Mimpi bertemu dengan Nabi merupakan salah satu rezeki yang amat besar. Sebab tiada kenikmatan dunia yang lebih besar dibanding kenikmatan rezeki melihat wajah dan fisik Nabi, walaupun hanya di dalam mimpi. Kisah-kisah orang yang bermimpi bertemu Nabi merupakan hal yang amat populer di tengah-tengah umat Islam. Kisah-kisah tersebut dapat ditemukan di zaman ini mengakui penuturan lisan maupun di zaman dulu melalui catatan-catatan kisah di kitab-kitab yang berkaitan.
Banyaknya kisah orang bertemu Nabi di dalam mimpi sejatinya harus disikapi dengan bijaksana oleh kaum muslimin secara umum. Sebab di zaman sekarang cukup banyak ditemukan orang-orang yang berbohong dan mengaku bertemu dengan Nabi di dalam mimpi. Hal itu dilakukan dengan tujuan flexing dan mendapat pujian dari kaum muslimin yang awam akan hal tersebut. Sebab kebanyakan masyarakat menganggap bahwa orang yang ditemui Nabi di dalam mimpinya merupakan orang shalih yang dicintai Nabi.
Maraknya orang yang menuturkan pengakuan palsu terkait mimpi bertemu Nabi di dalam mimpi pada akhirnya mengharuskan kita untuk menyikapinya dengan bijak. Maksud dari bijak disini, yaitu memandangnya dengan kacamata yang benar berdasarkan tuntunan Nabi dalam hadis ataupun Al-Quran.
Apakah Semua Orang Bisa Merasakan Mimpi Bertemu Nabi?
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa golongan yang paling sering bertemu Nabi dalam mimpi adalah golongan orang-orang shalih. Hal itu diperkuat dengan kisah-kisah di luar sana tentang golongan orang-orang shalih seperti sahabat Nabi maupun ahli ibadah yang bermimpi bertemu dengan Nabi. Atas dasar hal tersebut, timbul sebuah pertanyaan mendasar yaitu apakah mimpi bertemu dengan Nabi merupakan karunia yang hanya dapat dirasakan oleh orang shalih saja atau oleh semua orang.
Menjawab pertanyaan tersebut, Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa sejatinya bermimpi bertemu Nabi sejatinya tidak hanya dialami oleh orang-orang shalih saja. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa hadis-hadis tentang fenomena bermimpi bertemu Nabi tidaklah secara khusus ditujukan untuk orang shalih saja, melainkan bersifat umum. Adapun penyebab pendosa atau orang biasa yang bermimpi bertemu Nabi adalah karena Allah ingin menganugerahi hidayah kepada mereka.
Cara Memastikan Kebenaran Mimpi Bertemu Nabi Muhammad
Pertama, yaitu dengan cara mengenali ciri-ciri dan sifat Nabi Muhammad melalui dalil-dalil shahih. Syaikh Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dalam kitab Dhawabithu Ta’bir Ar-Ru’ya menjelaskan bahwa cara ini merupakan cara yang amat diperlukan, sebab dengan cara ini seseorang dapat membedakan apakah yang datang ke mimpinya benar Nabi atau setan yang mengaku-ngaku Nabi.
Hal itu disebabkan karena setan tidak akan mampu menyerupai Nabi dalam mimpi, sehingga dengan mengenali ciri-ciri fisik Nabi, kita dapat benar-benar membedakan antara Nabi dan setan di dalam mimpi.
Contohnya ketika seseorang merasa mimpi bertemu Nabi, ia dapat memastikannya dengan mengingat ciri fisik orang yang ditemuinya di mimpi lalu melakukan pencocokan dengan ciri fisik Nabi. Data-data ciri fisik Nabi bisa didapat melalui hadis-hadis shahih di kitab hadis atau kitab Sirah Nabawiyyah.
Apabila ciri-cirinya tidak sesuai seperti tidak berjenggot, memiliki kulit putih seputih kapur dan berkumis panjang, tentu saja yang ditemuinya tersebut bukanlah Nabi melainkan setan, meskipun orang tersebut mengakui dirinya adalah Nabi. Sebab ciri fisik orang yang ada di dalam mimpi tersebut sangatlah bertolak belakang dengan ciri fisik Nabi yang dijelaskan dalam hadis shahih.
***
Kedua, yaitu memastikan bahwa orang yang ditemui di dalam mimpi tidak mengakui bahwa dirinya adalah Nabi dengan mengatakan “Aku adalah Rasulullah”. Demikian pula orang tersebut tidak menunjuk orang ketiga di mimpi tersebut dengan ucapan “Orang ini adalah Rasulullah”. Perihal ini, Syaikh Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dalam kitabnya menyebutkan bahwa perbuatan demikian adalah perbuatan setan yang berusaha menyempurnakan penyamarannya sebagai Nabi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa golongan perbuatan setan meyakinkan manusia dengan ucapan tersebut cukup banyak menipu manusia. Contohnya yaitu orang-orang dari kelompok ahli tasawuf yang meyakini bahwa ucapan Nabi di dalam mimpi dapat dijadikan dalil shahih. Padahal sejatinya mereka tidak memiliki metode ataupun kriteria untuk membedakan antara Nabi dan setan di dalam mimpi mereka. Ketiadaan metode dan kriteria tersebut membuat mereka amat mudah ditipu setan yang mengaku-ngaku sebagai Nabi di dalam mimpi mereka. Wallahu A’lam.
Editor: Ahmad