Perspektif

Baduy dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Alam

3 Mins read

Pada 6 Juli 2020, lembaga adat Baduy (terutama Baduy Dalam) berkumpul di salah satu rumah Jaro (tetua adat). Mereka adalah Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati, dan Jaro Madali sebagai Pusat Jaro 7.

Mereka semua membubuhkan cap jempol pada surat perihal permintaan mereka kepada pemerintah agar wilayahnya dihapuskan dari peta destinasi wisata. Surat permintaan itu ditujukan kepada presiden, Gubernur Banten, Bupati Lebak, dan sejumlah kementerian terkait.

Baduy Sebagai Destinasi Wisata

Heru Nugroho, salah satu orang yang ditunjuk untuk menyampaikan mandat menyatakan bahwa wacana penghapusan kawasan Baduy sebagai destinasi wisata sudah muncul pada 16 April 2020. Menurut Heru, adanya permintaan penghapusan itu disebabkan karena kunjungan wisatawan yang dianggap berlebihan.

Kunjungan ini memicu munculnya masalah baru, seperti banyaknya sampah plastik yang berserakan dan tersebarnya foto-foto wilayah Baduy Dalam di internet. Padahal, wilayah Baduy Dalam merupakan kawasan yang sakral dan sangat dilarang untuk mengambil foto. Selain itu, dengan membanjirnya wisatawan yang datang membuat warga Baduy merasa risih karena menjadi objek tontonan.

Meningkatnya intensitas wisatawan yang datang ke Baduy tentu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Pemerintah Provinsi Banten menetapkan Baduy sebagai salah satu di antara tujuh pariwisata andalan Banten.

Namun anehnya, ketika pembangunan pariwisata berbasis alam ini sudah berjalan, pemerintah kurang melakukan pengawasan tehadap kebijakan tersebut. Sehingga perkembangan pariwisata ini memicu penolakan warga Baduy sebab mengancam kelestarian lingkungan dengan menumpuknya sampah-sampah plastik

Penataan Pariwisata

Dari permasalahan di atas terlihat ada yang tidak beres dalam penataan pariwisata berbasis alam di Baduy. Di tengah berkembangnya pariwisata di Kampung Baduy, selaras juga dengan berkembangnya perekonomian penduduk setempat. Kini banyak dari warga baduy yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata.

Baca Juga  Pentingnya Menjaga Lingkungan Menurut Ajaran Islam

Namun di balik semua itu, alam yang menjadi rumah bagi mereka kini mulai dicemari dengan menumpuknya sampah plastik. Meningkatnya kunjungan wisatawan ditambah menjamurnya usaha dagang warga yang sebagian besar menjual produk makanan dan minuman berkemasan plastik membuat sampah plastik semakin banyak berserakan di sana.

Padahal, suku Baduy terutama Baduy Dalam dikenal sebagai suku yang sangat memegang teguh adat istiadat yang diwariskan leluhur. Mereka sangat mematuhi larangan-larangan yang berlaku. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga kelestarian alam.

Dalam menjalani hidupnya sehari-hari, mereka menjalaninya dengan sangat sederhana. Mereka  tidak menggunakan kendaraan sebagai alat transportasai, tidak memakai alas kaki dan tidak menggunakan alat elektronik serta peralatan modern lainnya.

Permasalahan yang Dihadapi Baduy

Suku Baduy kini menghadapi permasalahan yang bukan lagi soal mematuhi ajaran leluhur. Tetapi suku Baduy dihadapkan pada kondisi meningkatnya pembangunan pariwisata berbasis alam di wilayah mereka. Namun sayang seribu sayang, pembangunan pariwisata ini tidak diiringi dengan regulasi yang sesuai dengan ajaran leluhur mereka.

Akibatnya, terjadi peningkatan kunjungan wisatawan dan menjamurnya warung-warung yang menjual produk makanan dan minuman, yang lagi-lagi berkemasan plastik. Kondisi ini bila tidak segera di atasi, maka suatu waktu dapat mengancam kelestarian alam dan keberlangsungan adat istiadat yang berlaku di Baduy.

Pariwisata berbasis alam yang demikian ini melihat alam sebagai aset ekonomi dan pembangunan industri pariwisata. Sehingga adanya daya tarik wisatawan dipandang sebagai harapan bagi perekonomian daerah dan nasional.

Katanya, kebijakan ini sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam dan melibatkan masyarakat lokal untuk berperan dalam pembangunan pariwisata. Namun kenyataannya tidaklah demikian, seringkali sistem pariwisata berbanding terbalik dengan keinginan masyarakat lokal dan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian alam itu sendiri.

Baca Juga  Pertobatan Ekologis: Sebuah Seruan untuk Kembali Menyayangi Alam

Oleh sebab itu, kepedulian terhadap lingkungan dari masyarakat, LSM dan pemerintah sangat dibutuhkan. Bila memang menginginkan pariwisata berbasis alam di Baduy tetap berjalan, maka perlu adanya regulasi-regulasi yang ketat dan pro terhadap masyarakat lokal.

Jangan sampai dampak kerusakan yang disebabkan oleh pembangunan pariwisata ini semakin besar. Sehingga mengancam kelastarian lingkungan dan terkikisnya kearifan lokal masyarakat setempat hanya karena alasan ekonomi.

Negara dan Politik-Ekologis

Kehendak masyarakat yang ingin mengahapuskan kawasan Baduy sebagai destinasi wisata harap menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah setempat. Apakah pembangunan pariwisata yang berjalan selama ini sudah memperhatikan dampak lingkungan dan kearifan lokal masyarakat, atau hanya berorientasi pada laba?

Bila memang ingin tetap dilanjutkan, maka perlu adanya pendidikan dan pembelajaran yang menyeluruh bagi individu dan masyarakat.  Pendidikan etika dan moral dalam mengelola ekosistem haruslah mampu berkelanjutan bagi manusia dan lingkungan.

Selain itu, dalam level nasional, negara perlu memberikan perhatian terhadap kelestarian lingkungan hidup dengan politik-ekologis. Putusan politik harusnya tidak hanya menjadikan alam sebagai objek dan modal pertumbuhan ekonomi. Namun juga menghargai alam dan mengutamakan masyarakat lokal, atau biasa disebut dengan konsep tourism based community.

Dengan konsep seperti itu, maka tindakan eksploitatif dapat dihindarkan. Karena adanya ikatan pertanggung jawaban masyarakat terhadap kondisi sosial dan ekologis. Misalnya dengan mengelola potensi pariwisata secara mandiri untuk kehidupan bersama.

Tentu pengelolaan ini didasarkan adanya sinergitas dan dukungan dari individu dan masyarakat serta perhatian pemerintah. Dengan begitu, maka eksploitasi terhadap lingkungan dapat dikontrol. Sehingga manusia dan alam dapat berjalan berdampingan dan kearifan lokal masyarakat setempat tetap lestari.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *