Perspektif

Bubarkan Menwa?

4 Mins read

Sobat pembaca yang budiman, sebelum Anda membaca tulisan ini sampai tuntas, ada baiknya untuk membaca dan menelaah terlebih dahulu berita-berita tentang kejadian memilukan tempo hari atas wafatnya saudara kita Gilang Endi Saputra, seorang mahasiswa Sekolah Vokasi Universitas Negeri Surakarta saat berkegiatan Resimen Mahasiswa (Menwa). Beredar pula tuntutan untuk bubarkan Menwa.

Duka terdalam dan doa terbaik sejenak kita langitkan, semoga almarhum Gilang Endi Saputra diampuni segala dosanya, dilimpahkan rahmat dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya serta keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.

Apa Itu Menwa

Jika sebelumnya Anda tidak tahu-menahu tentang Menwa atau jutsru malah baru mendengar Menwa setelah kejadian itu, maka bisa jadi ini adalah salah satu bacaan singkat yang tepat untuk Anda. Sebagai disclaimer tulisan ini dibuat atas dasar sudut pandang saya dari almamater saya. Menwa di kampus lain bisa dipastikan punya beberapa kesamaan dan juga punya banyak perbedaan. Mengapa demikian? Saya berharap Anda membaca tulisan ini hingga tuntas.

Saya tidak akan menyajikan kepada Anda penjelasan Menwa secara kompleks karena itu tentu akan membosankan. Banyak sumber-sumber sejarah pendirian dan sepak terjang Menwa yang lebih relevan juga komplit bisa Anda dapatkan secara cuma-cuma di internet. Singkatnya, Menwa saat ini adalah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Menwa setara dan sama halnya dengan UKM tari, olahraga, kesenian, dan lainnya yang berjejalan di kampus.

Pimpinan tertinggi Menwa adalah Rektor. Menwa bergerak di bawah dan atas restu beliau, walaupun kesehariannya tentu tidak memimpin secara langsung. Analogi “ekstrem” dapat kita katakan jika Rektor meminta Menwa suatu universitas untuk mengganti seragam, tentu mereka harus manut, karena Rektor adalah pemegang komando tertinggi. Sama halnya dengan pendirian dan pembubaran Menwa itu sendiri. Kondisi yang sama berlaku juga dengan UKM lainnya, bukankah begitu?

Baca Juga  Muhammadiyah Melawan Klikbait dan Wartawan Pemalas

Menwa melakukan banyak kegiatan lapangan dan ruangan seperti pada umumnya mahasiswa. Baik itu rapat, latihan, berkumpul, belajar, bercanda, semua dilakukan layaknya mahasiswa normal. Perbedaan mencolok yang saya sebut sebagai “keistimewaan” bagi Menwa adalah Menwa berusaha mengadopsi nilai-nilai positif dari life style militer dan mengaplikasikan hal tersebut pada kehidupan anggotanya.

Menwa Bukan Militer

Seketika saya tergelitik ketika membaca judul berita sebuah platform papan atas tanah air bertuliskan Pakar Sebut Militerisme Yang Dibawa Menwa Tak Lagi Relevan di Kampus, dalam batin saya berkeluh: “Emang siapa juga yang mau memiliterisasi kampus?”. Menwa bukanlah militer dan saya sendiri menolak Menwa disebut memiliterisasi kampus. Sebagian dari anggota Menwa mungkin memang pernah bercita-cita menjadi bagian dari militer, lalu menyalurkan minat dan interest tersebut ke dalam wadah resmi yang difasilitasi oleh kampus. Namun, bukan berarti keberadaan Menwa dihadirkan untuk memasukkan nilai-nilai militer ke dalam kampus. Ini adalah persepsi yang salah. Menwa hadir sebagai wadah aktualisasi diri dan pendidikan bagi mahasiswa.

Saya pribadi kagum dengan pola kehidupan militer. Falsafah kehidupan militer entah mengapa cocok dan saya menyukainya. Mungkin Anda tidak dan itu tidak mengapa. Saya mengagumi bagaimana mereka menata kehidupan begitu advanced dan melatih diri untuk menjadi manusia yang unggul. Semua serba diukur dan terukur. Eksistensi mereka selalu siap dalam segala situasi dan kondisi, oleh karena itu mereka berlatih dengan keras. Karena saya tahu sebagiannya adalah nilai positif, maka dengan senang hati saya mencoba mengadaptasinya sedikit demi sedikit ke dalam sebuah gaya hidup.

Never Crack Under Pressure

Menwa di kampus saya tidak membenarkan kekerasan/kontak fisik dan mengawasi hal-hal itu secara ketat. Para senior yang membuat konsep aturan tersebut dan mereka juga yang menerapkan serta mengevaluasi setiap kegiatan secara konsekuen. Pada kondisi ini, saya benar-benar kagum atas terjaganya sistem positif ini secara turun-temurun. Stigma senior balas dendam kepada junior sama sekali tidak berlaku disana. Saya tidak memaksa Anda untuk percaya pada tulisan saya, tapi itulah faktanya.

Baca Juga  Regenerasi Politik Indonesia Hari Ini: Dimana Posisi Milenial?

Dalam pandangan pribadi saya, saya sepakat dengan adagium pelaut yang handal tidak lahir dari lautan yang tenang atau yang dengan makna serupa, pedang terbaik dihasilkan dari tempaan terkeras dan suhu terpanas. Kedua adagium tersebut bermakna semakin banyak masalah yang dihadapi dengan ketabahan atau semakin banyak penderitaan yang dilalui dengan kesabaran, maka semestinya manusia akan menjadi semakin berkualitas. Hemat saya, para senior di kampus berhasil mewujudkan suatu wahana pelatihan dan penggemblengan yang ideal dengan batasan tertentu dan menghindarkan kekerasan dengan cara terbaik yang dapat dilakukan.

Bubarkan Menwa?

Bagi Anda yang beragama Muslim, tentu amat begitu geram ketika para Islamophobic berteriak bahwa Anda adalah teroris. Atau ketika mereka membuat suatu kampanye dan propaganda untuk menghilangkan agama Anda dari muka bumi. Satu hal yang pasti terlintas dipikiran Anda adalah: “Hei, belajarlah Islam dengan benar dan kau akan tahu bahwa Islam mengajarkan kasih sayang sebagaimana semua agama!”

Manusia akan cenderung membenci sesuatu yang tidak mereka ketahui secara pasti dan utuh. Kemudian ego kita akan mendorong generalisasi kebencian atas suatu kelompok gara-gara perbuatan tidak terpuji sebagian kecil dari mereka. Pun sebaliknya jika satu anjing menjilati Anda tanda kasih sayang tidak menjamin anjing lainnya tidak akan  menggigit Anda bukan?

Membubarkan Menwa bukanlah suatu solusi yang bijak mengingat akar sejarah dan melacak peran Menwa –khususnya di UGM– tidak bisa diremehkan dan sangat layak disebut sebagai tren heroisme di kalangan mahasiswa. Sejak kampus biru berdiri, para mahasiswa, tendik, dan bahkan dosen bahu membahu bergabung dalam tentara pelajar dan brigade pejuang melawan penindasan. Komandan pertama Resimen Mahasiswa Pembangunan Mahakarta yang merupakan cikal bakal Menwa di Jogjakarta adalah Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, seorang ilmuwan yang sejak muda bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai ilmuwan sekaligus pejuang, beliau membangun laboratorium bahan peledak, granat tangan, dan pabrik senjata di Yogyakarta untuk berjuang melenyapkan penjajahan di tanah air. Dikemudian hari beliau dilantik sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada sekaligus juga dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh presiden Republik Indonesia.

Baca Juga  Penjual Menentukan Harga Barang itu Tidak Syariah?

Tulisan singkat ini tidak akan cukup untuk mengulas semua peran luar biasa dan prestasi Menwa bagi kampus dan negara, bahkan dunia. Tahun 1978 Menwa UGM memenuhi panggilan nurani dan pertiwi untuk bergabung dengan pasukan PBB-KONGA VIII menjaga perdamaian dari konflik di batas bufferzone Sinai, Mesir. Salah satu anggota Menwa yang dulu diterjunkan ke sana, saat ini sukses menapaki karir sebagai Duta Besar RI untuk Bahrain, H.E. Nur Syahrir Rahardjo.

Atas dasar itulah, justru membubarkan Menwa adalah tidak relevan dan cenderung menutup mata atas keberperanan dan kebermanfaatan Menwa di masa lalu. Selain itu Menwa punya kesempatan dan potensi yang besar untuk terus memberikan peran dan sumbangsihnya bagi pembentukan karakter mahasiswa di masa sekarang dan selanjutnya. Tentu saja belajar dari kekeliruan dan menjaganya agar terus terhindar dari “cipratan” berikutnya adalah semangat yang dibawa oleh generasi penerus yang saat ini masih mengabdikan dirinya sebagai anggota Menwa di seluruh Indonesia.

Editor: Nabhan

Hafizhan Arhab Juswil
1 posts

About author
Staf Pendidikan dan Latihan Satmenwa UGM. Mahasiswa S1 Sastra Arab UGM
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *