Perspektif

Covid-19 Ladang Beramal

3 Mins read

Pandemi global yang sering kita sebut Covid-19 yang menggegerkan dunia. Pandemi ini berawal dari Wuhan, salah satu kota di China lantas menyebar ke seluruh dunia. Bukan hanya rakyat yang menjadi korban tetapi pemerintahan pun ikut merasakan betapa mengerikan pandemi ini.

Kejadian demi kejadian terjadi. Kasus positif hingga korban jiwa tak bisa dihindari, dari kalangan muda, tua, bahkan anak-anak pun tak luput dari sasaran pandemi ini. Setiap manusia kalang kabut mencari perlindungan dan pengobatan demi sembuh dari virus ini.

Covid-19 dan Pes

Artikel demi artikel ditulis, berita demi berita diliput, acara TV pun direbut oleh ketenaran virus ini. Berlomba-lomba memberitakan apa yang terjadi, bahkan tak jarang berita hoax pun tersebar. Dalam waktu singkat muncul orang-orang yang seakan-akan ahli dalam bidang kesehatan padahal tidak ada dasar untuk mengatakan. Demikianlah gambaran kecil dari dunia sekarang ini.

Lantas apa permasalahan dari tersebarnya virus Covid-19? Tahun demi tahun telah terlewati kita bercerita tentang kalangan tua yang pernah merasakan berbagai wabah yang pernah melanda Indonesia. Sejarah mencatat bahwa dalam kurun waktu 15 tahun, tepatnya pada tahun 1911-1926, Indonesia pernah terjangkit virus mematikan, yaitu pes.

Wabah ini merupakan penyakit yang berasal dari kutu yang menempel pada tikus. Daerah yang terkena imbas nya adalah Pulau Jawa, di mana wabah ini pertama kali terjadi di Malang. Akan tetapi bukan sejarah pes yang menjadi topik utama melainkan cara penanggulangan yang dilaksanakan demi tidak tersebarnya wabah pes tadi.

Pemerintahan kolonial lewat Dienst Der Pestbestijding (Dinas Pemberantasan Pes) mengeluarkan kebijakan larangan menjenguk orang yang terkena wabah pes. Warga juga diperintahkan untuk melapor apabila ada anggota keluarga yang sedang sakit. Bahkan sempat dibuat dinding pembatas antar desa agar tidak bertambah luas daerah yang terjangkit wabah pes.

Baca Juga  Perlukah Kita Belajar Ilmu Parenting?

Karantina dan Kesenjangan

Tidak jauh-jauh, penanganan Covid-19 pun menempuh langkah serupa. Sudah banyak negara yang melakukan karantina wilayah demi tidak menyebarnya covid-19. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte melakukan lockdown setelah terjadi ledakan kasus.

Efek dari karantina besar-besaran tadi berimbas pada kerja kantor dan sekolah-sekolah yang diliburkan. Bahkan larangan pergi dari rumah masing-masing, dijaga ketat oleh petugas keamanan dan dikenakan denda bagi pelanggar karantina di Italia. Saat ini Italia menjadi salah satu negara yang jumlah kematiannya tertinggi di dunia.

Denmark menjadi negara kedua yang melakukan karantina wilayah besar-besaran. Tujuannya sama, yaitu mencegah covid-19 menyebar lebih luas. “Kami berada di wilayah yang belum dipetakan. Kami berada di tengah-tengah sesuatu yang belum pernah kami hadapi sebelumnya,” kata perdana menteri Denmark Mette Frederiksen dalam konfersi pers, sebagaimana dilaporkan The Local Denmark.

Indonesia pun lantas membuat kebijakan karantina wilayah walaupun tak sekeras negara-negara lain. Dengan kata lain Presiden Jokowi mengimbau rakyatnya untuk mengkarantina diri sendiri di rumah sejak Minggu, 15 Maret 2020 lalu.

Sekolah diliburkan, universitas diliburkan, semua aktivitas yang membuat kerumunan masa diliburkan. Dengan demikian, penanganan penyebaran Covid-19 pun tak jauh dengan model pencegahan wabah-wabah yang pernah terjadi. Dapat diambil garis besar bahwa karantina adalah cara utama pencegahan untuk tidak menyebarnya suatu wabah, menutup semua akses yang berpotensi menyebarkan wabah.

Namun ketika kebijakan ini dilakukan di Indonesia sangatlah mengagetkan rakyat. Ada yang mendorong karantina ada pula yang menolak karantina dengan berbagai alasan, dan ada pula orang yang apatis atas kebijakan karantina. Yang menjadi permasalahan adalah ketika kebijakan ini diterapkan di Indonesia dengan banyak terjadi kesenjangan sosial. Salah satu stasiun TV, dalam acara ILC (Indonesia Lawyer Club) yang mengundang salah satu ojol untuk mengutarakan keluh kesahnya. “Kami cuma butuh bantuan untuk makan, semua kebutuhan yang lain kami kesampingkan,” ucap sang pengemudi ojol.

Baca Juga  Sekolah Daring Permanen, Siapa Takut?

Ladang Beramal

Rakyat yang bergantung pada gaji harian-lah yang terkena imbas lebih parah. Setidaknya dibandingkan dengan para aristokrat dan pegawai negeri sipil yang mendapatkan gaji walau hanya berdiam diri di rumah. Seharusnya memang inilah yang menjadi pandangan utama dalam penanganan wabah Covid-19. Keseimbangan kebijakan akan terjadi apabila kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Maka dari itu muncul lah gerakan-gerakan sosial yang banyak di pelopori oleh artis, Atta Halilintar menjadi salah satu artis yang berhasil mengumpulkan sumbangan hingga 115 juta dari para followersnya. Rencananya dana ini akan disumbangkan untuk menambah persediaan alat pelindung diri bagi tenaga medis.

Berbeda dengan Edho Zell yang mengatakan dalam IGTV-nya, “Saya mau mengajak teman-teman semuanya untuk bergabung dalam gerakan kami yang namanya gerakan Rantang Hati,” dikutip kompas.com, Jumat (27/3/2020). Gerakan ini dilakukan dengan memberi makanan kepada para pengemudi ojek online dengan cara membeli makanan warteg.

Keunikan gerakan ini sekali bergerak satu atau dua sasaran kena. Tidak hanya memberikan makanan kepada pengemudi ojek online namun juga berhasil dalam menghidupkan bisnis warteg. Kegiatan-kegiatan positif berikut memang sangat membantu masyarakat kecil walaupun belum sepenuhnya menjangkau semua kalangan.

***

Semangat beramal tersebut sesuai dengan ajaran Islam yang telah diperintahkan Allah, salah satunya:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr : 1-3).

Sebagai seorang muslim, mari yang mempunyai harta lebih untuk bisa menyumbangkan atau menyedekahkan kepada mereka yang sangat membutuhkan demi kelangsungan hidup mereka. Karena “perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyanyangi, seumpama tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).

Baca Juga  Khittah Politik Muhammadiyah: Wujud Ikhtiar Menyelamatkan Semesta

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
PK IMM Hajjah Nuriyah Shabran
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds