Mungkin kita masih dan selalu teringat dengan pesan KH. Ahmad Dahlan sejak 107 tahun lalu. Beliau berpesan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah“. Demikian petuah Mbah Dahlan kepada para muridnya saat mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. Kalimat ini sebagai pengingat bagi warga dan kader Muhammadiyah, agar dalam ber-Muhammadiyah mengutamakan rasa ikhlas dan tulus tanpa mengharapkan imbalan ketika menjadi bagian dari organisasi.
Pesan ini juga sebagai etika dasar bagi para aktivis Muhammadiyah agar tidak memanfaatkan aset-aset Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi. Ini untuk menjaga agar yang dikerjakan kader murni atas dasar keikhlasan dan mengharap ridho Allah SWT. Maka tidak heran banyak kader ataupun aktivis Persyarikatan yang lebih memilih tidak terjun di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Mungkin mereka khawatir akan menjadi “benalu” di Persyarikatan.
Namun saya yakin tak mungkin kader dan aktivis Muhammadiyah menggerogoti Muhammadiyah sendiri. Karena Muhammadiyah adalah dirinya dan langkah geraknya, sehingga hal itu tak mungkin dilakukan. Bukan bermaksud mempersoalkan pesan Mbah Dahlan, namun mari kita lihat dan kita perhatikan apa maksud dari petuah KH. Ahmad Dahlan tersebut.
Mencari (Makna) Hidup di Muhammadiyah
Apa salahnya mencari hidup di Muhammadiyah? Kalau mencari hidup bukan cuma tentang kekayaan materi, terkadang manusia masih ada yang sedang mencari jati dirinya. Sering Muhammadiyah menjadi pilihan atau tempat seseorang dalam mencari jati diri, dan konteks yang dimaksudkan adalah arti dan makna hidup. Bila mencari hidup di Muhammadiyah yang dimaksud adalah menjadikan Persyarikatan sebagai tempatnya menemukan arti hidup, maka untuk hal ini nampaknya sah-sah saja dan malah amat sangat tepat.
Banyak orang yang menjadikan Muhammadiyah sebagai jalan hidupnya melalui berbagai sebab. Ada orang yang menempuh pendidikan di sekolah Muhammadiyah sehingga memiliki ketertarikan dan berbagai kesamaan prinsip, akhirnya menjadi Muhammadiyah. Maka, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam mampu menyentuh hati siapa saja dengan dakwahnya. Tak heran Muhammadiyah mampu berkembang di tempat yang notabenenya minim masyarakat yang beragama Islam.
Bagi yang menemukan arti hidup melalui Muhammadiyah kemudian aktif dalam Persyarikatan, maka pastilah mereka ikut serta menghidupkan Muhammadiyah. Tidak hanya sendiri, ia dilakukan bersama para aktivis dan kader Muhammadiyah yang menjadi Muhammadiyah karena faktor yang bermacam-macam. Ada yang menjadi Muhammadiyah karena faktor keturunan dari orang tua yang sudah menjadi Muhammadiyah, atau pun lainnya.
Jadi, mencari hidup di Muhammadiyah adalah hal yang baik bagi organisasi sendiri, karena Muhammadiyah mempunyai berbagai macam ‘menu’ dakwah yang penuh ‘cita rasa’. Maka tidak heran banyak yang tertarik untuk mengabdikan dirinya bagi masyarakat melalui Muhammadiyah. Balik modal keikhlasan dengan hanya mengharap ridho dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena hidup mempunyai makna yang luas dan mendalam, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita untuk beribadah, Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS: adz-Dzariyat: 56).
Maka, mencari hidup di Muhammadiyah adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Muhammadiyah merupakan organisasi dakwah yang bergerak dalam berbagai bidang yang menjadikan ajaran Islam sebagai landasan pada setiap gerak langkahnya.
Yang Tidak Boleh Mencari Penghidupan
Makna kalimat ‘Jangan mencari hidup di Muhammadiyah‘ yang dimaksud adalah memanfaatkan Muhammadiyah untuk keuntungan pribadi. Menjadikan Muhammadiyah sebagai tempat bekerja berorientasi hanya materi tanpa ada rasa untuk mengabdi dan menghidupkan dakwah Muhammadiyah lah yang dilarang. Hal ini yang ‘haram’ dilakukan, apalagi bagi kader, aktivis, ataupun warga Persyarikatan, dengan hanya memandang nominal rupiah atas apa yang ia lakukan di Muhammadiyah.
Maka pesan KH. Ahmad Dahlan tepat jika tidak boleh mencari penghidupan dari Muhammadiyah. Muhammadiyah sejatinya adalah tempat kita beramal dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan utamanya. Apalagi bagi mereka yang bukan orang Muhammadiyah namun bekerja di Muhammadiyah dengan tujuan uang semata, mungkin secara profesionalitas tidak masalah. Tetapi, akan menjadi masalah jika mereka hanya memanfaatkan Muhammadiyah sebagai ladang mencari uang, apalagi hanya untuk mengejar jabatan dan nama. Sudah jelas ini merupakan kesalahan besar, maka dia tidak menghidupkan Muhammadiyah namun hanya mencari penghidupan di Muhammadiyah.
Ketika seseorang hanya mengejar upah di Muhammadiyah, sudah bisa dipastikan kerjanya tidak akan langgeng–bisa jadi tidak mendapatkan pahala–karena tidak ikhlas. Maka sedari awal, KH. Ahmad Dahlan sudah mewanti-wanti hal ini melalui pesannya tersebut. Agar dalam kita ber-Muhammadiyah, keikhlasan haruslah menjadi landasan utama.
