Perspektif

Informasi: Yakin Sebarkan, Ragu Abaikan

3 Mins read

Seseorang pernah berkata, “Jika ada jarum yang jatuh di bagian belahan bumi sana, maka kita yang di sini dapat mengetahuinya dengan cepat”. Ini adalah sebuah ungkapan yang jika dilihat sepintas sangat berlebihan. Pasalnya, jarum adalah benda kecil yang tidak mudah dilihat, siapa juga yang tertarik untuk memperhatikan hal tersebut. Namun begitulah adanya pada zaman semaju ini.

Kemudahan Memperoleh Informasi

Kecepatan informasi yang dapat diperoleh hanya dengan kita duduk santai memainkan gadget “ucang-ucang” kaki atau bahkan sambil memakan kripik gurih. Sekejap, dalam posisi kita duduk, kita bisa mengetahui berbagai informasi yang terjadi di sekeliling kita bahkan di belahan bumi yang jauh di sana.

Di zaman kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, kita dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang sangat praktis. Beberapa pekerjaan yang tadinya berat, dengan bantuan teknologi menjadi lebih ringan. Bahkan banyak produksi digital yang dihasilkan dan sebelumnya belum pernah terfikikan.

Kemajuan ini juga menjadikan kita tau banyak hal, tanpa dipungkiri. Sekecil apapun beritanya. Terlepas dari benar tidaknya informasi yang kita peroleh tersebut, dan di siniah letak masalahnya.

Masa Urgen

Sejak mencuatnya wabah Covid-19 (Corona Virus Deases 2019) bulan Desember tahun lalu di China, tidak ada seorangpun yang tidak tau akan virus ini. Di Indonesia, kasusnya memang baru resmi diumumkan presiden bulan Maret awal lalu. Namun, berbagai pengamat memang sudah mengkaji penyebaran virus ini. Hingga saat ini, virus Covid-19 ini menjadi trending topik.

Di pelbagai platform media sosial, saluran televisi, surat kabar cetak, bahkan sampai tongkrongan/kerumunan ibu-ibu yang belanja sayur. Semua orang berpendapat dengan pengetahuan mereka masing-masing.

Untuk menanggulangi informasi yang simpang siur, pemerintah Indonesia mengabarkan secara berkala lewat tim yang kita ketahui sekarang bernama gugus tugas yang memberitahukan bagaimana virus ini menular dengan sangat cepatnya, bagaimana mencegah penularan, hingga data statistik dengan berbagai istilah yang dipakai ( ODP, PDP, OTG, positif, negative, beserta angka kematian yang disebabkan oleh virus ini.

Baca Juga  Gerakan Karantina Mandiri, Mungkinkah Jadi Solusi?

Edukasi Terlebih Dahulu

Pemerintah terus mengedukasi masyarakat dengan berbagai inovasi dan program yang sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia dan tetap mengacu pada pada protokol kesehatan dunia WHO (World Health Organization).

Mulai dari memberikan informasi bahwa cairan disinfektan dapat membunuh virus, menggunakan masker dapat melindungi diri sendiri dan orang lain, pelindung muka, rajin cuci tangan, physical distancing (di mana semua orang tidak boleh berkerumun dan harus berjarak minimal 1 meter), sampai isu new normal yang ramai diperbincangkan.

Tujuan semua ini sangatlah jelas agar bisa “menekan angka penyebran/terpapar virus” dan menang dalam perang melawan virus ini. Kekompakan dan solidaritas sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. Berbagai pakar, bahkan bukan hanya di Indonesia, sedang berusaha keras menemukan vaksin virus ini.

Meskipun pemerintah telah menyampaikan banyak informasi, praktek dalam masyarakat masih saja ada yang keliru. Tidak sedikit pula yang mengabaikan anjuran pemerintah; tidak memakai masker, masih berkerumun, jarang mencuci tangan, dan lain sebagainya. Ini karena mereka memiliki pemahaman masing-masing terhadap informasi yang mereka peroleh.

***

Sebagian orang-orang tidak terlalu intens terhadap informasi yang berasal dari pemerintah. Informasi yang mereka peroleh lebih banyak dari mulut-ke-mulut, antar grup WhatsApp dan sosial media lainnnya. Inilah yang menjadi kekhawatiran di zaman mudahnya informasi diperoleh.

Semua orang berhak menuliskan apa yang mereka pikirkan di media sosial manapun. Satu dua kata terlontar begitu bebas di media sosial tanpa tahu bahwa itu akan menjadi buah bibir orang banyak. Satu orang membaca dan memahami dengan pemahamannya sendiri yang belum tentu valid, lalu dibagikan ke teman terdekatnya. Atau dibagikan ke media sosial dan orang lain melihat itu. Tentu pemahaman setiap orang akan berbeda-beda pula. Kemudian menyebar luas dan jadi bahan obrolan.

Baca Juga  Covid-19: Menjadi Muslim Tanpa Masjid?

Di masa sulit pandemik ini, tugas kita sebagai umat manusia adalah menjadi manusia. Peduli dengan sesama, membantu sesama, saling menyemangati, dan menebarkan energi positif dengan apa yang kita tulis di media sosial. Menyaring kebenaran informasi yang diperoleh, tidak asal membagikan kepada orang lain atau grup WhatsApp, Instagram, Twitter, YouTube dan platform lainnya.

Tanpa disadari, sekecil apapun kita, orang di sekitar pasti memperhatikan kita. Artinya kita mempunyai pengaruh. Jika ada informasi yang tidak benar tersebar karena ulah kita, itu akan merugikan orang banyak bahkan diri sendiri. Selain itu, jangan mudah terpancing judul artikel atau berita atau apapun yang informasinya belum kita peroleh secara utuh. Pandai-pandailah dalam menyikapi sebuah informasi.

Ambil Sikap

Jika itu valid terpercaya dan layak untuk dibagikan, maka tidak ada salahnya untuk menyebarkan. Namun sebaliknya, jika kita saja tidak yakin dengan apa yang kita baca, atau ada sebuah keraguan benar tidaknya maka membagikannya ke orang lain tanpa menanyakan kebenarannya adalah tindakan yang salah.

Kita adalah bangsa yang cerdas, jika kita berusaha keras memerangi kebodohan yang ada pada diri kita. Mulai dari diri sendiri dengan cerdas membaca dan menanggapi sebuah bacaan, lalu tularkan kepada orang-orang terdekat kita.

Editor: Rizki Feby Wulandari

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *