Ustadz kelahiran Pandeglang, Banten, 11 September 1984 ini, memang sudah tak asing lagi di telinga umat Islam, khususnya di Indonesia. Ia adalah sosok ustadz muda yang menguasai berbagai cabang ilmu keislaman. Seperti ilmu hadis, fikih, bahasa Arab, ilmu dakwah, sejarah, dan yang paling menonjol adalah bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan tafsir. Beliau adalah Ustadz Adi Hidayat, atau disingkat UAH.
UAH menjadi idola banyak orang dan semua kalangan. Hal ini dapat dilihat dari setiap kajiannya yang dibanjiri jamaah. Penulis pernah sekali bersama istri menghadiri langsung kajian beliau di Yogyakarta. Penulis sempat bersalaman dengan beliau saat beliau masuk ke ruang utama masjid. Qadarullah, penulis duduk di dekat pintu yang dimasuki oleh beliau itu. Itulah sebabnya penulis dapat berjabat tangan dengannya.
Ribuan jamaah hadir, bahkan masjid tidak dapat menampung semua jamaah untuk masuk ke dalam ruang utama masjid. Sebagian jamaah berada di luar pekarangan masjid. Meskipun di luar, tapi mereka tetap difasilitasi layar dan sound system. Sehingga tetap terdengar suara dan terlihat wajah UAH yang teduh dan menyejukkan itu.
Dalam tulisan ini, penulis tak akan banyak mengulas tentang biografi UAH. Sebab, tulisan-tulisan tentang biografi beliau sudah banyak ditulis orang di berbagai media. Jadi, penulis tak akan mengulang menuliskan biografi singkat UAH tersebut.
Ustadz Adi Hidayat
Membincang UAH, ada hal yang sangat mengagumkan dari dirinya, yaitu kekuatan hafalannya. Kekuatan hafalan UAH menjadi daya pikat tersendiri bagi pengagumnya, terlepas dari kekaguman orang terhadap kedalaman ilmu yang dikuasainya.
UAH umpama ensiklopedi berjalan. Di dalam ingatannya, tersimpan ribuan bahkan mungkin berjuta memori. Entah berapa banyaknya kitab yang telah dihafal dan dikuasainya. Dan yang mengagumkan adalah hafalan Al-Qur’an dan hadisnya. Al-Qur’an dan hadis Nabi terunduh rapi dalam memori ingatannya.
Sudah menjadi kekhasan UAH saat memberikan materi ceramahnya; beliau terlebih dahulu mengeluarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadis Nabi terkait dengan tema kajiannya. Saat menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an, UAH begitu lancar dan fasih membaca dan menyebutkan nomor surat, nomor suatu ayat; bahkan sampai ke halaman, posisi ayat, dan baris ayat tersebut.
Demikan juga ketika menyebutkan hadis Nabi. Lengkap dengan nama kitab, perawi, nomor hadis, posisi dan halaman hadis yang terdapat dalam kitab hadis tersebut. Bahkan kadangkala UAH menyebutkan warna kitabnya, cetakan dan tahun terbit kitab tersebut. Dan tak ketinggalan juga, kadang-kadang beliau menyebutkan harga kitab tersebut ketika membelinya.
Itulah salah satu di antara keistimewaan UAH, yaitu memiliki hafalan dan daya ingat yang luar biasa kuatnya. Kagum dengan keistimewaan yang dimiliki UAH tersebut, dalam salah satu kajian UAH, ada salah seorang jamaah bertanya kepada beliau. Salah satu jamaah tersebut bertanya: “Bagaimana cara meningkatkan atau menguatkan ingatan?”
Empat Sifat Hafalan
Sebelum masuk kepada pembahasan inti. Terlebih dahulu akan penulis paparkan empat sifat hafalan seseorang. Menurut UAH, keempat sifat hafalan tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, ada orang yang cepat menghafalnya, sulit lupanya. Kedua, ada orang yang lambat menghafalnya, lambat lupanya. Ketiga, ada orang yang cepat menghafalnya, cepat lupanya. Keempat, ada orang yang lambat menghafalnya, cepat lupanya.
Di antara empat jenis sifat seseorang dalam menghafal tersebut, di mana posisi tipe hafalan kita? Apakah termasuk kategori pertama, kedua, ketiga, atau keempat? Penulis yakin, kebanyakan kita pasti menginginkan kategori pertama, yaitu jenis orang yang cepat menghafalnya dan sulit lupanya. Semoga.