Mencari Hidup dan Menghidupkan Muhammadiyah
Mencari arti hidup di Muhammadiyah adalah ikhtiar dalam mencari dan meraih keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang sudah saya jelaskan di atas. Mencari penghidupan di Muhammadiyah menjadi terlarang jika orientasinya hanyalah uang semata tanpa menghidupkan dakwah Muhammadiyah itu sendiri. Tetapi, mencari makna hidup dan menghidupkan Muhammadiyah akan menjadi hal yang berkah ketika kita mampu.
Sebagai orang yang dalam tanda kutip ‘bekerja‘ di Muhammadiyah (AUM), saya merasakan arti hidup yang sesungguhnya. Selain harus mengedepankan profesionalitas, saya pun harus mewujudkan integritas serta mengemban dakwah dari Muhammadiyah.
Saya merasa dapat menjadi manusia yang jauh lebih baik dari sebelumnya saat disentuh oleh Muhammadiyah. Bahkan di AUM bukan hanya gaji yang saya dapat, namun juga tambatan hati (istri), alhamdulillah. Mungkin itu merupakan ‘bonus’ dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga sudah sepatutnya saya bersyukur dan semakin bersemangat dalam mendakwahkan Islam bersama Muhammadiyah.
Mencari penghidupan merupakan hal yang wajar, dan banyak hal yang bisa kita lakukan di Muhammadiyah. Ada yang menjadi guru, dokter, perawat dan lain sebagainya melalui amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah. Ketika kita bekerja bersama Muhammadiyah, maka bukan hanya gaji yang kita dapatkan, tetapi juga pahala. Sehingga ‘hidup-hidupilah Muhammadiyah‘ terjalankan, dan bekerja untuk menghidupkan Muhammadiyah juga terlaksana. Tentunya dengan modal keikhlasan, profesionalitas, dan juga integritas.
Faktor Penting ber-Muhammadiyah
Ketika bekerja di Muhammadiyah dan untuk Muhammadiyah, ada faktor penting yang melatarbelakangi. Yakni faktor ideologis, di mana menjadikan Muhammadiyah sebagai jalan hidupnya dengan menghidupkan dakwahnya menjadi prioritas. Jika kapasitasnya mumpuni sehingga profesional, maka integritas serta semangat dalam ber-Muhammadiyah akan menjadikan seseorang mendapatkan pahala. Dari keduanya (profesionalitas dan integritas) itu, lalu keikhlasan dan kesadaran, maka menghidupkan dakwah Muhammadiyah sudah pasti ia lakukan. Selain karena sadar dengan identitas ke-Muhammadiyah-annya, juga karena adanya ikatan ideologis dan kesadaran mengemban dakwah Muhammadiyah.
Oleh karena itu, ketika kita bekerja di AUM, mari kita bekerja dengan profesionalitas dan integritas. Karena dengan adanya itu, sama halnya seperti kita menghidupkan Muhammadiyah, bukan semata mengutamakan nominal angka gaji yang di dapat. Kalau hanya gaji yang menjadi tolok ukur kita dalam bekerja di Muhammadiyah, maka mungkin kita hanya akan jadi ‘benalu’ di Persyarikatan yang akan menggerogoti Muhammadiyah. Hal ini akan sama jika kita ber-Muhammadiyah bukan karena mengharap ridho Allah SWT, tetapi karena jabatan, popularitas, ataupun lainnya, na’udzubillahimindzalik.
Mari kita hidupkan Muhammadiyah sesuai kapasitas, kapabilitas yang kita miliki. Sehingga kita benar-benar menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah mengemban dakwah Muhammadiyah. Serta mari kita ingat dan jadikan pengingat atas apa yang telah dipesankan KH. Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari penghidupan dari Muhammadiyah“.
Kalau pun kita bekerja di AUM, niatkan untuk mengemban dakwah dan membesarkan Muhammadiyah dengan landasan ikhlas mengharap ridho dari Allah semata. Kalau pun kita mendapatkan gaji ketika kita bekerja ataupun mengabdi di AUM, maka ini hanya imbalan duniawi dan jangan dijadikan ukuran utama. Keberkahan serta ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih utama.
Dan, jangan sampai kita hanya memanfaatkan Muhammadiyah untuk kepentingan diri sendiri, tanpa ingin mendakwahkan atau menghidupkan dakwah Muhammadiyah. Karena niscaya kita akan terpelanting dan tidak akan istiqomah, ketika hanya upah serta jabatan yang kita utamakan ketika di Muhammadiyah.
***
Mencari hidup mempunyai banyak artian, bisa mencari makna hidup atau pun cara menjalani hidup. Mencari penghidupan maka bisa bermakna ingin mendapatkan keuntungan, bisa berupa gaji ataupun lainnya. Inilah yang dimaksudkan KH. Ahmad Dahlan dalam pesannya 107 tahun yang lalu, kita tidak boleh memanfaatkan Muhammadiyah untuk mencari dan mementingkan keuntungan diri sendiri. Semoga kita tidak termasuk orang yang seperti ini.
Dan semoga kita ber-Muhammadiyah baik berorganisasi ataupun bekerja di AUM diniatkan ibadah dengan mengharapkan ridho Allah semata. Sehingga dalam ber-Muhammadiyah kita lakukan secara ikhlas, serta mempunyai kesadaran dan kemauan untuk menghidupkan dakwah Persyarikatan.
Wallahu a’lam bishawab
Editor : Shidqi Mukhtasor