Tajdida

Cerita Ketika Pak AR Memuji IMM

5 Mins read

Mengenaskan! IMM pernah tidak terurus selama 10 tahun lantaran DPP-nya (hasil Muktamar ke-4 di Semarang, 1975) kurang mampu menjalankan amanat Muktamar. Hingga PP Muhammadiyah (setelah digedor sana-sini oleh para alumni IMM), akhirnya mengeluarkan kebijakan membentuk DPP IMM dengan SK No.10/PP/1985 dengan beberapa orang ketua. Antara lain oleh M. Din Syamsuddin dan Anwar Abbas (yang kini Ketua Umum dan Bendahara PP Muhammadiyah). Kelahiran SK PP Muhammadiyah inilah (1985) yang dalam sejarahnya disebut dengan tahun kebangkitan kembali IMM, yang kebetulan saya memunyai sedikit kenangan dengan beberapa almarhum di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu antara lain dengan (1) Alm. AR Fachruddin (Pak AR, Ketua PP Muhammadiyah), (2) Alm. H.S. Prodjokusumo (Pak Prodjo, Wakil Ketua), (3) H. Sutrisno Muhdam (Pak Tris, Wakil Ketua), dan (4) H.M. Djazman Alkindi (Pak Djazman, Ketua Majelis Diktilitbang)  –  Rahimahumullah.

***

Pertama, kenangan bersama Pak AR, terpetik ketika IMM Cabang Ciputat (mulanya merasa) sendirian mengundang Pak AR untuk berceramah di acara Sambungrasa (Halal Bihalal) IMM Cabang Ciputat, 1984. Ketika itu, Ketua Umum IMM Cabang Ciputat (Periode 1984-1986) dijabat oleh Abd. Fattah Wibisono (kini, Ketua PP Muhammadiyah), Ketua PCM Ciputat dijabat almarhum HMA Syarifuddin, Ketua PDM Tangerang dijabat almarhum H.Muhaimin Nur, dan PWM DKI Jakarta H. Amiruddin Siregar. Saya sendiri ketika itu sebagai Sekretaris Umum PC IMM Ciputat sekaligus Ketua Panitia Sambungrasa, dengan ketua pengarah almarum H. Abd. Muiz ZA (pamanda Ketua Umum PP Muhammadiyah, M. Din Syamsuddin).  

Yang paling terkesan, yaitu ketika Pak AR memulai berceramah; beliau banyak memuji keberanian dan keberadaan IMM Cabang Ciputat. Dengan bahasa humornya yang segar dan pas, Pak AR pun mengkritik habis peran Pimpinan Muhammadiyah dalam membina IMM. Menurut Pak AR, bahwa IMM adalah anak bungsu Persyarikatan. Sebagai orangtua, Muhammadiyah tentu memahami sifat dan karakter anak bungsu itu seperti apa. “Dari buntut sampai kepala, saya tahu”, katanya.

Apa yang disampaikan Pak AR, terkait dengan apa yang saya sampaikan ketika memohon kesediaan beliau. Waktu itu, di kediaman Pak Tris (almarhum Sutrisno Muhdam) saya atas nama panitia mengungkapkan uneg-uneg, bahwa tekad IMM Cabang Ciputat mengundang Pak AR sesungguhnya tidak direstui oleh Pimpinan Muhammadiyah Cabang Daerah bahkan Wilayah. Mungkin karena mereka enggan menyumbang lebih dari nasi bungkus, akhirnya IMM Cabang Ciputat dianggap tidak sopan. Menurut mereka, Pak AR itu orang besar, sebagai Ketua (Umum) PP Muhammadiyah. Ortom sekelas IMM Cabang, tidak level mengundang Pak AR, dan banyak hal yang saya ceritakan. Kesimpulannya, setelah Pak AR mendengar ocehan saya, Pak AR hanya diam, lalu berujar : Insya-Allah saya datang. kemudian saya pun pamit dengan menahan rasa senang dan bangga.

Baca Juga  Bagaimana Kedudukan Fatwa Tarjih di Muhammadiyah?
***

Kenangan kedua bersama almarhum H.S. Prodjokusumo rahimahullah.  Waktu itu, saya melalui almarhum Lukman Harun saya diterima bekerja di sekretariat PP Muhammadiyah di Menteng Raya 62. Di samping sebagai karyawan PP, saya juga kala itu sebagai Ketua LPP DPD IMM DKI Jakarta (Ketua Umum DPD IMM DKI waktu itu dijabat oleh Tatang Sutahyar). Suatu ketika, saat saya bekerja tiba-tiba almarhum Prodjokusumo menyodorkan (memberi) majalah Suara Muhammadiyah yang sudah lama (No.12/Juni 1983) yang di dalamnya ada tulisan beliau yang berjudul, IMM Anakku, Bangkitlah.