Tapi ada yang lebih istimewa dari keempat kriteria hafalan di atas. UAH menuturkan bahwa orang yang istimewa itu adalah jenis orang yang cepat hafalnya dan tidak lupa-lupa. “Jadi, ada orang-orang tertentu hafalnya cepat. Bukannya mau ingat, mau lupa susah. Di antaranya adalah Imam Sulaiman atau dikenal dengan Abu Daud, Al-Bukhari, Abu Hurairah, dan sejenisnya.” demikian tutur UAH.
Rahasia Menguatkan Hafalan ala Ustadz Adi Hidayat
UAH menuturkan bahwa kalau kita ingin menemukan tipikal yang istimewa dalam hafalan; sebagaimana yang disebutkan di atas, di antara rahasianya adalah sebagai berikut:
Pertama, meluruskan niat. Secara etimologis, niat berarti al-qasdu (bermaksud), al-azimah (tekad), al-iradah (keinginan), dan al-himmah (menyengaja). Secara terminologis, niat adalah keinginan seseorang dalam melakukan sesuatu atau pekerjaan tertentu, atau adanya maksud tertentu kemudian diikuti dengan mengerjakannya.
Berkaitan dengan niat ini, UAH menjelaskan. Bahwa apabila kita belajar hanya sekadar ingin mendapatkan dunia, maka saat dunianya dicapai, ilmu pun bisa berkurang. Nah, kalau kita ingin mendapatkan ilmu yang terus menempel, melekat, dan tidak hilang dari dalam jiwa; maka titipkan, dan niatkan untuk yang tidak pernah punya batasan, yaitu Allah SWT. Oleh sebab itu, jika kita ingin belajar atau melakukan sesuatu, maka lakukanlah untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Kedua, kesungguhan. Orang yang bersungguh-sungguh (mujahadah) adalah orang-orang yang mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai suatu tujuan dan yang dicita-citakan.
Adapun kesungguhan dalam belajar dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara. Di antaranya:
Cara Bersungguh-sungguh dalam Belajar
Pertama, berdoa. Berdoa berarti memohon. Allah SWT adalah pemilik segala ilmu. Oleh sebab itu, berdoalah kepada Allah SWT sebelum belajar. Memohon supaya dimudahkan dalam belajar. UAH menuturkan, bahwa ada satu doa yang selalu diajarkan oleh ibunya saat menuntut ilmu.
Doa itu juga pernah digunakan Rasulullah SAW saat mendoakan Ibnu Abbas. Adapun lafal doa tersebut adalah: “Allahumma faqqihni fi ad-diin wa ‘allimni at-ta’wiil”. UAH berkomentar bahwa doa tersebut merupakan permohonan supaya dipercepat mengingat dan memahami sesuatu. Serta mudah mencerna sesuatu sekalipun rumit bagi sementara orang untuk dipahami.
Kedua, menulis. Dalam belajar, hendaknya kita tuliskan setiap ilmu yang disampaikan guru atau ustadz. Tujuannya adalah agar ilmu tersebut mudah dihafal, diingat, dan dipahami. Bahkan Rasulullah SAW menuturkan: “Ikatlah ilmu dengan menulisnya”. Imam Syafi’i juga pernah berkata: “Ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah ikatannya”.
Ketiga, tingkatkan amal saleh. Menurut Prof. Quraish Shihab, amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan tidak menyebabkan dan mengakibatkan mudharat (kerusakan). Atau apabila pekerjaan tersebut dilakukan, akan diperoleh manfaat dan kesesuaian. Ustadz Adi Hidayat menuturkan bahwa ilmu itu adalah cahaya. Dan cahaya Allah SWT itu hanya akan diturunkan kepada orang-orang yang beramal saleh.
Keempat, meninggalkan maksiat. Secara umum, maksiat adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Maksiat juga berarti melakukan perbuatan dosa. Oleh sebab itu, para penuntut ilmu hendaknya menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat yang berimplikasi kepada dosa. Sebab, perbuatan maksiat itu akan menghalangi masuknya ilmu dalam jiwa kita.
Itulah di antara rahasia yang diberikan Ustadz Adi Hidayat kepada kita, bagaimana kiat-kiat meningkatkan atau menguatkan daya ingat kita. Empat kiat di atas harus menjadi laku kita dalam menuntut ilmu. Semoga.