Perspektif

Bagaimana Seharusnya Kita Memahami Kasus Pemukulan Ade Armando?

2 Mins read

Dalam demonstrasi mahasiswa kemarin hari, tiba-tiba beredar informasi bahwasanya Ade Armando dikeroyok oleh massa. Informasi dan video itu beredar di dalam sirkulasi media sosial. Di tengah pemukulan itu, tidak sedikit yang mensyukuri kejadian tersebut. Meskipun ada juga di media sosial yang keras mengutuk pemukulan tersebut, dan meskipun mereka yang mengutuk ini tidak setuju atas sejumlah catatan di media sosial yang dilakukan oleh Ade Armando.

Kasus ini jika tidak diuraikan analisis lebih jauh, justru menjadi polarisasi kembali yang justru bisa menggembosi aksi demonstrasi mahasiswa kemarin hari.

Mengapa Ade Armando Ikut Aksi Demo?

Saya tidak berada di lapangan dan sudah tentu sangat memiliki kelemahan untuk mengetahui isu ini lebih jauh. Namun, saya mau mengajak teman-teman untuk urun rembuk menganalisis bersama-sama. Pertanyaannya, mengapa Ade Armando ikut turun aksi demonstrasi? Pertanyaan ini penting untuk diajukan karena menjadi titik awal untuk melihat mengapa pemukulan itu bisa terjadi.

Meskipun Ade Armando selama ini menjadi garda depan dalam mendukung kebijakan Jokowi dan bahkan ia berani pasang badan untuk bersuara kepada kelompok politik yang mengatasnamakan Islam. Armando sejatinya tidak setuju dengan perpanjangan rencana pemerintah Jokowi yang ingin menjadi tiga periode.

Dari sini, kita bisa mengerti bahwasanya Armando adalah bagian dari masyarakat sipil yang turut aksi demonstrasi untuk menyatakan pendapatnya. Suara yang ingin digaungkan sama dengan kelompok mahasiswa yang mengkritik rencana perpanjangan pemerintahan Jokowi.

Namun, mempertemukan suara yang sama dalam satu demonstrasi ini tidak mudah. Mengingat sebelumnya mereka sudah memiliki pra-konteks sebelumnya, yaitu Ade Armando pendukung totok kebijakan Jokowi. Di sisi lain, kelompok aksi yang turun ini, bisa jadi, bukanlah kelompok yang tidak hanya ingin mengkritik kebijakan Jokowi tetapi juga yang memiliki pertautan dengan jaringan arus 212. Aksi demonstrasi kemudian menjadi medium untuk mereka turut melakukan aksi demonstrasi bersama mahasiswa. Bisa jadi juga, mereka jadi bagian dari mahasiswa yang dahulu turut dalam 212 tapi sekaligus mengkritik kebijakan Jokowi.

Baca Juga  Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

Arus yang berbeda, bertemu dalam satu medan. Tentu yang muncul adalah rasa benci sekaligus kecurigaan bahwasanya Armando ini jangan-jangan pihak yang disusupi oleh intel. Apalagi, sekali lagi, Armando adalah pendukung Jokowi dan sangat keras melawan kelompok Islam politik di media sosial. Akibatnya, ketika Armando turun dan ia juga memiliki karakter yang keras, provokasi pun tidak terhindari sekaligus aksi pemukulan terhadap Ade Armando.

Siapa yang Disalahkan?

Dari aksi pemukulan ini siapa yang kena getahnya? Ya tentu saja aksi mahasiswa secara keseluruhan yang dianggap ingin berbuat makar dan perusakan serta menjatuhkan Jokowi. Sementara, dalam video yang beredar justru ada beberapa mahasiswa yang berusaha untuk melindungi Ade Armando. Upaya menyalahkan mahasiswa dan stigmatisasi bahwasanya mereka bagian kadrun inilah yang kini beredar luas di media sosial. Stereotip yang justru bisa melemahkan aksi mahasiswa ini di tengah minimnya liputan media.

Di tengah konsolidasi politik yang mapan dalam pemerintahan Jokowi, sangat sedikit kita bisa mengharapkan ada kekuatan politik yang turun langsung ke jalan. Harapan itu ada di kelompok mahasiswa, yang relatif bersih dari anasir polarisasi politik. Sementara itu, dalam sejarah Reformasi, satu-satunya yang bisa menjatuhkan kekuatan rejim Orde Baru adalah kelompok mahasiswa ini yang dibantu oleh elemen-elemen buruh dan yang lainnya. Tentu saja, analisis saya ini tidak mendalam dan teman-teman bisa ikutan rembuk di sini untuk sama-sama belajar menganalisis agar tidak jatuh dalam algoritma polarisasi.

Perpanjangan Masa Jabatan?

Bagi saya, hasrat kekuasaan yang ingin terus mengakumulasi kekuatan kapital dengan memperpanjang masa jabatan adalah tindakan menuju sistem otoriter. Sebaik-baiknya sistem otoriter dengan mengatasnamakan stabilitas politik dan ekonomi, kalau itu menguntungkan segelintir elit politik dan dominasi oligarki adalah tindakan kejahatan. Disebut kejahatan, karena mereka berubah menjadi predator, memakan hak-hak rakyat melalui akses kesejahteraan ekonomi yang harusnya didapatkan.

Baca Juga  Ulasan Buku "Politik Kerakyatan dan Populisme Teknokratik Jokowi"

Ironisnya, dalam situasi ini, orang yang kita pilih adalah orang baik yang lahir dari orde Reformasi, tapi didukung oleh kelompok predator politik dan oligarki yang menganggap kekuasaan adalah mutlak milik mereka. Sementara suara rakyat adalah bagian dari demos yang sangat menyusahkan untuk mereka berkuasa dalam regulasi pemilu 5 tahun sekali.

Editor: Soleh

Avatar
83 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *