Akhlak

Damainya Hati Manusia yang Ikhlas

3 Mins read

Sungguh mudah mengatakan dengan lisan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Akan tetapi, apakah selancar itu pula ketauhidan mengalir dari dalam hati kita, sehingga mendorong seluruh anggota tubuh menuju kesamaan antara ikrar dan amal perbuatan? Lalu bagaimanakah hati manusia yang ikhlas?

Lisan kita mungkin bisa berkata bahwa tauhid telah mendarah daging dalam tubuh kita. Namun tak jarang, tanpa disadari Allah telah dipersekutukan dengan majikan, atasan, kekayaan atau pangkat. Bahkan, Allah juga dipersekutukan dengan pujian dan sembah sanjung terhadap yang lain.

Istri lebih takut dimarahi suami daripada dimurkai oleh Allah. Orang lebih takut kehilangan kekuasaan dan kekayaan daripada iman. Ibadah lebih suka dipuji orang lain daripada mencari ridha Allah. Manusia lebih getir menghadapi pengadilan dunia daripada mahkamah illahi. Padahal, jika Allah menghendaki maka segala usaha dan ikhtiar manusia akan hancur dengan sia-sia.

Manusia yang Ikhlas

Sungguh keikhlasan hatilah yang sebenarnya merupakan harta hakiki seorang manusia. Ibadah apapun yang dikerjakannya tanpa keikhlasan, niscaya hanyalah sia-sia belaka. Dalam Al-Qur’an surah al-A’raf ayat 29, Allah berfirman “…luruskanlah muka (hati)mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadanya …”.

Ikhlas, alangkah indah makna yang terkandung di dalamnya. Ikhlas ialah bersih dari segala maksud-maksud  pribadi, bersih dari segala yang pamrih dan riya, bersih dari segala yang tidak disukai Allah sebagai pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa alam semesta. Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang kita harapkan, taati, cintai, dan kita takuti. Ikhlas menerima Muhammad sebagai penjelas dan penyampaian kalam Allah. Ikhlas menerima Al-Qur’an sebagai pedoman dalam segala aspek dalam kehidupan kita.

Manusia yang ikhlas ialah manusia yang berkarakter kuat dan tidak mengenal lelah. Gerak prilakunya sama sekali tidak dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya, kedudukan ataupun penghargaan. Bagi mereka yang paling terpenting adalah Allah ridha kepadanya. Orientasi hidupnya jelas dan tegas. Langkahnya pasti dan penuh harapan. Tak ada kata frustasi dalam hidupnya. Tak ada kata putus asa dalam usahanya. Jiwanya merdeka karena hanya Allah yang menjadi tujuan hidupnya.

Baca Juga  Makanan yang Halal dan Baik Menurut Al-Quran

Oleh karena itu, orang  yang paling menikmati hidup ini adalah orang yang paling bersungguh-sungguh menjaga keikhlasannya. Setidaknya, orang yang sangat ikhlas akan minim rasa kecewa terhadap hal yang bersifat duniawi. Apa sebabnya? Sebab, orang yang ikhlas meyakini dalam hati bahwa dirinya hanya memiliki dua kewajiban. Pertama, meluruskan niat, dan yang kedua, meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar.

Bagi dia, selama sudah berusaha sekuat tenaga, maka apa yang dilakukan itu bersih dari keinginan apapun. Kecuali untuk mengharapkan ridha Allah. Ia gigih menyempurnakan ikhtiar di jalan yang disukai oleh diri-Nya. Apapun yang terjadi bagi dirinya tidak akan rugi.

Keinginan Makhluk, Ketetapan Allah

Dia yakin bahwa berkunjung kepada seseorang yang sakit, apakah yang dikunjungi sudah sembuh atau tidak, ada atau tidak ada, maka dia sudah mendapat ganjaran. Dia tidak akan kecewa oleh sesuatu yang bila tidak diinginkannya terjadi. Dipuji atau tidak dipuji, bahkan dicaci sama saja, karena bagi dia rezeki adalah menyempurnakan niat dan menyempurnakan ikhtiar.

Oleh karena itu, kita tidak boleh mengikat diri kita dengan apapun yang kita inginkan. Karena jika kita memiliki rencana, maka Allah pun memiliki rencana. Apabila kita memiliki keinginan, maka Allah yang memberi ketetapan. Rezeki kita adalah jika kita bisa berniat lurus dari apapun yang kita lakukan dan menyempurnakan ikhtiar di jalan yang di ridhai oleh Allah.

Mudah-mudahan Allah yang maha tahu lintasan hati kita. Benar-benar mencabut dari diri ini kerinduan dipuji, dihargai, dihormati, dibalas budi oleh makhluknya. Karena ternyata yang membuat kita menderita adalah ketamakan mendapat penghormatan.

Lihatlah terkadang kita sampai menipu diri sendiri hanya karena rindu dihargai orang lain. Kita berdusta, hingga kita akhirnya tertekan dan terpenjara oleh kerinduan untuk dihormati. Justru karena semua itulah kita akan banyak terluka dan sakit. Maka dari itu, ciri lain manusia yang ikhlas adalah putus harapan dari kerinduan untuk dihormati. Mereka akan tetap bersemangat untuk berbuat kebajikan saat dipuji atau dicaci.

Baca Juga  Sebuah Potret Kepemimpinan yang Zalim

Berbahagialah andaikata kita berhasil mengangkat diri dari jeratan. Ingin dihormati oleh makhluk. Apa sebabnya? Karena semakin kita ingin dipuji maka diri dan hati kita semakin tidak ikhlas. Akibatnya, selain akan merasakan banyak kekecewaan, amalan kita pun tidak diterima.

Melepaskan Belenggu

Kebahagiaan adalah milik orang-orang yang tidak dibelenggu oleh penilaian makhluk. Cukuplah bagi kita penilaian Allah yang maha tahu, yang maha menyaksikan, yang maha adil di dalam membalas segala kebaikan. Andaikata kita beramal dengan tulus, pada saat yang sama, kita akan berbahagia dan sekaligus akan diangkat kemuliaan kita oleh Allah. Dengan demikian, hidup yang kita jalani akan lebih bermakna bagi dunia dan berarti bagi akhirat.

Di pihak lain, kita juga harus berusaha untuk tidak terbelenggu oleh kelompok, warna kulit ataupun golongan yang kita masuki. Apa sebabnya? Karena salah satu indikasi keikhlasan kita adalah tidak terkecoh oleh golongan ataupun pengelompokan. Andaikata kita lebih disibukkan untuk membela partai daripada membela kemuliaan Islam, maka keikhlasannya bisa dipertanyakan. Seandainya kita lebih gigih membela organisasi yang kita ikuti daripada membela kebersamaan umat Islam, keikhlasan kita dalam hal inipun dipertanyakan.

Ciri khas manusia yang tidak ikhlas adalah lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok dibanding kepentingan di jalan Allah. Sebagai pejuang, kita harus mulai meneliti, mengapa kita tega mengkorbankan saudara seiman hanya karena membela sebuah kelompok organisasi atau partai kita.

Manusia yang ikhlas, mampu menembus perbedaan warna kulit, kelompok, dan organisasi. Karena sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara “innamal mu’minuuna ikhwah” semoga kita dapat menikmati sikap kasih sayang yang kita miliki. Karena telah bersungguh-sungguh melakukan hal terbaik di jalan Allah. Kita berharap mudah-mudahan segala kenikmatan yang kita dapatkan dari Allah merupakan buah dari keikhlasan kita dalam beramal dan berbuaat kebajikan.

Baca Juga  Muhammadiyah Kehilangan Maestro Dakwah, Drs. KH. Muchtar Adam

Editor: Nirwansyah/Nabhan

Avatar
5 posts

About author
Mahasiswa STIQSI
Articles
Related posts
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…
Akhlak

Hidup Sehat ala Rasulullah dengan Mengatur Pola Tidur

4 Mins read
Mengatur pola tidur adalah salah satu rahasia sehat Nabi Muhammad Saw. Sebab hidup yang berkualitas itu bukan hanya asupannya saja yang harus…
Akhlak

Jangan Biarkan Iri Hati Membelenggu Kebahagiaanmu

3 Mins read
Kebahagiaan merupakan hal penting yang menjadi tujuan semua manusia di muka bumi ini. Semua orang rela bekerja keras dan berusaha untuk mencapai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *