Berbicara masalah keadaan di zaman sekarang mengenai perilaku minum-minuman keras, perzinaan, itu sudah mulai tidak asing lagi terdengar di telinga kita semua, terutama pada kalangan muda-mudi.
Dengan maraknya perilaku minum-minuman keras itu akan berdampak jelek bagi sekitarnya. Contoh ada seorang yang mabuk, akibat terburuknya dalam keadaan seperti itu dia bisa saja melakukan zina, bahkan bisa mencelakai orang. Tergantung tingkat kemabukan dan keadaan emosi si pemabuk.
Pendapat Wasil bin Atha’
Tentang masalah status pendosa, ada dua tokoh yang menanggapi tentang status dosa besar bagi orang mukmin. Dosa besar itu diantaranya khamr, berzina, durhaka kepada orang tua, membunuh, dll. Kalau dilihat dalam perspektif tokoh Mu’tazilah yaitu Wasil bin Atha’ mengatakan, bahwa orang Mukmin yang melakukan dosa besar itu tidak dianggap kafir maupun mukmin. Ia menyebut dengan istilah al-manzila bain al-manzilatain.
Artinya orang mukmin itu tidak kafir, juga tidak mukmin, tapi statusnya berada di tengah-tengah antara mukmin dan kafir. Jika meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan dimasukkan di dalam neraka selama-lamanya. Meskipun demikian siksaanya lebih ringan daripada siksaan orang kafir, karena di akhirat hanya ada surga dan neraka.
Pendapat Abu Hasan Al-Asy’ari
Pendapat lain ulama ahlussunnah wal jama’ah Abu Hasan Al-Asy’ari. Ia tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (Ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan sudah dosa besar. Mereka itu masih mukmin atau masih dalam keadaan beriman. Ia menolak pendapat Wasil bin Atha’ mengenai yang menganggap kedudukannya berada di tengah-tengah. Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan dari kufur, predikat dari orang itu harus satu, jika tidak mukmin ia kafir.
Al-Asy’ari juga berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, dikarenakan iman itu tidak akan hilang melainkan kufur. Tetapi perlu di ditegaskan, bahwa jika itu dilakukan dengan menganggap dosa besar itu halal, dan tidak meyakini (beriman) itu diharamkan oleh Allh, maka dianggap telah kafir. Yang dimaksud di sini itu orang yang sejak awal tidak beriman, makanya dia dianggap sudah kafir.
Belum Sempat Bertaubat
Pelaku dosa besar yang meninggal, sedangkan ia belum bertaubat. Al-Asy’ari berpendapat bahwa, Allah bisa saja mengampuni kalau memang dia mendapatkan Syafa’at dari Nabi Muhammd Saw. Allah akan memberinya siksaan tergantung dosa yang ia lakukan selama hidup di dunia, dan ia tidak akan kekal di neraka seperti orang kafir lainnya. kalau masih adanya iman dalam hatinya tersebut.
Jadi dia bisa masuk surga kalau hukumannya sudah selesai ditanggungnya nanti sewaktu di neraka. Maka di sini Abu Hasan Al-Asy’ari mengambil pendapat tentang status dosa besar yang sama dengan Murji’ah. Khususnya terhadap pertanyaan yang mana tidak mengkafirkan orang mukmin yang melakukan dosa besar.
Editor: Dhima Wahyu Sejati