Almarhum berpesan supaya tulisan itu digandakan dan disebar untuk aktivis IMM se-DKI Jakarta. Alhamdulillah, Ketua BKP-AMM DKI Jakarta ketika itu dijabat oleh Pak Wardi Rahimahullah (H.M. Suwardi, yang belakangan menjadi Ketua PWM DKI Jakarta) berkenan menggandakan melalui tangan dingin almarhum Sjaiful Ridjal (sekretaris BKP-AMM dan Bendaharawan IKIP Muhammadiyah Jakarta waktu itu) dan tulisan almarhum pun menyebar ke mana-mana. Tak lama kemudian IMM DKI pun bangkit, sampai akhirnya (1984) terbentuk Caretaker DPP IMM sebelum akhirnya membubarkan diri setelah PP Muhammadiyah membentuk DPP(s) IMM tahun 1985 yang diketuai Immawan Wahyudi, Wakil Ketua antara lain M. Din Syamsuddin dan Anwar Abbas (mantan Ketum dan bendahara PP, kini Ketua).

***

Kenangan ketiga, bersama almarhum Drs. H. Mohammad Djazman Al-Kindi, M.BA. Rahimahullah; pemrakarsa dan Ketua Pertama DPP IMM. Kebetulan, waktu itu almarhum adalah penggagas dan Ketua Pertama Majelis Pendidikan Tinggi, (Penelitian dan Pengembangan) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketika almarhum berada di Jakarta, saya mengajukan permohonan beasiswa dan alhamdulillah diterima kuliah di IKIP Muhammadiyah Jakarta (kini UHAMKA).

Sebagai aktivis IMM yang punya masalah kuliah (ekonomi) di IAIN (UIN) Jakarta, saya mendapat arahan yang intinya menekankan supaya aktivis IMM tidak boleh berputus asa dalam studi. Masalah biaya, gampang. Majelis Diktilitbang (waktu itu) mempunyai program antara lain akan membantu masa depan studi kader-kader IMM yang dinilai militant dan berprestasi. Masa depan PTM, ada di tangan IMM, demikian kata dan atau pesan almarhum rahimahullah. Entah bagaimana peran Majelis Dikti sekarang terhadap IMM, para alumni dan DPP IMM harus terus mengawalnya.

Baca Juga  Rekonstruksi Kriteria Visibilitas Hilal MABIMS dari 2, 3, 8 Menuju 3, 6, 4

Selain itu, yang paling terkesan dari almarhum dalam kaitannya dengan IMM, yaitu setelah tulisan saya tentang sejarah IMM dimuat di Bulletin Ta’dib IKIP Muhammadiyah Jakarta, kemudian diterbitkan oleh DPP IMM Periode Dr. H. Nizam Burhanuddin. Dalam tulisan tersebut, saya menolak anggapan yang sudah merata di kalangan aktivis IMM se-Indonesia, bahwa Pak Djazman (panggilan dekatnya) adalah pendiri IMM, dan menolak interpretasi oknum PP Muhammadiyah yang kala itu masih ada yang bersikukuh bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan, dan karena HMI batal bubar, maka sejarah kelahiran IMM perlu dibungkus dan karenanya pula IMM perlu dicoret dari jajaran Ortom AMM.

Bagaimana reaksi almarhum Pak Djazman Rahimahullah yang sudah tersohor sebagai pendiri IMM tetapi saya menolaknya? Melalui DPP IMM periode Agus Syamsuddin yang berencana menulis sejarah resmi IMM (yang kebetulan saya sebagai sekretaris timnya), ternyata almarhum menganggap tidak ada masalah dengan sejarah IMM yang saya susun, dan kepada saya pun almarhum menyampaikan selamat. Hanya saja, Saudara Farid Fathoni AF, yang waktu itu sebagai Ketua Bidang I DPP IMM, menulis buku Kalahiran yang Dipersoalkan, menilai tulisan saya sebagai hal yang keliru.

***

Kesan keempat, yaitu dengan almarhum Drs. H. Sutrisno Muhdam, M.M.. Kedekatan saya dengan almarhum, diawali ketika saya mendengar kabar bahwa Pak AR ada di rumah almarhum dan sesuai rencana saya akan memohon kesediaan Pak AR untuk menengok IMM Cabang Ciputat sebagaimana saya sebutkan di atas. Waktu itu, almarhum sempat menyodorkan (memberi) kemeja putih yang langsung saya pakai lantaran saya berbasah-basah kehujanan sebelum sampai ke rumah beliau menemui Pak AR (dan hingga kini kemeja putih menjadi kemeja kesayangan saya).

Sejak inilah saya menilai almarhum Sutrisno Muhdam rahimahullah, sangat besar perannya dalam proses pemupukan jatidiri IMM di DKI Jakarta (terutama dimulai setelah saya dan Ki Ageng Wibisono terpilih sebagai pimpinan inti DPD IMM DKI Jakarta (saya sebagai Ketua Bidang Kader, dan Ki Ageng Abd. Fattah Wibisono sebagai Ketua Umum). Sampai akhir hayatnya, setiap ketemu dengan saya, tema pembicaraan yang dibuka hanya soal IMM, yang lain hampir tidak ada. Keterlibatan beliau sejak proses pembentukan DPPS IMM oleh PP Muhammadiyah, bersama almarhum H.S. Prodjokusumo dan almarhum H. Kusnadi, tak pernah lupa untuk membangkitkan semangat ber-IMM kepada saya khususnya dan keluarga besar IMM DKI Jakarta pada umumnya.

Baca Juga  Makna Jihad dan Syahid dalam Konteks Kemanusiaan

Kesan ke-IMM-an terakhir saya bersama almarhum Sutrisno Muhdam rahimahullah, yaitu ketika saya bersama teman-teman alumni berencana membentuk dan mempersatukan kelompok-kelompok alumni IMM secara nasional. Di Jakarta waktu itu, ada beberapa kelompok alumni IMM; ada yang bernama Alumni 14 Maret dikomandani oleh Pak Husni Thamrin, Hasanuddin Muhdar, Iskandar Sembiring, dan lainnya; ada Fosko (Forum Studi dan Komunikasi) Alumni IMM yang diprakarsai oleh antara lain almarhum Sjaiful Ridjal, almarhum H. Abd. Muiz (pamanda M. Din Syamsuddin), ada kelompok alumni PERKASA (Pertahanan Kalimat Syahadatain) yang dikomandani oleh antara lain Prof. M. Yunan Yusuf, Prof. M. Din Syamsudin, Prof. Suwito, Prof. Fathurahman Jamil, Dr. Anwar Abbas, Dr. Ma’rifat Iman, dan lain-lain.

***

Berkat bantuan dan kesungguhan almarhum Sutrisno Muhdam inilah, saya (yang sebagai Sekretaris Panitia), bersama-sama alumni IMM Cabang Ciputat (terutama Firman Noor, Sudarnoto Abd. Hakim, dan almarhum Abd. Fattah Wibisono atau Ki Ageng) memprakarsai untuk mengadakan acara Silaturrahmi Nasional Alumni IMM, yang kemudian dalam acara ini terjadi Deklarasi Pendirian Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) IMM, disaksikan dan atau dihadiri oleh H.M. Amien Rais, sebagai Ketua PP Muhammadiyah sekaligus atas nama alumni IMM. Istilah atau nama FOKAL IMM, adalah usulan dari DPP IMM (periode Syahril Syah dan Abd.Rohim Ghazali).

Peran almarhum Pak Tris rahimahullah kala itu, antara lain beliau terus-menerus memonitor perkembangan kepanitiaan, yang kebetulan saya sebagai sekretaris panitia dengan Ketua Kak Noto (panggilan saya untuk Sudarnoto Abd. Hakim – kini Warek IV UIN Jakarta). Posisi almarhum sebagai alumni IMM sekaligus Wakil Ketua II PP Muhammadiyah yang turut mengundang, menandatangi undangan yang saya sebar ke seluruh alumni IMM di Indonesia melalui DPD IMM-nya masing-masing.

Demikianlah segelintir kenangan dari para almarhum Rahimahumullah di tingkat PP Muhammadiyah yang berkaitan dengan saya khususnya dan gerakan IMM pada umumnya. Mudah-mudahan dapat dipetik manfaatnya untuk semua. Amien.  Fastabiqul-Khairaat!

Editor: Yahya FR
Avatar
13 posts

About author
Noor Chozin Agham, dosen UHAMKA dan UMT Indonesia, Penulis Buku : ISLAM BERKEMAJUAN gaya MUHAMMADIYAH - Telaah terhadap Akidah, Akhlak, Ibadah, dan Mu'amalah Duniawiyah - UHAMKA Press, 2015
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds