Tafsir

Bedanya Azab dan Musibah

4 Mins read

Tanya:

Assalamualaikum Wr. Wb. Apa perbedaan antara Azab dan Musibah?

Jawab:

Waalaikumussalam. Dalam Fikih Kebencanaan Muhammadiyah dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, ‘Ażāb

Kata azab berasal dari kata ‘a-ża-ba yang artinya sangat bervariasi sesuai dengan konteksnya. Dalam hadis ażāb bisa bermakna sesuatu yang membuat tersiksa (azab):

Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: Safar adalah bagian dari siksa. (Ketika safar) salah seorang dari kalian akan terhalang (sulit) makan, minum dan tidur. Maka, jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya [HR. al-Bukhāri dan Muslim].

Namun ketika kata ‘ażāb dikaitkan dengan berbagai peristiwa yang menimpa manusia maka kata ażāb berarti siksaan. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia karena perbuatan yang melanggar ketetapan Allah disebut dengan ‘ażāb baik yang berdampak besar maupun kecil. Allah berfirman,

(15) Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). (16) (Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan [Q.S. al-Dukhān (44): 15-16].

Dengan memperhatikan makna kata‘ażāb di atas maka peristiwa-peristiwa yang merupakan ‘ażāb berasal dari luar diri manusia atau dalam diri manusia yang berfungsi sebagai ancaman dan hukuman bagi perbuatan manusia yang melanggar ketetapan Allah.

Peristiwa yang masuk dalamkategori ‘ażāb dapat berupa peristiwa alam yang dahsyatseperti tsunami, tanah longsor, banjir, gunung meletus,dan gempa bumi, ataupun berupa peristiwa sosial yangbesar seperti peperangan dan ancaman sosial lainnya yangberfungsi sebagai peringatan agar manusia kembali padaketetapan Allah. Allah berfirman,

(21) Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (22) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa [Q.S. al-Sajdah (32): 21-22].

Kemudian Allah juga berfirman,

Baca Juga  Kesetaraan Gender itu Fitrah Manusia

Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih [Q.S. Luqmān (31): 7].

Dengan memperhatikan penjelasan di atas, kata ‘ażāb mengacu pada peristiwa akibat kesalahan manusia dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain dan alam. Peristiwa-peristiwa itu bukan merupakanbencana, karena berbagai peristiwa pasti akan terjadi, namun ketika manusia tidak memperhitungkan risiko yang akanditimbulkan oleh peristiwa tersebut, maka manusia akanmengalami bencana.

Dengan demikian, kesalahan manusiaterletak pada tidak dapat memperhitungkan dengan seksamarisiko yang dapat ditimbulkan oleh berbagai peristiwadahsyat tersebut. Oleh karena itu, sebagian ‘ażāb merupakanbencana bagi manusia yang melakukan kesalahan, yakni salahmemperhitungkan faktor risiko dari peristiwa alam yangdahsyat itu

Kedua, Muṣībah

Kata muṣībah (Indonesia: musibah) berasal dari kata a-ṣāba yang berarti sesuatu yang menimpa kita. Kata muṣībah dalam al-Quran secara umum mengacu pada sesuatu yang netral, tidak negatif atau positif, sekalipun terdapat beberapa ayat yang mengaitkan dengan sesuatu yang negatif. Tetapi dalam bahasa Indonesia kata musibah selalu diartikan sebagai sesuatu yang negatif.

Kata musibah dalam bahasa Indonesia selalu dikaitkan dengan semua peristiwa yang menyakitkan, menyengsarakan, dan bernilai negatif yang menimpa manusia. Musibah dalam konteks ini merupakan peristiwa yang menimpa manusia baik yang berasal dari peristiwa alam maupun sosial.

Dalam istilah al-Quran, apa saja yang menimpa manusia disebut dengan “musibah”, baik yang berwujud kebaikan atau keburukan bagi manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

(22) Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (23) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri [Q.S. al-Ḥadīd (57): 22-23].

Istilah musibah yang dapat mencakup kebaikan dan keburukan juga disebutkan dalam hadis berikut ini:

Baca Juga  Rihlah Perkembangan Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia

Dari Shuhaib, ia berkata. Rasulullah Saw. bersabda: Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang yang beriman. Jika ia dianugerahi nikmat, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa musibah, ia bersabar maka itu juga baik baginya [HR. Muslim].

Pada firman-Nya yang lain, Allah menjelaskan bahwa jika “musibah” yang berupa kebaikan, maka hal itu berasal dari Allah, dan bila “musibah” berupa keburukan –yang kemudian disebut dengan bencana, maka karena perbuatan manusia sendiri. Allah menegaskan:

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi [Q.S. al-Nisā (4): 79].

Berdasarkan penjelasan di atas, maka al-Quran juga secara jelas dan sempurna menguraikan bahwa tidak semua musibah adalah bencana. Musibah yang disebut bencana dan bermakna negatif adalah musibah yang mendatangkan keburukan bagi manusia dan hal itu merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri juga, bukan dari Allah, meskipun secara kasat mata musibah itu terjadi di alam.

Sebagaimana firman Allah,

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) [Q.S. al-Syūrā (40): 30].

Ketika musibah diartikan dengan penilaian yang negatif (mendatangkan keburukan), maka manusia dianjurkan untuk memaknainya dengan mengembali-kan “esensi” peristiwanya kepada Allah.

Dengan demikian, dalam konteks ini, manusia harus menyadari sepenuhnya bahwa dirinya hanyalah “pelaku dan penerima” cobaan Allah berupa sesuatu yang dinilai tidak baik tersebut. Allah menyatakan,

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” [Q.S. al-Baqarah (2): 156].

Dengan memahami arti kata musibah seperti itu, maka musibah yang bernilai negatif merupakan salah satu cobaan dan ujian yang berupa keburukan.

Baca Juga  Kesejatian Diri adalah Takwa, Bukan Kelas Sosial

Dalam al-Quran cobaan dan ujian tersebut disebut dengan istilah balā’ sebagaimana firman Allah,

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa danbuah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar [Q.S. al-Baqarah (2): 155].

Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds