Perspektif

Menuju Khair Ummah

3 Mins read

Kita awali dari surat Al-Baqarah ayat 148 yang berbunyi;

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا۟ يَأْتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat). Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Dalam surat tersebut, terdapat kalimat fastabiqul khairat, yang berarti “berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan”. Jika melihat kata khair di sana, merujuk pada makna baik. Kata khair, memiliki beberapa makna kebajikan, di antaranya adalah kebajikan dalam perilaku atau sifat. Kemudian, khair juga bisa berarti harta yang digunakan dalam kebaikan.

Semisal kita menyisihkan sebagian rezeki kita untuk fakir miskin, maka sumber atau proses dalam mendapatkan harta tersebut, haruslah dengan cara yang baik (khair). Atau bisa juga ketika kita memiliki barang berupa kendaraan, kita dapat mengukur keberkahan dari kendaraan itu dari cara kita menggunakannya.

Seberapa kebaikan yang kita lakukan dengan kendaraan tersebut, kemana saja kita gunakan kendaraan tersebut. Apabila kita sering bahkan selalu menggunakannya kedalam kebaikan, maka harta berupa kendaraan tersebut merupakan harta yang khair (baik).

Jadi ketika kita mencari harta, tidak hanya untuk mengumpulkannya saja. Namun khair adalah ketika orientasi kita mencari harta adalah untuk digunakan untuk kebaikan, seperti sedekah, infaq, zakat dan kebaikan lainnya.

Bukan untuk ditumpuk, atau hartanya bukan sebagai koleksi. Lalu khair yang selanjutnya adalah berlomba dalam mencapai suatu kebaikan (fastabiqul khairat) tadi. Maka, makna al khair bisa kita simpulkan berarti lebih baik dari sebelumnya, dan berpaju selalu dalam meraih kebaikan. Dalam surat Al-Insyirah ayat 7 Allah swt berfirman,

Baca Juga  Siapa yang Berhak Menafsir Radikal?

فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ

Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),”

Dari sinilah, dalam menebar kebaikan itu tidak ada habisnya, setelah melakukan suatu kebajikan, maka diikuti dengan hal yang baik lainnya. Sehingga memberikan banyak manfaat bagi sekitar.

Menuju Khair Ummah

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ

“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”

Dalam surat Ali Imran ayat 110 tersebut, terdapat dua kata yang berarti kebaikan yakni khair dan ma’ruf. Ada beberapa kata yang berarti baik atau kebaikan dalam Al-Qur’an, di antaranya khairan, hasanun, birrun, ma’rufun, serta thayyib.

Pastinya dari masing-masing kata memiliki arti yang merujuk pada beberapa hal yang baik, tapi untuk kali ini kita akan membahas khair. Khairan adalah kebaikan yang menjadi pilihan, dan diperoleh dengan cara berjuang dan berusaha dengan cara yang baik sebagaimana diatas.

Jadi ada usaha di sana, seperti pada ayat diatas, untuk menuju khaira ummah (umat terbaik), maka dengan cara mengajak manusia kedalam yang ma’ruf dan mencegah berbuat yang mungkar.

Ada suatu proses disana yang dilakukan dengan cara yang baik, dengan tujuan yang baik. Begitupula ketika kita berlomba dalam kebaikan, haruslah dilakukan dengan cara yang baik.

Tidak menjadi khair apabila kita melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama (syariat), meski ditujukan untuk kebaikan. Misalnya mencuri harta orang lain, untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin. Jadi untuk memberikan santunan, berinfaq, shodaqoh juga harus dengan harta yang diperoleh dengan cara yang khair (baik).

Baca Juga  Buya Syafii, Karya Seni yang Indah

Ketika kebaikan (khair) itu sudah tercapai, akan menjadikannya menjadi sesuatu yang birrun (kebaikan yang bisa menghantarkan ke surga). Sebagaimana yang disebut dalam Al Baqarah ayat 189,

الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ

“kebajikan datang kepada orang-orang bertaqwa.”

Oleh karenanya, khaira ummah dapat dicapai dengan cara yang ma’ruf. Ketika sudah tercapai, maka akan hadir al-birr, kebaikan dari apa yang kita tuai dengan ketaqwaan.

Lalu puncak kebaikan mulai dari yang khair, ma’ruf, dan al-birr adalah hasan.

Khaira Ummah dengan Uswatun Hasanah

Hasan atau hasanah yang berarti kebaikan pula, namun suatu kebaikan yang membuat tiada apapun dan siapapun antara kita dengan Allah Ta’ala, yakni benar-benar melakukan segalanya hanya karena Allah Swt. Jadi tidak ada unsur karena manusia atau lainya, semuanya dilakukan hanya mengharap ridhoNya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Uswatun hasanah sendiri berasal dari kata uswah yang berarti teladan, dan kata hasanah, berasal dari kata hasuna, yahsunu, husnan wa hasanatan, yang berarti sesuatu yang baik.

Maka jelas ayat diatas, Rasulullah sebagai uswah hasanah karena memiliki segala sesuatu (perilaku, sifat) yang baik, dalam artian kita sebagai umat Rasulullah merupakan umat terbaik. Dengan catatan, kita mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

***

Oleh karena itu, kita dapat predikat sebagai khaira ummah apabila mampu menjalankan suatu yang ma’ruf, dengan cara yang khair, dengan niat kebaikan itu hanya karena Allah Ta’ala (Al birr), tidak karena sanjungan manusia ataupun yang lainnya.

Baca Juga  Konflik Sosial Antara Kaum Muda dan Kaum Tua

Maka dengan cara berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), kita akan mampu meraih al birr, kebaikan yang dimana kebaikan tersebut akan membawa kita kepada ketaqwaan. Sesuatu kebaikan haruslah dilakukan dengan cara yang baik, dengan tujuan yang baik pula, maka baru dapat disebut sebagai khair. Jika kita ibaratkan makanan, maka jenis makanannya sudah halal, dan dari makanan itu akan membuat tubuh kita menjadi baik (thoyyib), itulah khair.

Maka, dalam berfastabiqul khairat yang dilakukan dengan cara yang khair, dengan hal-hal yang ma’ruf, akan menjadikan kita sebagai manusia yang mendapatkan predikat khaira ummah (ummat terbaik). Yang dimana umat terbaik, memiliki sifat yang hasan, karena mencontoh Rasulullah yang memiliki uswatun hasanah.

Bermanfaat bagi orang lain, suka memberi kepada sesama. Nilai-nilai spritiual (keimanannya) yang diimplementasikan dari ibadahnya (hablumminallah), tercermin dari sifat-sifatnya yang baik kepada sesama manusia (hablumminannas). Itulah khairah ummah, umat terbaik yang memiliki sifat hasan dengan cara-cara yang khair dan ma’ruf.

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *