“Saya bukan aktivis lingkungan, dan tak menganggap diri sendiri sebagai pencinta alam. Saya menghabiskan sepanjang hidup di kota-kota, menikmati gawai buatan jalur pasokan industri tanpa pikir panjang. Saya tak pernah berkemah, setidaknya tak dengan sengaja. Saya sama dengan orang Amerika lain yang menjalani hidup dengan kelalaian fatal, dan tak tahu menahu, terkait perubahan iklim, yang bukan hanya ancaman terbesar yang pernah dihadapi kehidupan manusia di planet ini, melainkan juga ancaman dengan kategori dan skala yang berbeda. Yakni, skala kehidupan manusia itu sendiri. Beberapa tahun lalu, saya mulai mengumpulkan cerita-cerita perubahan iklim, banyak di antaranya narasi mengerikan, mencekam, ganjil.”
Pemanasan global saat ini sudah terjadi. Negara-negara yang memiliki kekayaan yang tumpah ruah sedang mempersiapkan bagaimana jika bumi sudah tidak layak huni?
Mungkin akhir-akhir ini, kita sering mendengar jika NASA sedang mempersiapkan Mars untuk dapat ditinggali oleh manusia. Amerika negara besar akan dihajar habis-habisan oleh bencana tempatnya terdapat di daerah California. Bahkan di seluruh dunia, bahwa akibat dari krisis iklim akan menyebabkan bumi akan semakin panas. Suhu pada setiap tahunnya akan selalu meningkat, gempa, kebakaran hutan, banjir dan tsunami itu yang akan dirasakan umat manusia.
Televisi atau media selalu menginformasikan bahwa hal itu adalah bagian dari bencana alam atau bencana musiman. Padahal kenyatannya, rentetan bencana tersebut adalah akibat ulah manusia. Menteri Luar Negeri Kepulauan Marshall mengatakan bahwa bencana alam saat ini dapat dikatakan sebagai bagian dari “genosida”. Itu semua adalah ulah manusia yang gemar melakukan kerusakan lingkungan.
Dampak Perubahan Iklim
Davide Wallace Wells mengatakan bahwa perubahan iklim akan mempercepat dua tren merusak janji pertumbuhan ekonomi. Pertama, menghasilkan stagnasi ekonomi global yang di beberapa daerah akan terjadi resesi berat yang permanen.
Kedua, dengan menghajar orang miskin lebih dramatis daripada orang kaya, secara global maupun dalam masing-masing negara, menunjukan kesenjangan pendapatan yang makin besar, yang makin tidak diterima banyak orang.
Kondisi tersebut memonopoli kekuasaan atas kekuasaan sosial yang sekarang dinikmati kaum mahakaya. Dunia akan mengalami banyak masalah. Teknologi berkembang sangat pesat, perkembangan tersebut membantu manusia. Akan tetapi, krisis iklim tidak mudah dihindarkan sekalipun manusia menciptakan energi terbarukan. Hal itu dapat dikatakan sebagai bagian dari evolusi bahwa manusia selalu dapat survive untuk dapat mendiami bumi atau menciptakan teknologi untuk dapat tinggal di antariksa.
Tapi bagaimana dengan Indonesia? Khususnya Jakarta pada tahun 2030. Diperkirakan, sebagian Jakarta di wilayah utara akan tenggelam.
Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara, menyatakan bahwa perubahan iklim bukan semata soal lingkungan. Implikasinya juga langsung ke manusia dan ekonomi.
Dilansir dari Tempo, ia berkata, “Yang lebih mengerikan dari proyeksi ini, ada 1,8 juta saudara kita yang mungkin akan mengungsi karena rumah mereka terendam oleh kenaikan permukaan air laut.”
Laely mengatakan bahwa banyak aktivitas perindustrian di Jakarta yang mengambil air tanah sementara penegakan hukumnya kurang. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah hanya sebatas membangun tanggul pantai raksasa dan itu pun tidak efektif sama sekali.
Tentang Buku ini
Buku ini sangat bagus untuk mengenalkan krisis iklim yang terjadi di dunia. Davide Wallace Wells adalah seorang wartawan yang futuristik. Tulisannya membahas tentang bagaimana pemanasan global bisa mempengaruhi cara hidup kita di planet bumi.
Ia menyadari bahwa kerusakan iklim adalah murni kesalahan manusia. Motivasinya dalam menulis buku ini adalah kekhawatirannya atas krisis iklim yang berpotensi menghantam semua makhluk hidup di muka bumi ini.
Bahkan menurutnya, dampak krisis iklim ini melebihi bom yang dibuat oleh manusia. Ia, secara tidak langsung, ingin membagi keresahan dan kekhawatirannya terhadap krisis iklim kepada khalayak pembaca.
Selain membubuhkan riset, ia juga berbicara kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya yang bisa timbul akaibat krisis iklim.
Penulis buku ini bukanlah ahli lingkungan dan bukan pencinta alam juga. Jadi apa yang ia tuliskan hanyalah bagian dari rasa takutnya agar para pembacanya merasakan keresahan yang sama.
David Wallace-Wells (lahir 1982) adalah seorang jurnalis Amerika yang dikenal karena tulisannya tentang perubahan iklim. Dia pernah menulis esai pada tahun 2017 berjudul Bumi yang Tidak Dapat Dihuni. Esai tersebut diterbitkan di New York Times sebagai tulisan yang paling banyak dibaca dalam sejarah majalah tersebut.
Buku ini sangat segar dibaca oleh umat manusia agar mengetahui bahwa krisis iklim atau perubahan iklim akan cepat terjadi.
Judul Buku: Bumi yang Tak Dapat Dihuni
Penulis: Davide Wallace Wells
Jumlah Halaman: 346
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal: Januari 2020
ISBN: 978-602-06-3234-6
Editor: Yahya FR