Review

Bagian Waris Laki-laki dan Perempuan, Mungkinkah Setara?

3 Mins read

Dalam QS. An-Nisa ayat 11, Allah berfirman:

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.

Dari ayat tersebut, kita mendapat informasi bahwasannya bagian warisan anak laki-laki adalah dua kali bagian warisan anak perempuan. Menurut beberapa kalangan, pembagian ini sudah mutlak tak bisa diotak-atik lagi karena memang seperti itu lah yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt di Al-Qur’an.

Dalam Jurnal yang berjudul Teori Batas Kewarisan Muhammad Syahrur dan Relevansinya dengan Keadilan Sosial, Musda Asmara, Rahadian Kurniawan, dan Linda Agustian kembali mengkaji ayat di atas lewat penafsiran dan pendekatan baru.

Penelitian ini menggunakan analisa Teori Batas Muhammad Syahrur untuk mendapatkan pemahaman yang baru dari penafsiran ayat ini.

Kenapa Pembagian Warisan antara Laki-laki dan Perempuan Timpang?

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu kondisi di mana nilai keadilan yang ada pada zaman dahulu (setidaknya di zaman ketika ayat tersebut di turunkan) tentunya berbeda dengan nilai keadilan yang berlaku pada zaman sekarang ini.

Dahulu, mungkin hak-hak serta tanggungjawab yang diemban oleh para perempuan tak sama atau bisa dikatakan lebih ringan daripada yang diemban oleh laki-laki, karena memang sistem kultur sosial-masyarakat ketika itu memandang rendah derajat dan menganggap remeh peran dan kemampuan perempuan di beberapa bidang. Karenanya, perempuan mendapat peran dan tanggungjawab yang lebih sedikit ketimbang laki-laki.

Maka logis saja, keadaan tersebutlah yang melatarbelakangi kenapa bagian warisan laki-laki dua kali lebih banyak (2:1) daripada bagian wanita.

Tapi keadaan sekarang tentunya berbeda dengan keadaan dahulu. Di zaman sekarang, perempuan banyak terlibat dalam berbagai pekerjaan dan peran yang sama dengan laki-laki. Bahkan, ada juga perempuan yang menjadi tulang punggung, mencari nafkah untuk keluarganya agar tetap bisa menyambung hidup.

Baca Juga  Merawat Khazanah Sastra Indonesia Lama yang Hampir Terkubur

Maka, tentu kita bisa simpulkan bahwa karena kondisi dan struktur sosial zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman dulu, terutama yang menyangkut dengan peran perempuan dan laki-laki, maka nilai-nilai keadilan pun juga pasti akan berubah, mengikuti perkembangan zaman.

Lalu, masih relevankah pembagian warisan 2:1 antara laki-laki dan perempuan mengingat nilai keadilan zaman sekarang juga sudah tak seperti dulu lagi?

Sekilas tentang Teori Batas (Hudud)

Muhammad Syahrur adalah cendekiawan muslim yang berasal dari Damaskus yang ahli di bidang matematika dan fisika. Teori Batas dalam penafsiran Al-Qur’an ini tak lepas dari pengaruh kepakarannya dalam bidang matematika.

Teori Batas (Hudud) adalah teori yang dirancang dan dibangun atas asumsi bahwa, risalah Islam yang dibawa Muhammad Saw, adalah risalah yang bersifat mendunia (‘alamiyyah) dan dinamis. Teori ini digunakan untuk menyesuaikan ayat-ayat muhkamat (ayat-ayat hukum, termasuk juga hukum waris) agar tetap relevan dengan kondisi sosial masyarakat, selama masih dalam wilayah batasan hukum Allah.

Dalam hal al-hudud fi al-‘ibadah (batasan-batasan terkait ritual ibadah murni), menurut Syahrur tak ada ruang ijtihad di dalamnya. Tak boleh untuk melakukan ijtihad baru di wilayah ibadah murni. Misal, orang ingin membuat variasi baru dalam gerakan Shalat, maka hal ini tentu tidak dibolehkan oleh Teori Hudud.

Namun dalam al-hudud fi al-ahkam (batas-batas dalam hukum), maka ijtihad dibolehkan di sini. Selama tidak keluar dari koridor bingkai-bingkai ketetapan Allah (hududullah). Maka konsekuensi logis, penafsiran hukum Allah jadi lebih dinamis dan fleksibel sesuai dengan perubahan zaman.  

Menerapkan Teori Batas dalam Pembagian Warisan

Dalam kaca mata Teori Hudud, pembagian warisan 2:1 (dua banding satu) antara laki-laki dan perempuan tidak dimaknai dengan “laki-laki mendapat dua bagian dari wanita”, namun dimaknai dengan “(dua) adalah batas maksimal dari warisan laki-laki dan (1) adalah batas minimun dari bagian warisan wanita”.

Baca Juga  Muhammad Syahrur: dari Syari'ah Ayniyya ke Syari'ah Hududiyyah

Maka, apa konsekuensinya? Konsekuensinya adalah, adanya fleksibilitas dalam pembagian warisan menyesuaikan dengan tanggungjawab dan peran yang diemban oleh sang penerima. Yang pada intinya, perempuan tak akan mendapat jatah yang kurang dari 2:1 jatah laki-laki, dan tak mungkin melebihnya.

Dari pihak laki-laki pun, batas maksimal dia memperoleh warisan adalah 2:1 dari warisan yang diterima oleh perempuan dan bisa kurang dari itu asal tak kurang dari jatah minum yang diterima oleh perempuan.

Contoh dari pemikiran waris Syahrur terhadap kehidupan sekarang yaitu:

Jika seorang ayah wafat dan meninggalkan satu anak laki-laki dan dua anak perempuan, dengan kasus anak perempuan pertama menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya meninggal dunia dan anak laki-laki juga menjadi tulang punggung keluarga juga dan anak perempuan kedua belum menikah, nah apakah mungkin di situ pembagian antara laki-laki dengan perempuan masih berbanding 2:1 sedangkan dalam hal ini anak perempuan pertama juga memiliki tanggung jawab yang besar terhadap roda perekonomian keluarga. Apakah mungkin pembagian akan masih 2:1 dengan adanya kasus tersebut?

Contoh Kasus

Seorang wafat meninggalkan 100 Gram emas dengan ahli waris terdiri dari istri, ibu, dan 3 anak yang terdiri dari satu orang anak perempuan dan dua oranglaki-laki.

Prosedur penyelesaian hartanya adalah sebagai berikut: Pertama, istri memperoleh 1/8 dari harta, atau 100 x 1/8 = 12,5. Maka, sisa harta sejumlah 87,5 Gram emas.

Kedua, ibu memperoleh 1/6 dari sisa harta, atau 87,5 x 1/6 = 14,57 Gram emas. Dengan demikian, sisa harta kedua adalah 87,5 – 14,57 = 72,92 Gram emas.

Ketiga, kelompok (pihak) anak laki-laki memperoleh 1/2 dari sisa harta kedua. Demikian pula, kelompok anak perempuan memperoleh 1/2 dari sisa harta kedua, yaitu masing-masing pihak/kelompok mendapat 72,92 x 1/2 = 36,46 Gram emas.

Baca Juga  Atas Nama Kemanusiaan: Mengambil Hikmah dari Film In Darkness (2011)

Karena jumlah laki-laki adalah dua orang, maka masing-masing anak laki-laki memperoleh bagian 36,46 x 1/2 = 18,23 Gram emas.

Dalam kondisi ini, satu bagian perempuan sebanding dengan dua bagian laki-laki. Selain itu, dalam pembagian ini tidak perlu dipergunakan mekanisme radd dan awl, karena harta sudah terbagi secara keseluruhan.

Resumer & Editor: Yahya FR

Avatar
1339 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *