Fatwa

Takbir Hari Raya Idul Adha: Lafadz dan Waktunya?

2 Mins read

Melakukan takbir hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha adalah masyru’, disyariatkan agama. Hanya saja para ulama berbeda pendapat hukum melakukannya. Ada yang menyebutkan wajib tetapi kebanyakan para ulama berpendapat bahwa hukumnya itu sunnah muakkad.

***

Para ulama juga berbeda pendapat kapan dimulai dan berakhirnya membaca takbir pada hari raya Idul Adha. Perbedaan pendapat di kalangan para ulama tersebut dapat dilihat antara lain dalam kitab Subul al-Salam juz II, halaman 71-72, dan Fiqh Sunnah, terbitan Dar al-Fikr, Bairut, jilid I halaman 274-275.

Paling tidak ada tiga pendapat di kalangan para ulama tentang kapan dimulainya takbir hari raya Idul Adha. Yaitu: sejak Subuh, sejak Dzuhur dan sejak Ashar hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah). Demikian halnya mengenai berakhirnya takbir juga ada beberapa pendapat. Ada yang menyebutkan sampai akhir hari Tasyriq, sampai Dzuhur di hari Tasyriq dan sampai Ashar di hari Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah). Terjadinya perbedaan pendapat ini dikarenakan tidak adanya hadits nabi yang menerangkan secara tegas.

***

Menurut as-Shan’any, demikian juga menurut as-Sayyid Sabiq, bahwa riwayat yang paling shahih yang diterima dari para sahabat Nabi saw mengenai hal ini ialah keterangan dari Ali dan Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Munzir. Yaitu dimulai sejak Subuh pada hari Arafah dan berakhir waktu Ashar hari terakhir di Mina (tanggal 13 Dzulhijjah).

Pelaksanaan takbir pada hari-hari Tasyriq tersebut tidak saja dibaca pada waktu-waktu yang tertentu, seperti halnya sehabis salat fardhu. Tetapi dibaca di setiap waktu. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (Shahih al-Bukhari, Juz II, halaman 7):

وَكَانَ عُمَرُ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِى قُبَّتِهِ بِمِنَى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُوْنَ وَ يُكَبِّرُ أَهْلُ الْأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنَى تَكْبِيْرًا وَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنَى تِلْكَ الْأَيَّامَ وَ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَ فِى فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ وَ مَمْشَاهُ تِلْكَ الْأَيَّامَ جَمِيْعًا وَكَانَتْ مَيْمُوْنَةُ تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ وَ كُنَّ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ لَيَالٍ التَّشْرِيْقِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْمَسْجِدِ (رواه البخارى)

Baca Juga  Panorama Haji: Kebangkitan Kesadaran Ruhaniyah & Tauhid Manusia Beriman

Artinya: Bahwasannya Umar ra bertakbir di kubahnya di Mina, kemudian didengar oleh orang-orang yang ada di masjid dan mereka pun mengikuti takbir. Demikian juga orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir, hingga bergemuruh suara takbir di Mina. Pada hari-hari Tasyriq, Ibnu Umar juga bertakbir di Mina. Baik sehabis salat, sewaktu di tempat tidur, waktu duduk atau berjalan, di dalam kemah atau di tempat lainnya. Maimunah juga bertakbir pada hari raya Qurban, dan para wanita pada bertakbir di masjid bersama kaum lelaki di bawah pimpinan Abban ibn Usman dan Umar ibn ‘Abdil Aziz pada malam-malam Tasyriq.

Mengenai bagaimana ucapan/lafadz takbir, hal ini sudah pernah ditanyakan dan jawabannya dapat dalam buku Tanya Jawab Agama oleh Tim PP. Muhammadiyah Majelis Tarjih, jilid I halaman 112 dan jilid III halaman 162-164. Intinya bahwa dalam hal ini ada beberapa riwayat yang dinilai kuat. Yaitu pertama, hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud menyebutkan bahwa lafal takbir itu ialah:

اللهُ أَكْبَرُاللهُ أَكْبَرُلَاإلهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ

Kedua, hadits yang diriwayatkan dari Salman oleh Abdur Razaq dengan sanad yang shahih, bahwa lafal takbir itu ialah:

اللهُ أَكْبَرُاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا

***

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan di kalangan ulama kapan dimulainya takbir hari raya Idul Adha.

Berkaitan dengan hal ini Muktamar Tarjih ke-20 di Garut memberikan tuntunan sebagai berikut; Hendaklah engkau perbanyak membaca takbir pada malam hari raya Fitrah sejak mulai mata hari terbenam sampai esok harinya ketika salat akan dimulai dan pada hari raya Adha mulai sejak sesudah salat Subuh pada hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq dengan membaca: Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallahu wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil-hamdu atau bacaan sesamanya.

Dengan demikian Majelis Tarjih menetapkan bahwa takbir hari raya Idul Adha itu selama lima (5) hari, dimulai sejak Subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq, yaitu menjelang masuknya waktu Maghrib tanggal 13 Dzulhijjah. Adapun bacaan takbirnya bisa memakai bacaan seperti dalam riwayat Ibnu Umar atau bacaan seperti dalam riwayat Abdur Razaq. Sudah barang tentu harus ada keseragaman dan kekompakan di antara jama’ah untuk memakai bacaan yang mana.

Baca Juga  Bolehkah Akad Nikah Via Video Call?

Sumber: Suara Muhammadiyah No. 21 tahun ke-82/1997

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *