Dalam sejarahnya, Singapura pernah menjadi satu di antara pusat Islam paling penting di Asia Tenggara. Hal itu disebabkan oleh keunggulannya sebagai pintu masuk bagi perdagangan internasional antara Eropa, Timur Tengah, Australia, dan Timur Jauh.
Di sisi lain, selain sebagai Transit perdagangan, posisinya yang strategis juga telah memungkinkannya menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, baik pada masa kesultanan Malaka (sebelum kedatangan kolonial Eropa), masa kolonial, sampai pada awal abad ke-20.
Karena itu, jelaslah bahwa Singapura mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Peran penting tersebut perlahan-lahan berakhir ketika kekuasaan kolonial semakin kokoh. Tapi pada akhirnya, Singapura memisahkan diri dari negara federasi Malaysia dan menjadi negara republik yang merdeka pada tahun 1965.
Sejak saat itu, umat Islam menjadi minoritas. Komunitas muslim yang sebagian besar adalah bangsa Melayu, menempati posisi kelas dua di bawah etnis Cina. Berikut ini akan diuraikan perkembangan Islam dalam berbagai fase sejarah Singapura (Helmiati: 2014).
Islam di Singapura
Dalam konteks Islamisasi di Asia Tenggara, Tumasik (Singapura dulu) menempati posisi yang strategis di selat Malaka. Posisi ini merupakan nilai lebih yang dimiliki Singapura dan menjadikannya sebagai transit perdagangan dari berbagai kawasan.
Pada sisi lain, selain sebagai transit perdagangan, letaknya yang strategis juga telah memungkinkannya menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, baik pada masa kesultanan Malaka (sebelum kedatangan kolonial Eropa), masa kolonial, sampai pada awal abad ke-20.
Peran penting tersebut segera berakhir tatkala Singapura memisahkan diri dari negara federasi Malaysia. Umat Islam menjadi minoritas. Selanjutnya, komunitas muslim yang sebagian besar adalah bangsa melayu menempati posisi kelas dua di bawah etnis Cina.
Pada perkembangan selanjutnya, Islam di Singapura disebarkan oleh para ulama dari berbagai belahan Asia Tenggara dan Anak Benua India, seperti Syekh Khatib al-Minangkabawi, Syekh Ahmad Aminudin, dan Syekh Habib Ali Habsi.
Berdasarkan teori-teori Islamisasi di atas, dapat dipastikan Bahwa para pedagang muslim dari Arab dan Persia, khususnya, yang melakukan pelayaran ke Selata Malaka antara abad ke-8 Sampai abad ke-11 M, juga telah mengunjungi dan singgah di Tumasik. Sebab, Tumasik masa itu telah menjadi kota pelabuhan penting yang diperebutkan oleh Sriwijaya dan Majapahit sebagaimana dijelaskan di atas.
Posisi Strategis Singapura/Tumasik
Sebagaimana disebutkan di atas, Singapura (dulu Tumasik) sendiri menempati posisi yang strategis dan karenanya mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Sejak masa kuno, Tumasik telah menjadi kota pelabuhan yang ramai disinggahi kapal-kapal para pedagang dari berbagai belahan dunia; India, Persia, Arab, dan termasuk Eropa.
Bahkan sejak pertengahan abad ke-19 sampai dengan awal Abad ke-20, Singapura menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, melalui produksi, reproduksi, dan distribusi kitab-kitab cetak keagamaan, dari wilayah Asia Tenggara maupun Timur Tengah dan Eropa (Saefullah: 2016).
Proses masuknya Islam di Singapura, sebagaimana di daerah Lain di Asia Tenggara, diselimuti legenda dan mitos. Akan Tetapi, fakta sejarah dan temuan arkeologis dapat memastikan, atau setidaknya menguatkan perkiraan, bahwa Islam telah hadir di Singapura (dulu Tumasik) sejak masa-masa awal negara pulau di ujung Semenanjung Malaya ini terlibat dalam perdagangan internasional.
Pada abad ke-10-14 M, telah terjadi the booming trade (ledakan perdagangan) di wilayah Asia Tenggara umumnya, dan khususnya di Semenanjung Malaya. Hal ini memastikan seluruh pelabuhan, kota laut, dan pusat komersial di Selat Malaka, tak terkecuali Tumasik, ikut terlibat dalam perdagangan tersebut. Kota-kota pesisir merupakan wilayah yang pertama kali disinggahi para pedagang tersebut, yang berasal dari Arab, Persia, India, dan Cina. Pada Saat bersamaan, para pedagang muslim telah terlibat dalam perdagangan internasional di wilayah ini.
***
Perdagangan kaum muslimin, khususnya Arab dan Persia di Asia Tenggara, mengalami peningkatan yang sangat pesat antara abad ke-8 hingga ke-11 M. Mereka mengarungi Samudera India, hilir mudik, dari Laut Mediterania – Arab, dan juga sebaliknya. Kota-kota pesisir dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Malaya menjadi pemukiman-pemukiman bagi para pedagang muslim tersebut.
Sebagian dari mereka bahkan diberitakan menetap dan berkeluarga di sana. Dengan demikian, dapat disimpulkan sementara, bahwa Islam telah hadir di Tumasik (sekarang Singapura) paling awal abad ke-8 M atau paling Lambat abad ke 11 M. Hingga permulaan abad ke-16 M, Singapura lama tetap menjadi pemukiman muslim, bersama para pedagang lain, baik dari Eropa, India, maupun Cina, dan sekaligus menjadi pelabuhan penting di bawah kekuasaan kesultanan Malaka, sampai dengan kesultanan ini ditaklukkan oleh Portugis pada 1511 M.
Editor: Yahya