Perspektif

Bagi Si Miskin, #DiRumahAja Lebih Berbahaya daripada Corona

2 Mins read

Dalam bahasa Indonesia Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti dengan kefakiran yang berasal dari asal kata fakir dengan awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat kekurangan.

Al-Qur’an memakai beberapa kata dalam menggambarkan kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum, tetapi dua kata yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur’an. Kata fakir dijumpa dalam al-Qur’an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut sebanyak 25 kali,  yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang hampir sama.

Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak-berdayaan – ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, kelompok, bangsa bahkan negara yang menyebabkan kondisi tersebut  rentan terhadap timbulnya berbagai permasalahan kehidupan  sosial.

Keluar dari Perdebatan

Umat Islam seharusnya keluar dari perdebatan boleh tidaknya shalat jamaah di rumah atau di masjid. Tetapi bagaimana agama dan masjid berfungsi menghadapi wabah Covid-19. Misalnya bagaimana masjid sebagai penghimpun dana untuk membeli masker yang semakin mahal atau untuk menghidupi orang yang tidak bekerja selama ada wabah Corona. 

Karena bagi Si Miskin, tidak bekerja selama Corona itu jauh lebih mengancam hidupnya. Dengan kata lain bagi kaum miskin, ternyata memilih di rumah saja, alias tidak bekerja lebih berbahaya daripada Corona. Berbeda dengan yang berpenghasilan tetap, si Miskin terancam hidupnya karena tidak ada pemasukan sama sekali.

Kaum miskin adalah tanggung jawab kita, terutama umat Islam. Sebab masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius. Namun potensinya belum tergali secara signifikan guna membebaskan masyarakat dari berbagai masalah. Padahal agama secara inheren memiliki nilai-nilai emansipasi kepada kaum miskin. Dalam konteks Indonesia, ketertinggalan yang berarti kemiskinan merupakan tantangan yang harus diatasi dengan partisipasi dan keberpihakan agama pada orang miskin.

Baca Juga  Tiga Catatan untuk Majalah Tabligh dan Buya Risman

Di sini Masjid dan umat beragama harus memikirkannya, tidak hanya sebagai tempat ritual peribadatan. Kritik Surat Al-Maun jelas, bagi kaum yang rajin shalat tetapi tidak berpihak pada kaum lemah, disebut sebagai ”Pendusta Agama”. Maka sebagai bangsa yang religius, kita perlu berpikir serius tentang tanggung jawab moral-sosial terkait apa yang dihadapi bangsa ini supaya tidak menjadi ”Pendusta Agama”.

Agama dengan iman diharapkan ada pada garda terdepan perubahan sosial dan perbaikan derajat hidup dan kehidupan umatnya. Pada batasnya, tugas mulia hadirnya agama adalah untuk membangkitkan umat dari ketertinggalan. Ketertinggalan yang berarti kemiskinan dalam Islam dianggap sebagai persoalan serius sekaligus berbahaya. Karena kemiskinan terkadang menjadikan tingkat keimanan menjadi terganggu dan justru dikhawatirkan hilang atau dekat dengan kekufuran.

Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Tidak hanya di desa-desa, namun juga di kota-kota. Di balik kemewahan gedung-­gedung pencakar langit di kota, misalnya, tidak terlalu sulit dijumpai rumah-­rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan.

Selama ini kemiskinan lebih sering dikaitkan dengan dimensi ekonomi karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur, dan diperbandingkan. Padahal kemiskinan berkaitan juga dengan berbagai dimensi lainnya, antara lain dimensi sosial, budaya, sosial politik, lingkungan (alam dan geografis), kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti.

Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk memahami secara komprehensip sebagai pertimbangan pengentasan kemiskinan. Jika kebijakan semua orang harus berada di rumah, maka perlu dipikirkan bagi orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap ini. Jadi mari sampaikan kepada orang miskin di sekitar kita supaya sadar tentang bahaya Corona. Tapi pada saat yang sama bantu kehidupan mereka supaya bisa #DiRumahAja.

Baca Juga  Dari Rasjidi sampai Hamka: Siapa Penerus Estafet Nahi Munkar Selanjutnya?
Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds