Parenting

Ayah, Mengapa Aku Berbeda dengan Teman-temanku?

3 Mins read

“Ayah, memang aku beda sama temen-temen ya?” Mawar, perempuan berusia 7 tahun itu bertanya kepada ayahnya setelah ayahnya memberikan cerita pengantar tidur.

Hari ini adalah hari pertama Mawar masuk sekolah di SD. Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, ia tidak sabar ingin cepat-cepat sampai sekolah. “Ayo yah cepet. Aku udah nggak sabar,” teriaknya pada Ayah pagi tadi ketika ayahnya tengah menghabiskan sarapan. Di hari pertama yang spesial ini, ayahnya yang bertugas mengantarkan Mawar ke sekolah.

Sial. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Mawar dengan kulit putih bersih dan mata sipit menjadi perhatian ‘teman-teman’ barunya.

“Hei sipit!”, “Dasar China!”, “Mawar, kamu kalo merem terus kita tinggal lari nih!”

Sekolah yang ia harapkan menjadi tempat bermain yang menyenangkan, kini berubah menjadi tempat yang mengerikan. Harapan Mawar terlalu jauh panggang dari api.

Malamnya, teringat kejadian tidak menyenangkan di sekolah, Mawar bertanya kepada ayahnya. “Apa salah Mawar sama temen-temen yah?”

Ayahnya menelan ludah. Masalah ini begitu klasik. Ayah Mawar bahkan merasakan penderitaan yang lebih kejam dari Mawar. Ia menyaksikan jasad kakak kandungnya yang hangus terbakar ketika terjadi kerusuhan tahun 1998. Toko-toko China dibakar, dirajah, dirampok, tanpa tahu apa dosa mereka.

Ayahnya, yang sejak kecil telah terbiasa dicaci, sadar betul bahwa cacian itu juga akan ia wariskan kepada anaknya. Mata sipit dan kulit putih itu tidak bisa dipisahkan dari tubuhnya.

Di sisi lain, sebagai seorang muslim yang relatif taat beragama, ia selalu menanamkan sifat sabar kepada Mawar.

“Kamu nggak salah, Mawar. Mereka hanya belum kenal siapa kamu aja. Kamu harus doakan mereka biar mereka bisa kenal kamu dengan baik. Nanti mereka nggak akan ejek kamu lagi,” jawab ayahnya dengan penuh sikap hati-hati.

Baca Juga  6 Hal Pertimbangan Sebelum Memutuskan Punya Anak

“Tapi aku emang beda kan? Kita beda yah. Mata kita sipit. Kenapa? Kenapa sih kita nggak sama kaya mereka?” Mawar menuntut penjelasan lebih lanjut.

“Mawar,” ujar ayah Mawar. Ia merasa sudah waktunya berbicara agak serius dengan putrinya. Allah bisa saja menjadikan kita semua itu sama persis, seragam, sama rata, sama rasa, kembar siam seluruh manusia, imbuh ayah Mawar.

“Tapi, coba kamu bayangkan. Kalo semua manusia itu sama, terus kamu bisa bedain nggak antara Amma sama Diyah? Kamu bisa nggak bedain Andre sama Andra?”

Kalau semua orang punya pekerjaan yang sama, semua orang jadi penjahit misalnya. Nanti siapa yang bikin HP? Siapa yang bikin mobil buat anter kamu ke sekolah? Siapa yang bikin gedung sekolah? Siapa yang bikin sepatu sama buku tulis?

“Jadi,” imbuh ayah Mawar, “Perbedaan itu indah Mawar. Tuhan sengaja ciptain manusia itu beda-beda. Biar kita bisa bedain Dewa sama Dewi, bisa bedain mana Alfi mana Alfian, bisa bedain mana Angga mana Anggi. Bahkan, tetangga kita yang kembar aja tetep beda kan?”

Jadi, kamu jangan mengutuk perbedaan, Mawar. Perbedaan itu indah, sungguh indah. Kamu tahu, kucing dan kelinci itu, kalau punya tiga warna bulu di badannya, dia jadi mahal harganya. Padahal dia beda. Kucing lain cuma satu atau dua warna, tapi dia malah tiga warna. Apakah itu buruk? Tidak, tidak sama sekali.

“Temanmu yang cerewet siapa namanya?” “Ibrahim,” jawab Mawar. “Nah kalau semua orang sama cerewetnya kaya Ibrahim gimana? Bisa-bisa kompleks kita ini ramai sekali. Kasihan orang-orang tidak bisa tenang. Maka perlu ada yang cerewet, ada yang pendiam. Mana yang benar? Tidak ada, Mawar. Semua benar, semua boleh.”

Baca Juga  Bersabar Jadi Guru untuk Anak Sendiri

Ayah Mawar mengatakan bahwa kompleksnya butuh orang yang pendiam agar kompleks tenang dan damai. Tapi di sisi lain mereka juga butuh orang yang banyak omong agar sesekali ramai dan ceria. Kalau ada maling, kebakaran, atau bencana lain, perlu ada yang teriak-teriak dengan suara keras.

“Kalau kaya gitu, terus kenapa mereka pada bully aku yah?” Mawar belum puas.

Mereka, jawab ayah, belum memahami keindahan perbedaan itu. Mereka menganggap bahwa orang lain harus sama dengan mereka. Punya mata lebar dan kulit sawo matang. Padahal, itu sama dengan menolak kodrat Tuhan.

“Makanya, kamu harus kasih tau semua orang, kalo perbedaan itu indah. Kalo manusia nggak mungkin bisa sama kaya manusia lain. Tuhan menciptakan perbedaan. Tuhan melarang perpecahan, bukan melarang perbedaan. Kamu harus kasih tau semua orang Mawar. Biar keluarga kita, anak-anak kamu nanti, bisa hidup tanpa merasakan ejekan kaya yang kamu rasakan,” ayah Mawar menjawab dengan jawaban yang bisa jadi terlalu sulit dipahami oleh anak 7 tahun.

Maka, imbuh ayah Mawar, dekati teman-temanmu. Ajak mereka main. Ajak mereka ke rumah. Kita sambut mereka dengan baik. Nanti mama siapin makanan dan minuman buat mereka. Biar mereka melihat kalau kita juga orang baik.

Sebaliknya, Mawar. Kamu jangan pernah membalas ejekan mereka. Ejekan itu biar menjadi urusan mereka dengan Tuhan. Tugas kita adalah berbuat baik, Mawar. Ajak mereka bermain, bantu mereka kalau butuh bantuan, sisanya serahkan pada Tuhan, Mawar.

Ayah Mawar berharap nasehat itu tidak terlalu berat untuk Mawar. Ia kemudian meminta Mawar agar lekas tidur. Ia kecup kening Mawar dan keluar dari kamar.

Konten ini adalah hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Republik Indonesia

Editor: Yahya

Baca Juga  Mending Pergi Haji atau Menyekolahkan Anak?
Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Parenting

Ajarkan Kepada Anak-anak, Masjid Tak Sekedar Tempat Ibadah

3 Mins read
Ibadah adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Untuk memastikan agar generasi muda memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai agama…
Parenting

Nasihat Nashih Ulwan untuk Para Pendidik Anak

3 Mins read
Awalan, Abdullah Nashih Ulwan sangat gemar menulis, kertas dan pena senantiasa bersama dimanapun dia berada. Walaupun sibuk dengan kuliah, undangan dan ceramah, dia tetap meluangkan waktu…
Parenting

Hubungan Orang Tua dan Anak adalah Hubungan Kemanusiaan

3 Mins read
Hubungan orang tua dan seorang anak bisa dikatakan sebagai hubungan sosial dalam lingkup yang paling kecil. Bahkan, jika dalam kajian psikologi sosial,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *