Mufaraqah merupakan kata benda dari faaraqa-yufariqu yang dalam Kamus Al-Munawwir memiliki arti terpisah, berpisah, dan meninggalkan. Adapun mufaraqah dalam shalat adalah pemisahan diri makmum dari imam dalam shalat berjamaah. Hukum asal dari mufaraqah adalah makruh jika tanpa alasan seperti yang tertulis dalam kitab Nihayah az-Zain. Dalam kitab tersebut, Syaikh Nawawi al-Bantani berkata :
ونيَة المفارقة بِلا عذر مكروهة مفوتة لفضيلة الجماعة
Niat mufaraqah (memisahkan diri) dengan tanpa alasan (hukumnya) makruh yang (dapat) menghilangkan keutamaan jama’ah.
Imam Shalat Tidak Senjaga Salah Membaca surat
Namun apabila seorang imam tidak sengaja salah membaca surat setelah membaca al-Fatihah. Apakah makmum harus mufaraqah dengan alasan kesalahan imam tersebut?
Dalam kitab Kasyf an-Niqab seperti yang dikutip Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi di kitab Bughyah al-Mustarsyidin, mufaraqah lebih diperinci ke dalam lima hukum di antaranya:
قال في كشف النقاب: والحاصل أن قطع القدوة تعتريه الأحكام الخمسة واجباً، كأن رأى إمامه متلبساً بمبطل وسنة لترك الإمام سنة مقصودة، ومباحاً كأن طوّل الإمام، ومكروهاً مفوتاً لفضيلة الجماعة إن كان لغير عذر، وحراماً إن توقف الشعار عليه أو وجبت الجماعة كالجمعة اهـ.
Berkata dalam kitab Kasyf an-Niqab : memutus hubungan dengan imam memiliki lima hukum, yaitu : 1. Wajib, seperti saat makmum melihat imam melakukan hal yang membatalkan shalat; 2. Sunnah, yakni imam meninggalkan sunnah yang dianjurkan; 3. Mubah, seperti saat imam memanjangkan shalatnya; 4. Makruh, yang dapat menghilangkan keutamaan jama’ah; 5. Haram jika syiar shalat berjama’ah hanya terwujud pada dirinya atau kewajiban jama’ah seperti shalat Jum’at.
Dari kutipan di atas, seorang makmum boleh melakukan mufaraqah jika memiliki satu dari tiga alasan yang diambil dari tiga hukum yang pertama (wajib, sunnah, mubah), yaitu :
1. Imam melakukan hal yang membatalkan shalat. Yang ini wajib dilakukan oleh makmum. Syaikh Sulaiman bin Umar al-Jamal dalam Hasyiyah-nya berkata :
وَقَدْ تَجِبُ نِيَّةُ الْمُفَارَقَةِ كَأَنْ رَأَى إمَامَهُ مُتَلَبِّسًا بِمَا يَبْطُلُ الصَّلَاةَ، وَلَمْ يَعْلَمْ الْإِمَامُ بِهِ كَأَنْ رَأَى عَلَى ثَوْبِهِ نَجَاسَةً غَيْرَ مَعْفُوٍّ عَنْهَا
Dan sungguh wajib niat mufaraqah ketika seseorang melihat imamnya bersentuhan dengan hal yang membatalkan shalat dan imam tidak mengetahuinya seperti seseorang melihat najis yang tidak dima’fu di pakaian imam.
2. Imam tidak mengerjakan sunnah maqshudah, yaitu tasyahud awal dan qunut.
3. Imam memanjangkan shalatnya, misalnya imam membaca surat yang panjang atau terlalu lama dalam melakukan gerakan shalat.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan imam dalam membaca surat tidak menjadi alasan seorang makmum untuk mufaraqah karena tidak masuk ke ketiga alasan tersebut. Namun, ada yang berkata jika salah membaca surat termasuk hal yang membatalkan shalat. Dalam kitab al-Ghayah wa at-Taqrib, Al-Qadhi Abu Syuja’ telah menyebutkan beberapa hal yang membatalkan shalat. Ia berkata :
(فصل) والذي يبطل الصلاة أحد عشر شيئا: الكلام العمد والعمل الكثير والحدث وحدوث النجاسة وانكشاف العورة وتغيير النية واستدبار القبلة والأكل والشرب والقهقهة والردة
(Pasal) Perkara yang membatalkan shalat ada sebelas, yaitu berbicara secara sengaja, gerakan yang banyak, berhadats, terkena najis, terbuka auratnya, berubah niat, membelakangi kiblat, makan, minum, tertawa keras, dan murtad.
Dari keterangan di atas maka jelas bahwa kesalahan membaca surah setelah membaca Al-Fatihah bukanlah hal yang membatalkan shalat, dengan catatan kesalahan tersebut dilakukan secara tidak sengaja. Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayah az-Zain berkata:
وأما السّورة فإن كان اللّحن لا يغير المعنى صحت صلاته والقدوة به لكنه مع التعمد والعلم حرام وإن كان يغير المعنى فإن عجز عن التعلم أو كان ناسيا أو جاهلا صحت صلاته والقدوة به مطلقا مع الكراهة
Dan adapun surat, jika kesalahan itu tidak mengubah makna, maka sah shalatnya dan juga mengikutinya. Tetapi jika kesalahan itu dilakukan dengan sengaja dan sadar, maka menjadi haram. Dan jika berubah maknanya, namun orang tersebut tidak mampu untuk belajar, lupa, atau tidak mengetahui, maka sah shalatnya dan juga sah mengikutinya secara mutlak meski makruh.
Jadi, kesalahan seorang imam yang dilakukan secara tidak sengaja dalam membaca surat di waktu shalat tidak menjadi alasan seorang makmum untuk mufaraqah. Namun, seandainya makmum tersebut bersikeras untuk mufaraqah, maka makmum tersebut akan kehilangan fadhilah (keutamaan) shalat berjama’ah. Wallahu A’lam
Editor: Soleh