Feature

Bung Karno: Begawan Politik Muhammadiyah

3 Mins read

Ir. Soekarno (Bung Karno) adalah “Begawan Politik” terhebat  yang pernah dimiliki oleh Muhammadiyah dan Bangsa Indonesia.  Penyematan tersebut merupakan suatu hal yang sangat layak dan patut diberikan kepada sosok Bung Karno yang telah berjuang dan berkorban luar biasa untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia hingga akhir hayatnya. 

Bung Karno adalah Bapak Bangsa Indonesia. Beliau merupakan pejuang sejati pembela rakyat Indonesia,  pejuang Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Penyambung Lidah Rakyat, Putra Sang Fajar, Proklamator Kemerdekaan Indonesia dan Presiden Indonesia pertama yang dicintai rakyat Indonesia dan disegani pemimpin dunia.

Begawan merupakan istilah dalam tradisi kepemimpinan Jawa dan pewayangan. Arti Begawan dalam Kamus Bahasa Indonesia memiliki arti, gelar pendeta atau pertapa orang yang berbahagia (mulia, suci), Tokoh, Imam, Pandita, Resi, Guru, Brahmana. (https://id.m.wiktionary.org/wiki/begawan).

Dari arti ini dapat dipahami Bung Karno sebagai Begawan Politik dikarenakan beliau sangat disegani, dihormati, disanjung, dijadikan panutan karena konsep-konsep politik yang dimiliki (seperti: Konsep politik Nasionalisme Indonesia, Politik Berdikari, Ideologi Politik Marhaenisme dll). Serta perjuangan politik kemerdekaan Indonesia dari Kolonialisme Belanda yang luar biasa. Perjuangan Bung Karno tersebut menginspirasi dan mempengaruhi masyarakat Indonesia hingga sekarang. 

Penyematan Bung Karno sebagai Begawan Politik sangat layak dan pantas. Indikasinya walaupun Bung Karno sudah tiada, tetapi sosok beliau masih tetap dikenang, dihormati, disanjung oleh rakyat Indonesia dan menjadi inspirasi anak-anak Muda Indonesia (baca: kaum muda Muhammadiyah) dalam perjuangan membangun kemajuan Indonesia. 

Pemikiran sosial politik Bung Karno banyak menginspirasi bagi kaum Muda Muhammadiyah. Sosok Bung Karno merupakan salah satu sosok kader politik terhebat yang dimiliki oleh Muhammadiyah dan Bangsa Indonesia. Sehingga Bung Karno layak disebut sebagai “Begawan/Maestro Politik Muhammadiyah” termasyhur yang pernah dimiliki Muhammadiyah sepanjang masa.

Baca Juga  Stasiun Balapan dan Berjuang dalam Ketidakberdayaan ala Didi Kempot

Sebagaimana hal itu dapat dipotret dari melalui dua hal: 

Pertama, dari aspek sejarah (historis). Dalam lintasan sejarah terpotret ada hubungan (chemistry)  kuat antara Bung Karno dengan Muhammadiyah. Hal itu dapat kita baca dari sumber buku “Makin Lama Makin Cinta: Setengah Abad Muhammadiyah 1912-1964, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013).

Buku ini berisi ceramah Ir.Soekarno pada Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah di Jakarta tahun 1962, dan khutbah iftitah dari para pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu. Dalam buku tersebut Bung Karno banyak bercerita tentang sejarah kedekatan beliau dengan Muhammadiyah.

Diantaranya dia bercerita kalau beliau (Bung Karno) merupakan murid/santri “ngintel’ KH. Ahmad Dahlan sewaktu bar tabligh di Surabaya. Pernah jadi anggota dan pengurus Wilayah Muhammadiyah Bengkulu bidang Pendidikan. Istri Bung Karno (Ibu Fatmawati ibunya Megawati Soekarnoputri) adalah aktivis Nasyiatul Aisyiah Muhammadiyah Bengkulu.  Mertua Bung Karno, Ayah Fatmawati Hasan Din merupakan Ketua Wilayah Muhammadiyah Bengkulu. Dan pesan Bung Karno jika mati minta dikafani Bendara Muhammadiyah. 

Kedua, aspek pemikiran dan aksi sosial-politik Bung Karno selaras dengan pemikiran dan aksi sosial-politik KH. Ahmad Dahlan, terutama terkait keberpihakan terhadap kaum lemah, kaum tertindas dan kaum marginal bangsa Indonesia. 

Jika Bung Karno menggunakan ideologi Marhaenisme sebagai landasan pembelaan dan pemihakan secara kuat terhadap kaum lemah, kaum marginal, kaum terpinggirkan di Indonesia. Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi. Marhaenisme adalah cara perjuangan dan asas yang menghendaki hilangnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme (penindas) kaum lemah. Marhaen merupakan kaum melarat Indonesia, yang terdiri dari buruh tani, buruh, pegawai kecil, pengusaha kecil, kusir, tukang, dan kaum kecil lainnya.

Sementara KH. Ahmad Dahlan menggunakan teologi al Ma’un sebagai landasan ideologi pembelaan dan pemihakan secara kuat terhadap kaum lemah, fakir miskin, yatim piatu, dan kelompok terpinggirkan di Indonesia.

Baca Juga  Sentimen Orde Baru dan Potensi Islam Politik

Teologi Al Maun inti sarinya adalah membebaskan, memerdekakan, mencerdaskan, memberdayakan, dan membangkitkan kaum lemah tak berdaya menjadi kuat, berdaya, merdeka, bebas dan bangkit baik dari segi kehidupan politik, sosial dan ekonomi sebagai masyarakat muslim yang sebenar-benarnya. Dari teologi Al Ma’un menjadikan gerakan  Muhammadiyah sangat konsen dalam pemberdayaan dan pemihakan terhadap kaum musthad’afin di Indonesia.

Dari potret di atas dapat kita pahami, bahwa Bung Karno memiliki tempat spesial di hati warga Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah sangat menghargai sosok Bung Karno karena perjuangan dan pengorbanannya untuk Indonesia. Dan hal ini membuktikan bahwa Muhammadiyah pernah memiliki dan kader politik terhebat di Indonesia dan dunia Internasional. 

Dan terakhir semoga Bung Karno selalu diberikan tempat terbaik dan diampuni dosa-dosanya dan diberikan pahala atas kebaikannya. Amin.

Editor: Soleh

Sholikh Al Huda
14 posts

About author
Direktur Institut Studi Islam Indonesia (InSID), Anggota Majelis Tabligh Muhammadiyah Jatim, Dosen Pascasarjana UMSurabaya
Articles
Related posts
Feature

Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

3 Mins read
Ketika kita melakukan penelusuran terhadap nama Maulana Muhammad Ali, terdapat dua kemungkinan yang muncul, yakni Maulana Muhammad Ali Ahmadiyah Lahore dan Maulana…
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *