Dalam sepanjang kisah Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, terdapat banyak permasalahan khalifah Ali. Dalam khutbah pertama yang disampaikan oleh Ali, berikut apa yang disampaikan oleh Ali
Khutbah Pertama Khalifah Ali
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab yang memberi petunjuk, Allah menjelaskan di dalamnya kebaikan dan keburukan. Lakukanlah perkara-perkara yang baik dan tinggalkan perkara-perkara yang buruk. Sesungguhnya Allah telah menetapkan sejumlah hak dan Allah mengutamakan hak seorang Muslim daripada hak-hak yang lainnya.
Allah mengkokohkan hak-hak kaum muslimin dengan ikhlas dan tauhid. Seorang muslim adalah yang dapat menghindarkan kaum muslimun dari gangguan tangan dan lisannya kecuali karena alasan yang haq.
Tidak boleh menyakiti muslim kecuali dengan alasan yang benar. Segerakan lah urusan orang banyak dan urusan khusus masing-masing, kamu adalah maut. Sesungguhnya di hadapan kamu adalah manusia-manusia, sementara di belakang kamu adalah hari kiamat yang menggiring kamu.
Manusia-manusia itu mati dan kamu menyusul mereka. Sesungguhnya manusia menunggu hari akhirat mereka. Maka bertakwalah kepada Allah terhadap hamba Allah dan negeri mereka. Sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban hingga atas tanah dan hewan ternak kalian.
Taat lah kepada Allah, janganlah durhaka kepadanya. Jika kalian melihat kebaikan, ambillah ia. Dan jika kalian melihat keburukan, tinggalkanlah. Sesungguhnya Allah berfirman;
‘Dan ingatlah (hai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang orang (Mekkah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikannya kamu kuat dengan pertolongannya dan diberinya kamu rezeki dari yang baik baik agar kamu bersyukur. Hai orang orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui ’(al-Anfal: 26-27).”
Hari Kedua Khalifah
Hari berikutnya setelah dibaiat, Akbar Shah Najeebadi dalam kitabnya The History of Islam halaman 434 menyebutkan,Thalhah dan az-Zubair menjumpai Ali. Mereka meyakinkan bahwa keduanya menjamin dukungan kepada Ali. Akan tetapi, dukungan tersebut dengan satu syarat yaitu bahwa Ali akan mengambil tindakan terhadap para pembunuh Utsman.
Jika Ali gagal menunaikan Qishas, maka baiat mereka akan batal secara hukum. Menanggapi hal yang tendensius seperti itu, Ali menjawab, “Aku akan mengambil Qishas yang diperlukan terhadap para pembunuh Utsman, dan akan menegakkan keadilan untuk semuanya. Akan tetapi hingga sekarang para perusuh masih terlalu kuat dan keadaan pemerintahan belum terkonsolidasi (stabil).
Aku hanya akan memberikan perhatian terhadap masalah ini, selepas kondisi menjadi normal. Tidak ada yang dapat dilakukan untuk saat ini.”
Maka keduanya kembali pulang ke rumah. Akan tetapi terdapat isu dan desas-desus, bahwa Ali tidak mau menegakkan Qishas mulai tersebar di antara komunitas. Hal ini menjadi permasalahan bagi khalifah Ali. Para pemberontak dan pembunuh Utsman menjadi khawatir akan keselamatan mereka, sementara yang lain merasa tidak puas dengan sikap yang diambil oleh Ali.
Maka dengan kondisi yang serba rumit tersebut, oposisi terhadap khalifah Ali tumbuh dan semakin kuat. Pemerintahan yang baru seumur jagung tersebut menjadi tidak berdaya dengan berbagai tekanan.
Protes Thalhah dan az-Zubair
Imam Thabari memberikan detail kisahnya. Setelah Ali memberikan khotbah sambutannya sebagai seorang khalifah, kemudian Ali pulang ke rumah. Kemudian ketika Ali berada di dalam rumah, Thalhah dan az-Zubair, disertai beberapa sahabat, menjumpainya dan mengatakan, “Ali! Kita harus menegakkan apa yang menjadi hukum Allah (maksudnya qishas terhadap para pembunuh Utsman–teks aslinya berbunyi qamat al hudud). Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan Utsman harus merasakan balasan yang pedih.”
Ali membalas, “Wahai sahabatku. Bukannya aku tidak tahu apa yang kalian ketahui, tapi bagaimana aku bisa bersepakat dengan orang orang yang memimpin kita, sedangkan hari ini kita di posisi mereka? Budak-budak kalian juga memberontak bersama mereka, dan kaum badui milik kalian telah bergabung bersama mereka. Mereka hidup bersama kalian. Jadi apakah kalian melihat sebuah cara untuk mewujudkan keinginan kalian?”
Mereka menjawab dengan sedikit tersadarkan oleh Ali, “Tidak.” “Sungguh memang tidak.” timpal Ali. Reaksi dan sikap yang ditunjukkan oleh Ali, telah ditanggapi dengan sudut pandang sinis oleh Bani Umayyah, keluarga Utsman. Hal ini menambah tantangan dan permasalahan khalifah Ali dalam menjalankan roda kepemimpinan yang baru.
Keraguan Umat, Permasalahan Khalifah Ali
Orang-orang meninggalkan rumah Ali, sambil menggerutu. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Jika pergolakan ini terus terjadi, kita tak akan mampu untuk menangani para pembunuh Utsman. Lebih baik kita mengikuti apa yang dikatakan oleh Ali, itu lebih bagus.” Yang lain mengatakan, “Kita akan akan menunaikan tugas kita (membunuh para pembunuh Utsman) dan tidak akan menunda-nundanya. Demi Allah! Lihatlah pendapat dan perintah Ali, Ali tidak menaruh perhatian sama sekali kepada kita, dan kita tentunya akan melihat dia lebih keras kepada siapapun yang melawan Quraisy.”
Menghadapi situasi dan kebijakan tersebut, ada beberapa sahabat yang dengan sukarela mengundurkan diri dan menjauhkan dari pentas politik. Hal tersebut seperti yang dilakukan Saad bin Abi Waqqash dan Ibnu Umar. Namun terdapat juga yang bersikeras meminta Ali untuk menegakkan Qishas.
Dari riwayat yang disebutkan oleh Imam Thabari tersebut, hal demikian adalah sukar untuk dilakukan mengingat para perusuh dan pembunuh Utsman, masih berada dan hidup berdampingan di Madinah. Kisah Ali bin Abi Thalib memang penuh dinamika, dan sungguh permasalahan menjadi khalifah bagi Ali tidaklah mudah.
Editor: Shidqi Mukhtasor/Nabhan