Fikih

Bolehkah Mendahulukan Sahur Sebelum Mandi Wajib?

4 Mins read

Terjadinya haid yang disebabkan oleh beberapa hormon yang mempengaruhinya menandakan bahwa seorang perempuan telah memasuki masa pubertas atau akil balig. Maka, seorang perempuan yang sudah memasuki masa akil balig akan dibebani hukum syariat (taklif) yang lima, yaitu wajib, haram, sunah, mubah, dan makruh.

Tentunya, seseorang yang sudah balig akan melaksanakan ibadah sesuai dengan hukum yang sudah ditentukan termasuk menjalankan ibadah puasa Ramadan. Puasa pada bulan Ramadan yang dilakukan sebulan penuh hukumnya wajib. Maka, bagi orang yang berhalangan untuk melaksanakan puasa Ramadan diwajibkan untuk menggantinya di bulan lain dan wajib melaksanakan kembali setelah masa haid selesai.

Berbicara mengenai kewajiban melaksanakan puasa kembali setelah masa haid selesai berkaitan dengan dilema antara mendahulukan sahur dan mandi wajib. Hal ini terjadi ketika haid telah selesai, sedangkan jeda waktu dengan azan tersisa sedikit, misal saja jedanya tersisa 15 menit. Yang menjadi pertanyaan adalah bolehkah mendahulukan sahur baru kemudian melaksanakan mandi wajib setelah haid ketika sudah memasuki waktu subuh?

Apa Itu Haid?

Terjadinya pendarahan uterus secara periodik dan siklusnya pada perempuan yang telah puber disebut dengan menstruasi atau haid. Proses yang disertai dengan pelepasan endometrium ini umumnya terjadi dengan siklus 28 hari dan rentang waktu haidnya selama 4 sampai 6 hari.

Umumnya, haid terjadi pada perempuan berusia lebih kurang sembilan sampai dengan tiga belas tahun. Haid akan berlangsung sampai usia berhenti haid lebih kurang 45 sampai dengan 55 tahun. Fase berhentinya haid ini disebut juga dengan menopause.

Terdapat empat hormon yang menjadi pengaruh terjadinya haid. Satu, hormon estrogen yang salah satu fungsinya memastikan proses ovulasi dalam siklus menstruasi bulanan. Dua, hormon progesteron yang membantu mempersiapkan endometrium untuk menerima sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma. Tiga, hormon FSH atau Follicle-stimulating hormone yang bertugas mengendalikan siklus menstruasi dan produksi sel telur pada ovarium. Empat, hormon LH atau Luteinizing hormone yang membantu tubuh  mengatur siklus menstruasi dan ovulasi.

Baca Juga  Siapa Bilang Perempuan Haid Boleh Berpuasa?

Darah yang keluar pada saat haid bukanlah darah penyakit. Seperti pendapat Muhammad Abdullah al-Rifa’i yang dikutip oleh Darwis Abu Ubaidah dalam bukunya Fikih Wanita Praktis mengenai pengertian haid, “Darah alami yang sehat dan normal. Darah tersebut keluar dari rahim wanita yang paling ujung, tepatnya di bagian dalam rahim yang dangkal. Bukan ini datang (keluar) pada saat-saat tertentu yang setiap wanita memiliki kebiasaan masing-masing (kapan datangnya darah tersebut).”

Kewajiban Bersuci Setelah Haid

Dalam QS. al-Baqarah: 222 yang berbunyi,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ  قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”

Dapat diketahui bahwa haid merupakan sesuatu yang kotor. Haid juga termasuk dalam hadas besar yang oleh karena itu diwajibkan mandi dengan tujuan untuk bersuci setelahnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Maidah: 6,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Baca Juga  Tidak Semua Sunnah Harus Diikuti

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

***

Sementara tata cara mandi yang dilakukan oleh perempuan haid sama seperti tata cara mandi janabah. Maka, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. mengenai mandi janabah Nabi saw:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:  كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ  صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ

“Apabila Rasulullah hendak mandi janabah beliau memulai dengan membasuh kedua telapak tangan sebelum beliau memasukkannya ke dalam bejana. Kemudian beliau membasuh kemaluan dan berwudhu sebagaimana hendak melaksanakan salat. Lalu beliau menyela-nyela rambutnya dengan air. Setelah itu beliau menyiram kepalanya tiga kali dan menyiram air ke seluruh tubuhnya.” (HR At Tirmidzi, dan beliau mensahihkannya)

Jika diuraikan beserta sunah-sunahnya, maka urutannya adalah membaca basmalah, membersihkan segala kotoran yang terdapat pada kemaluan, berwudu dengan sempurna, membasuh kepala dan kedua telinga sebanyak tiga kali, dan menyiramkan air ke seluruh tubuh.

Baca Juga  Waktu-Waktu Mustajab untuk Berdoa

Bolehkah Mendahulukan Sahur Sebelum Melakukan Mandi Wajib?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, haid tergolong ke dalam hadas besar. Maka, dalam persoalan ini akan dibahas terlebih dahulu amalan apa saja yang tidak diperbolehkan ketika seseorang berhadas besar. Dalam kitab al-Minhaj al-Qawim karya Syaikh Abu Hajar al-Haitami disebutkan bahwa seseorang yang berhadas besar dilarang melakukan hal-hal berikut, yaitu salat, tawaf, dan membawa mushaf Al-Qur’an serta menyentuh lembarannya.

Melalui tulisan Syaikh Abu Hajar al-Haitami tersebut, dapat diketahui bahwa tidak ada larangan untuk melakukan sahur bagi seseorang yang berhadas besar. Selain itu dalam kita Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, pada pembahasannya mengenai haid dan nifas, beliau mengatakan bahwa apabila darah haid berhenti, diperbolehkan bagi wanita muslimah mengerjakan salat dan puasa. Akan tetapi, tidak diperbolehkan terhadap selain dari keduanya kecuali setelah mandi.

Apabila dipertimbangkan dari segi kebaikan, seseorang akan dianjurkan untuk melakukan mandi wajib sebelum melakukan sahur. Hal ini disebabkan oleh tubuh yang masih dalam keadaan tidak suci karena hadas besar. Sebab, sahur yang akan dilakukan bertujuan untuk menyempurnakan ibadah puasa. Dan yang paling penting, sahur dalam keadaan bersuci itu merupakan etika dan adab dalam menyantap rezeki dari Allah Swt.

Akan tetapi jika waktu yang tersisa sebelum memasuki azan subuh sedikit, maka orang tersebut dianjurkan untuk berwudu dan membersihkan kemaluannya kemudian melakukan sahur. Hal ini sama seperti anjuran terhadap orang junub yang disebutkan oleh Syaikh Abu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim-nya, “Dimakruhkan bagi junub, makan, minum, tidur dan bersetubuh sebelum membasuh kemaluan dan berwudhu. Karena ada hadis sahih yang memerintahkan hal demikian dalam permasalahan bersetubuh, dan karena mengikuti sunah Nabi dalam persoalan lainnya, kecuali masalah minum, maka dianalogikan dengan makan.”

Avatar
15 posts

About author
Sekretaris Bidang Pers dan Jurnalistik Badan Eksekutif Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah (BESMA), 2019/2020; Santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *