Falsafah

Dari Keraguan Mencapai Kepastian: Metode Filsafat Rene Descartes

2 Mins read

Rene Descartes (1596-1650) merupakan filsuf paling penting dalam sejarah filsafat barat, terutama pada era modern. Descartes dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern, karena ia adalah orang yang melahirkan sistem baru dalam filsafat. Sebelum Descartes, para filsuf hanya mengadopsi pemikiran dari filsuf-filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles. Sehingga dapat dikatakan, dalam kurun waktu kurang lebih 1000 tahun, filsafat mengalami impotensi atau kemandulan.

Di balik kegemilangan pemikirannya, kehidupan Rene Descartes kurang beruntung. Descartes telah menjadi seorang piatu sejak bayi, karena sang ibunda telah meninggal setelah melahirkannya ke dunia. Selain itu, ia juga menderita penyakit batuk seumur hidupnya. Perjalanannya di atas bumi harus berakhir di Stockholm, Swedia, karena terkena Pneumonia di usianya yang ke 53 tahun, pada 11 Februari 1650.

Rene Descartes menghasilkan banyak karya selama hidupnya, diantaranya adalah Meditations on First Philosophy dan Discourse on Method. Ia merupakan pelopor rasionalisme, yaitu aliran yang berpandangan bahwa akal atau rasio merupakan sumber utama untuk menghasilkan pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dalam proyek filsafatnya yang sangat menekankan peranan akal untuk mencapai suatu kepastian.

Rene Descartes: Aku Berpikir, Maka Aku Ada

Sang Bapak Filsafat Modern ini pertama-tama mengawali pemikiran filosofisnya dengan sebuah keraguan. Descartes tidak hanya meragukan apa yang ada di sekelilingnya, tetapi juga meragukan eksistensi dirinya sendiri. Ia tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh persepsi inderawi, karena bisa jadi apa yang kita lihat bukanlah kenyataannya. Kita bahkan tidak dapat membedakan antara mimpi dan kenyataan, karena itu bisa jadi apa yang kita anggap sebagai kenyataan barangkali merupakan sebuah mimpi panjang.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Pemikiran Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche karya F. Budi Hardiman, Descartes juga meragukan asas-asas matematika dan pandangan-pandangan metafisik lainnya mengenai dunia material maupun immaterial. Hal ini karena ia beranggapan bahwa Iblis yang cerdik bisa saja telah memperdaya kita, sehingga kita dipermainkan oleh tipuan dan khayalan yang diciptakannya. Hingga akhirnya, Descartes menemukan sebuah kepastian yang menunjukkan bahwa dirinya dan apa yang ada di sekelilingnya benar-benar nyata.

Baca Juga  Henri Bergson: Meraih Kebebasan Hidup dengan Intuisi

Hal yang dapat dijadikan sebagai kepastian oleh Descartes adalah bahwa dirinya yang sedang meragu ini pasti benar-benar nyata. Sebab tidak mungkin seseorang akan ragu apakah dirinya ada atau tidak ada. Hingga sampailah Descartes pada prinsip Aku Berpikir Maka Aku Ada, atau dalam bahasa latin sering disebut Cogito Ergo Sum. Selama kita meragu, maka kita akan semakin yakin bahwa eksistensi kita ini nyata. Descartes memandang bahwa meragukan adalah berpikir, karena itu ia beranggapan bahwa berpikir mampu mencapai kepastian akan eksistensi.

Meski terkesan radikal, keraguan Descartes hanyalah sebuah metode untuk menemukan dasar yang kokoh untuk mencapai kepastian akan kenyataan. Pada akhirnya, ia berkesimpulan bahwa dirinya dan apa yang ada di sekelilingnya merupakan sebuah kenyataan, bukan sebuah mimpi panjang atau tipuan dari iblis yang cerdik.

Tuhan sebagai Kesempurnaan Tertinggi

Setelah yakin bahwa dirinya benar-benar nyata, Descartes kini mempertanyakan apakah masih ada lagi kepastian intuitif yang harus ia capai. Lantas ia menemukan satu hal yang harus dipastikan, yaitu mengenai wujud yang sempurna. Menurut Descartes, ide mengenai wujud sempurna telah ada dalam dirinya sendiri dan pastinya merupakan sebuah ide bawaan. Namun, ia berpikir bahwa meski ide kesempurnaan sudah tertanam dalam dirinya, tetapi ia yakin bahwa ada entitas yang telah menanamkan ide tersebut dalam dirinya.

Jostein Gaarder, dalam sebuah novel filsafatnya Dunia Sophie, mengatakan bahwa Descartes beranggapan bahwa ide tentang wujud sempurna bukan hanya ada pada dirinya, tetapi juga pada setiap orang. Namun, karena dirinya ataupun manusia lainnya tidak sempurna, maka ia berkesimpulan bahwa ide tentang wujud sempurna pasti ditanamkan oleh sang pemilik kesempurnaan tertinggi.

Oleh karena itu, Descartes yakin bahwa wujud sempurna benar-benar ada. Karena sangat mustahil jika orang-orang berpikir mengenai kesempurnaan, jika wujud sempurna itu tidak ada. Dari sini dapat dilihat bahwa argumen Descartes memiliki kemiripan dengan argumen St. Anselmus, yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang lebih besar yang dapat dipikirkan selain daripada Tuhan.

Baca Juga  Soren Kierkegaard, Sang Bapak Eksistensialisme

Demikian juga Descartes, ia yakin bahwa Tuhan benar-benar ada sebagai wujud sempurna. Meski argumennya tentang wujud sempurna terkesan lemah, tetapi kontribusi Descartes pada filsafat modern memang sangat besar. Metode keraguannya telah membuka era baru dalam filsafat, dan kelak beberapa pemikiran filosofisnya mempengaruhi beberapa filsuf setelahnya.

Editor: Ahmad

Indra Nanda Awalludin
7 posts

About author
Penulis lepas dan peminat kajian sejarah dan filsafat
Articles
Related posts
Falsafah

Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

3 Mins read
Psikoanalisis merupakan suatu teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada abad ke-20. Teori ini berfokus untuk memahami dan menganalisis struktur psikis…
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *