Inspiring

Ayatullah Khomeini, Ulama-Politisi Pemimpin Revolusi Iran

4 Mins read

Revolusi Iran yang terjadi pada awal tahun 1979 adalah revolusi yang menutup cerita dinasti di Iran. Iran sebelumnya dikuasai oleh sembilan kekaisaran dan dinasti selama 2500 tahun lamanya. Mulai dari Medes di tahun 678 SM, Kekaisaran Akhemeniyah di tahun 550 SM, hingga terakhir Dinasti Pahlevi tahun 1925.

Raja terakhirnya Dinasti Pahlevi, Yang Mulia Baginda Mohammad Reza Pahlevi melarikan diri ke Mesir sebelum terjadi revolusi. Ketika ia berobat ke Amerika, terjadi peristiwa bersejarah: penyanderaan 66 staff Kedubes Amerika Serikat di Teheran. Penyanderaan tersebut meraih rekor penyanderaan terlama di dunia. Yaitu selama 444 hari.

Penyanderaan tersebut awalnya direncakan berlangsung singkat. Barang satu atau dua pekan. Namun, karena mendapatkan dukungan dari seorang ulama Islam Syiah dan politisi kharismatik, Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini, mahasiswa-mahasiswa anti-Pahlevi dan anti-Amerika tersebut memperpanjang masa sandera hingga lebih dari satu tahun. Peristiwa tersebut menjadi salah satu tonggak sejarah penting yang membuat permusuhan Iran VS Amerika berlangsung begitu awet dan langgeng.

Saat itu, pengaruh Khomeini memang sangat besar. Ia adalah salah satu tokoh penggerak, pelopor, dan pemimpin revolusi. Bahkan, setelah revolusi berlangsung, ia didapuk sebagai Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran.

Revolusi tersebut membuat dunia tercengang karena berhasil meruntuhkan rezim otoriter yang didukung oleh Barat, terutama Amerika dan Inggris, dan digerakkan oleh ulama. Selain itu, revolusi yang menggulung rezim otoriter tersebut terjadi lebih awal daripada transisi demokrasi di negara-negara Islam lain.

Menariknya, Khomeini menyerukan revolusi dari tanah pengasingan. Ia diasingkan selama 14 tahun di Turki, Irak, hingga Prancis. Namun, Khomeini telah kadung menjadi panutan umat Islam di Iran. Ide revolusi terus ia serukan ke masyarakat di Iran maupun di luar negeri yang ia temui.

Baca Juga  Irfan Amalee: Sang Maestro 'Peace Generation'

Ide tersebut menemukan momentum ketika terjadi krisis ekonomi akhir 1978 dan berhasil diselesaikan dengan baik oleh Khomeini dan pengikutnya pada awal tahun 1979. Revolusi Iran sering disebut sebagai revolusi terbesar ketiga di dunia. Setelah Revolusi Prancis dan Revolusi Bolshevik.

Biografi, Karya, dan Pemikiran Ayatullah Khomeini

Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini lahir pada 24 September 1902 di Khomeyn, Iran. Ayahnya, Seyyed Mostafa Hendi meninggal ketka Khomeini berusia lima tahun. Ia belajar Alquran dan Bahasa Persia di sekolah lokal.

Pada tahun 1920, ia masuk ke sebuah seminari di Arak. Di bawah bimbingan Ayatullah Abdul Karim Haeri Yazdi. Tak lama kemudian, ia bertolak ke Qom. Di Qom, Khomeini belajar syariah, fikih, dan filsafat. Setelah menamatkan pendidikan, ia menjadi guru di Qom. Ia mengajar fikih, ushul fikih, filsafat politik, dan sejarah Islam.

Menurut murid-muridnya, Imam Khomeini memiliki perilaku spiritual dan akhlak Islam. Ia mendorong murid-muridnya untuk berpikir mandiri dan selalu berkembang. Ia kecewa ketika mendapati tidak ada muridnya yang mengajukan pertanyaan atau keberatan. Khomeini ingin agar murid-muridnya memiliki sikap yang kritis.

Sebagai ulama, ia menulis lebih dari empat puluh buku. Beberapa karya yanng telah ia lahirkan antara lain Forty Hadith, Jihade Akbar, Syarh Du’a al-Sahar, Misbah al-Hidayah fi al-Khilafah wa al-Wilayah, Chihil Hadits, Sirr (Asrar) ash-shalat, Adab ash-Shalat, Kasyf al-Asrar, Tahrir al-Wasilah, Al-Hukumah al-Islamiyah, Jihad al-Akbar, dan Liqa’ Allah. Ia mendapatkan gelar Ayatollah yang berarti Pemberian dari Tuhan.

Penahanan dan Pembuangan

Sebelum tahun 1963, nama Khomeini tidak begitu dikenal. Pada tahun 1963, ia mengecam pemerintah Pahlevi dalam sebuah ceramah. Ia menyebut Pahlevi sebagai orang yang celaka dan menyedihkan.

Hal tersebut membuat marah Pahlevi. Pahlevi kemudian menangkap Khomeini. Penangkapan tersebut membuat masyarakat yang telah mengenal Khomeini sejak awal melakukan demonstrasi. Berbegai demonstrasi yang terjadi kemudian melambungkan nama Khomeini. Ia menjadi simbol perlawanan terhadap Shah dari kelompok Islam.

Baca Juga  Bahaya Memelihara Rasa Dendam bagi Kesehatan

Saat itu juga terdengar desas-desus bahwa Khomeini akan dieksekusi. Mendengar kabar tersebut, ulama Iran paling senior, Mohammad Kazem Shariatmadari menganugerahi Khomeini dengan gelar Ayatullah Agung. Orang dengan gelar tersebut tidak boleh digantung.

Gagal membunuh Khomeini, Pahlevi membuangnya ke Turki dan kemudian dipindahkan ke Najaf, Irak. Khomeini menghabiskan waktu 14 tahun di Najaf. Namun, api perlawanan terhadap rezim diktator tak surut. Khomeini rajin memberikan ceramah di Najaf. Ceramah-ceramah yang berisi perlawanan terhadap Pahlevi tersebut direkam oleh pengikutnya dan diselundupkan ke Iran.

Ceramah-ceramah Khomeini diputar di berbagai masjid di seluruh penjuru Iran. Khomeini memimpin perlawanan dari pengasingan. Sebuah peran yang jarang dimainkan oleh revolusioner lain di dunia. Hingga tahun 1970an, rekaman ceramah Khomeini menyebar semakin luas. Khomeini juga membangun jaringan dengan berbagai gerakan Islam transnasional seperti Ikhwanul Muslimin dan pejuang Palestina.

Mengetahui hal tersebut, Pahlevi memperketat arus perjalanan Iran dan Irak. Kuota ziarah ke Najaf dikurangi. Harga rekaman ceramah Khomeini kemudian naik drastis. Tak cukup dengan itu, Pahlevi kemudian meminta otoritas Irak untuk mengusir Khomeini dari Irak. Karena hubungan yang baik antara Irak dan Iran, Khomeini berhasil disingkirkan. Ia kemudian memilih menetap di Prancis.

Di Prancis, suara Khomeini semakin didengar oleh dunia internasional. Khomeini berhasil menjadi juru bicara oposisi Iran ke dunia internasional. Sehari-hari rumahnya dibanjiri oleh jurnalis.

Pasca Revolusi

Pada awal tahun 1979, revolusi pecah. Pahlevi melarikan diri ke Mesir. Sebagian militer berpihak ke massa dan sebagian lagi bersikap netral. Ayatullah Khomeini kemudian membentuk dewan revolusi dan segenap perangkatnya untuk menyusun dasar negara yang baru.

Saat melawan rezim Shah, umat Islam tidak sendirian. Ada tiga kelompok besar berhaluan marxis yang juga ingin meruntuhkan Dinasti Shah. Mereka bahu-membahu bersama umat Islam dalam berbagai aksi masa.

Baca Juga  Bahtiar Effendy: Jejak dan Pemikiran Politik Islam

Kelompok komunis tersebut berpikih bahwa Khomeini yang sudah cukup tua tidak akan bisa memegang tampuk kepemimpinan setelah Dinasti Shah runtuh. Setelah revolusi, mereka berharap bisa memegang tampuk kepemimpinan. Perbedaan ideologi dengan kelompok Islam Syiah sudah mereka sadari sejak awal.

Sayang, perkiraan mereka salah. Khomeini tidak cukup mengakomodir kepentingan kelompok komunis. Karena tidak mendapatkan ‘kue’, kelompok komunis lagi-lagi melawan kelompok Khomeini yang tengah menyusun dasar-dasar negara. Bulan madu kelompok kiri dan umat Islam resmi berakhir pada tahun 1988.

Sebagai pemegang otoritas yang sah, Khomeini memukul mundur komunis. Ia meresmikan program Revolusi Kebudayaan, yang salah satu programnya adalah membantai orang-orang kiri. Sepuluh tahun sebelumnya, Khomeini pernah berkata kepada seorang jurnalis di Prancis, bahwa ia akan mendirikan negara republik seperti Prancis.

Mendengar pernyataan itu, orang-orang kiri semakin bersemangat. Mereka semakin mesra dengan kelompok Islam. Sayang, pernyataan Khomeini di atas adalah pernyataan diplomatis.

Hal yang sama juga disampaikan oleh loyalis Khomeini sekaligus penerusnya, Ali Khamenei. Sebelum revolusi, Ali Khamenei berada di dalam penjara bersama tokoh kiri, Housang Asadi. Saat Khamenei kedinginan, Housang memberikan jaket kepada Khamenei.

Melihat perlakuan baik sahabatnya, Khamenei menangis sambil berkata, “Housang, ketika Islam berkuasa, takkan jatuh setetes pun air mata dari orang-orang tak berdosa.” Pada tahun 1981, Khamenei terpilih sebagai Presiden Republik Islam Iran.

Dalam pidato pelantikannya, sebagaimana dilansir dari Tirto, ia bersumpah untuk menyingkirkan “penyimpangan, liberalisme, dan kaum kiri yang dekat dengan Amerika.”

Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *