Akhlak

Berita Palsu dan Pentingnya Akhlak Bermedsos

3 Mins read

Kemajuan teknologi yang bagi sementara orang sangat diagungkan setinggi langit memang cukup rasional. Dengan level yang kini sudah hampir meninggalkan 4.0 menuju society 5.0 menjadikan teknologi semakin memanjakan manusia dengan hal yang serba instan. Mereka menyebutnya berkah abad 21. Tentu, dengan digunakan sebaik mungkin, keberkahan adanya media sosial semakin memudahkan kita agar menjadi lebih edukatif, efektif dan efisien. Masalahnya, ketidakmampuan dalam beradaptasi dengan percepatan tersebut juga menimbulkan masalah, contohnya fake-news (berita palsu).

Berita Palsu dan Kegagalan Bermedia Sosial

Munculnya hoax atau fake-news (berita palsu) yang berarti berita bohong ini juga merupakan anak kandung abad ke-21, buah dari melejitnya teknologi tersebut terutama di media sosial. Hal ini terjadi akibat dari minimnya literasi digital. Pemerintah saja baru menggalakkan literasi digital pertengahan tahun 2021 lalu.

Agaknya langkah pemerintah lumayan terlambat, mengingat sebelum program tersebut berjalan, banjir fake-news (berita palsu) memuncak pada momen pemilu 2019. Namun langkah tersebut masih perlu mendapat dukungan penuh guna mencerdaskan warga agar lebih selektif bermedia sosial.

Indonesia sebagai negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia dalam survey menyebut bahwa 51,5 persen warganya mengakses media sosial dengan rata-rata pengguanaan berdurasi 3 jam 14 menit. Sialnya, persebaran fake-news (berita palsu) pun tidak main-main. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menyebut bahwa terdapat 800.000 situs penyebar fake-news di Indonesia. Itu terjadi hanya pada tahun 2017 saja. 

Pada tahun 2021 bersamaan dengan munculnya covid-19, fake-news (berita palsu) justru semakin meningkat. Namun, apakah fake-news yang bermuatan isu kebencian, SARA, fitnah dan adu domba yang sering mampir di whatsapp group keluarga kita merupakan murni imbas dari gagalnya masyarakat dalam memahami teknologi, alih-alih bermedia sosial?

Baca Juga  Oligarki Media: Gagal Beradaptasi, Hadang Medsos di MK

Pandangan Al-Qur’an terhadap Berita Palsu

Al-Qur’an sudah pernah memberikan peringatan terhadap fenomena fake-news (berita palsu) jauh sebelum teknologi tumbuh. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat:6)

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kita tidak boleh menerima berita dari orang-orang yang belum kita kenal. Allah memerintahkan hambanya untuk senantiasa meneliti berita dan bersikap hati-hati. Sebagian ulama lain juga mengatakan bahwa boleh menerima dengan tujuan untuk meneliti dan mengonfirmasi kebenarannya.

Menurut tafsir Al-Mishbah menerangkan bahwa asbabun nuzul ayat tersebut berkaitan dengan sahabat al-Walid bin Uqbah (meski banyak ulama yang menolak riwayat ini) yang bersalah paham dengan bani Musthaliq dalam pemungutan zakat. Lebih jauh, Prof. Quraish Shihab menyematkan orang-orang fasiq dengan istilah ‘buah yang terlalu matang akhirnya rusak dengan terkelupas kulitnya’ yaitu seseorang yang durhaka dan keluar dari koridor agama.

***

Namun, sebagai catatan, beliau juga memperingatkan agar tidak semua berita harus diteliti satu persatu. Sehingga yang ditekankan di sini meneliti sebuah berita yang saking derasnya sulit dilacak berasal dari mana dan bersumber dari siapa. Pada detik ini pula, sekali lagi ayat tersebut sangat relevan.

Banyaknya persebaran informasi, berita yang ternyata fake-news (berita palsu) yang masuk ke akun-akun kita. Tanpa disadari pula dengan mudahnya meneruskan dengan memencet tombol ‘forward’ berkali-kali. Membaca saja enggan, apalagi memeriksa kebenaran?

Dalam ayat tersebut, Islam telah mengajarkan manusia agar melakukan sesuatu dengan berlandaskan akhlak yang baik. Salah satu akhlak yang diajarkan dalam ber(media)sosial adalah tabayyun. Yakni memeriksa berita yang tidak jelas berasal dari mana. Sebab, sekali lagi, berita, video atau media lain jika memiliki judul (minimal) yang sangat bombastis bisa dipastikan isinya akan mengecewakan, clickbait.

Pentingnya Tabayyun dalam Bermedia Sosial

Nampaknya, persebaran fake-news (berita palsu) semata tidak hanya menjadi anak kandung bagi dampak negatif globalisasi, melainkan juga buah dari human eror, yakni manusia yang sudah tidak menerapkan akhlak tabayyun.

Oleh karenanya, Islam sebagai agama yang mengedepankan akhlak senantiasa mengajarkan tabayyun agar tidak terjerumus dalam lingkaran fake-news (berita palsu) dengan nuansa kebohongan dan fitnah. Ada beberapa hal yang dilakukan sebagai umat Islam agar bermedia sosial lebih bermanfaat, Diantaranya adalah:

Baca Juga  Etika Sosial Profetik Perayaan Idul Fitri

(1). Tidak menyebarkan fake-news (berita palsu). Minimal, jika tidak mampu kembali memeriksa akurasi kebenarannya sebelum berita tersebut benar-benar tersebar.

(2). Menggunakan bahasa yang sopan dan tidak provokatif. Hal ini sangat penting mengingat Rasul pernah bersabda ketika ditanya oleh Abu Musa Al-Asy’ari, “wahai Rasul, siapakah muslim terbaik?” beliau menjawab, “Muslim yang mampu menjaga orang lain dari ucapan dan perbuatannya,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut, jika konteksnya bermedia sosial adalah dengan tidak mengunggah status, tulisan, postingan, maupun konten-konten digital dengan mengarah pada manusia lain secara personal. Sebab, bermedia sosial tak ubahnya bertutur kata sehari-hari.

(3). Menggunakan Media Sosial dengan hal yang bermanfaat. Memang, kecanggihan teknologi memiliki dua mata pisau, Positif dan negatif. Namun, agar kita tidak gegap media, ulama juga telah memberikan panduan dengan menggunakan kaidah, ‘al-Muhafadzhatu ‘alal qadiim as-shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah’ Mempertahankan nilai lama yang baik, dan mengadopsi hal baru yang lebih baik. Sehingga, mempertahankan nilai luhur agama yang sedari dulu telah tertanam sebagai pedoman hidup yang baik untuk selanjutnya diimplementasikan dengan cara yang sesuai dengan dinamika kehidupan.

Dengan demikian, persebaran fake-news (berita palsu) yang menjadi virus masyarakat bisa diminimalisir. minimal, dimulai dari diri kita sendiri sebagai generasi Muslim sejati.

Editor: Bayu Setiawan

Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds