Salah satu kitab pendidikan yang masyhur adalah Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum. Kitab ini, merupakan salah satu karya klasik di bidang pendidikan yang telah banyak dipelajari dan dikaji oleh para penuntut ilmu, terutama di pesantren. Materi kitab ini sarat dengan muatan-muatan pendidikan moral spiritual dalam proses belajar. Kitab ini ditulis oleh al-Zarnuji.
al-Zarnuji
Salah seorang muhaqqiq kitab ini, Abdul Qadir Ahmad (1986), berpendapat bahwa al-Zarnuji memiliki nama lengkap Burhan al-Din al-Islam al-Zarnuji. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Burhan al-Din atau Burhan al-Islam. Al-Zarnuji merupakan kata yang dinisbahkan pada Zarnuj yang merupakan salah satu kota kecil di Turki atau menunjuk pada kampung masyhur di belakang sungai dataran Turkistan.
Di kalangan ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai wafatnya, setidaknya ada dua pendapat yang dapat dikemukakan. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Burhan al-Din al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/1195 M. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan, ia wafat pada tahun 840 H/ 1243 M. Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa al-Zarnuji hidup semasa dengan Ridha al-Din al-Naisabury yang hidup antara tahn 500-600 H (Abuddin Nata: 2000).
Grunebaum dan Abel (1947) mengatakan bahwa al-Zarnuji adalah toward the end of 12th and the beginning of 13th century AD. Demikian pula daerah tempat kelahirannya tidak ada keterangan yang pasti. Namun jika dilihat dari nisbahnya, yaitu al-Zarnuji, sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari Zaradj.
Dalam kaitan ini Mochtar Affandi mengatakan : it is city in Persia which was formally a capital and city of Sadistan to the south of Heart (now Afghanistan). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Abd al-Qadir Ahmad yang mengatakan bahwa al-Zarnuji berasal dari dari suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afganistan.
Mengenai pendapatnya ini, Abd al-Qadir Ahmad menuturkan bahwa nama Burhan al-Islam merupakan nama yang populer di Afghanistan, Iran, dan Khurasan. Banyak muridnya yang bergabung memberikan nama seperti Burhan al-Islam, Syams al-Islam, Dhuha al-Islam dan sebagainya sebagai laqab keagamaan. Gelar-gelar ini (al-alqab) ini digunakan bagi orang yang membela agama dan mujahid dalam membela Islam.
Perjalanan Ilmu
Djudi mengatakan bahwa al-Zarnuji pernah belajar di Bukhara dan Samarqand yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan. Pusat lembaga pendidikan di kedua kota tersebut diantaranya adalah masjid. Yang menjadi pengasuh dan pengajarnya adalah Burhan al-Din al-Marghani, Syams al-Din Abd al-Wajd Muhammad Ibn Muhammad Ibn al-Sattar al-Amidi dan lainnya. (Judi, 1990)
Al-Zarnuji pernah pula belajar kepada Rukn al-Din al-Farghani, seorang ahli fiqih, dan sastrawan yang wafar pada tahun 594 H/1170 M, Rukn al-Islam Muhammad Ibn Abi Bakr yang dikenal dengan nama Khawahir Zadah, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqih, sastra dan syair yang wafat pada tahun 573 H dan lainnya.
Pemaparan di atas menunjukkan adanya kemungkinan bahwa al-Zarnuji selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, ia ahli juga dalam bidang lainnya. Sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf ia memiliki guru yang masyhur. Tapi dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam fiqih dan teologi disertai dengan jiwa sastra yang halus, seseorang telah mempunyai peluang untuk masuk ke dalam dunia tasawuf.
Hidup pada Masa Keemasan Islam
Dalam kajian historis, dikenal periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam. Yaitu: Masa hidup Nabi Muhammad SAW (571-632 M), Khulafa al-Rasyidin (632-661 M), Bani Umayyah (661-750 M), Bani Abbasiyyah (750-1250 M), dan jatuhnya kekuasaan Abbasiyyah di Baghdad (1250 M- sekarang).
Masa hidup al-Zarnuji adalah sekitar akhir abad ke 12 dan awal abad ke 13 M. Kurun waktu tersebut apabila dipandang berdasarkan periodisasi di atas, dapat diketahui bahwa masa hidup al-Zarnuji termasuk pada periode Bani Abbasiyyah. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan periode keemasan dan kemajuan peradaban Islam. Mengenai hal ini Hasan Langgulung mengemukakan :
”Zaman keemasan Islam berlangsung pada dua pusat. Yaitu kerajaan Abbasiyyah di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima abad (750-1250 M) dan Kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad (771-1492 M)”.
Pada masa tersebut peradaban Islam berkembang dengan pesat yang ditandai dengan bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan. Mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di antara lembaga tersebut adala :
1) Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk, seorang pembesar Bani Saljuk. Pada tiap-tiap kota, Nizham al-Mulk mendirikan satu madrasah yang besar, seperti di Baghdad, Balkh, Naisabur, Asfahan, Bashrah, dan sebagainya.
2) Madrasah al-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nur al-Din Mahmud Zanki pada tahun 1167 M di Damaskus.
3) Madrasah al-Muntashiriyah yang didirikan oleh al-Muntashir bi Allah, seorang khalifah Bani Abbasiyyah pada tahun 1234 M. Madrasah al-Muntashiriyah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai. Seperti gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman yang luas, masjid, balai pengobatan, dan yang lainnya. Keistimewaan di madrasah ini adalah pengajaran ilmu fikih dengan mempelajari empat madzhab.
Kondisi pertumbuhan dan perkembangan di atas menguntungkan bagi pembentukan al-Zarnuji sebagai seorang ilmuwan yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini, tidaklah mengherankan jika Hasan Langgulung menilai bahwa al-Zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki sistem pemikiran tersendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Ghazali, dan sebagainya.
Wallahu A’lam
Editor: Sri/Nabhan