gandrung pemikiran rasional dan filsafat. Lebih dari itu, ia diangkat sebagai penasehat dan guru istana pada masa khalifah al-Muktashim (833-842 M) dan al-Watsiq (842-847 M).

Mendirikan Madrasah

Syeed Hossein Nasr menjelaskan bahwa Al-Kindi, adalah pendiri madrasah, yang di dalamnya bercampur filsafat Aristotelianisme, sebagaimana tafsiran penafsir-penafir Alexandria. Khususnya Alexander Aprodici dan Tamesteus, dengan Neo-Platonisme, yang sampai kepada kaum Muslimin melalui cara alih bahasa Arab, dari ringkasan “Al-Tasu’at” Enneads, yang diberi judu Theologia Aristoteles. Dan dari buku, al-Ilah al-Manhul, yang dituis Aristoteles. Yaitu, ibarat yang diringkaskan dari buku, prinsip-prinsip Ketuhanan (Mabadi al-Ilahiyat), karangan Barakles.

Di Madrasah ini, Ilmu dan Filsafat terpadu. Atau tepatnya, Ilmu dipandang sebagai satu cabang Filsafat, sebagaimana Filsafat dengan arti lain dipandang sebagai bagian Ilmu. Dan, di madrasah ini pula terdapat pribadi-pribadi besar dalam sejarah, seperti Al-Kindi yang menjadi Ulama (Ilmuwan) sekaligus filsuf.

Baca Juga  Ketika Friedrich Nietzsche Membunuh Tuhan Demi Kemerdekaan Hidup

Meskipun filsafat itu pada sebagian keadaan mengungguli Ilmu. Sebagaimana yang kita lihat pada diri Abu Sulaiman Sajastani. Atau, Ilmu-ilmu itu yang mengungguli filsafat, sebagaimana yang kita lihat pada tokoh lainnya, seperti Al-Biruni.

Al-Kindi, pendiri madrasah ini, madrasah filsuf-ulama, memeroleh pelajaran pada Madrasah yang (ter)baik di Bashrah, yang tidak terlepas dari pegaruh madrasah Jundisyapur. Kemudian dilanjutkannya di Bagdad, yang pada masa Abbasyyiah menjadi pusat ilmu. Ia segara menguasai Filsafat dan Ilmu-Ilmu yang banyak tersebar dengan bahasa Arab ketika itu. Dan ia mencoba memadukananya sesuai dengan sesuai dengan pandangan Islam.

Inilah, dan keahlianya dalam berbagai bidang ilmu, menjadi sebab kemuliaan khalifah Ma’mun dan Khalifah Mu’tashim. Sehingga ia ditunjuk sebagai pendidik kedua puteranya, dan mendapat kesempatan leluasa di dalam istana, yang menjadi markas (pusat penelitian, perpustakaan) yang tersedia bagi para filsuf dan para ahli (pemikir, Hukama).

 Tetapi kedudukan Al-Kindi yang mulia dan erat hubungannya dengan istana ini, tidaklah selamnaya. Karena pada akhir hayatanya, ia mendapat cobaan yang berat di tengah kekhalifahan Mutawakkil, dan wafat dalam keadaan yang sangat menyedihkan pada tahun 252 H. (866M.)

Karya-Karyanya

Al-Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut Atiyeh, al-Kindi meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani oleh beberapa orang terdekatnya. Ini adalah ciri khas kematian orang besar yang sudah tidak lagi disukai, tetapi juga sekaligus kematian seorang filosof besar yang menyukai kesunyian.

Al-Kindi meninggalkan banyak karya tulis. Setidaknya ada 270 buah karya tulis yang teridentifikasi, yang dapat diklasifikasi dalam 17 kelompok: (1) filsafat, (2) logika, (3) ilmu hitung, (4) globular, (5) music, (6) astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9) medis, (10) astrologi, (11) dialektika, (12) psikologi, (13) politik, (14) meteorology, (15) besaran, (16) ramalan, (17) logam dan kimia.10 Cakupan karya-karya tersebut menunjukkan luasnya wawasan dan pengetahuan al-Kindi.

Baca Juga  Mengenal Aliran Jabariyah: Manusia Dikendalikan Tuhan

Beberapa karyanya telah diterjemahkan oleh Gerard (1114–1187 M), tokoh dari Cremona, Italia, ke dalam bahasa Latin dan memberi pengaruh besar pada pemikiran Eropa abad-abad pertengahan. Karena itu, Gerolamo Cardano (1501-1576 M), seorang tokoh matematika asal Italia, menilai al-Kindi sebagai salah satu dari 12 pemikir besar dunia yang dikenal di Eropa saat itu.

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…
Falsafah

Pembelaan Muslim Terhadap Filsafat

7 Mins read
Pendahuluan Tulisan ini sayangnya tidak berkaitan dengan aspek mana pun dari Pilpres (Pemilihan Presiden) 2024. Untungnya, Pilpres dan Pemilu hanyalah satu aspek…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *