Akidah

Di Bulan Ramadhan, Kemaksiatan Bukan Dipicu oleh Setan!

2 Mins read

Walaupun sudah terbilang istimewa, bulan Ramadhan itu juga kerap dianggap sebagai bulan yang penuh ampunan. Diktum tentang ibadah selalu bersemayam di atas angan-angan umat Islam, agar dijadikan komponen terpenting dalam menjalani kehidupan. Tentu saja benar, karena di bulan ini justru menjadi fitrah utama dalam memanen kebaikan. Bahkan lebih dari itu, berbagai pahala pun malah dilipatgandakan.

Ramadhan yang identik pada term suci, seharusnya wajar bilamana setan berbanding lurus atas perintah Tuhan. Yakni menjatuhkan dan melemahkan manusia ke dalam jurang kemaksiatan. Kodratnya memang benar-benar saja, dan dari dulu sejak Nabi Adam hingga detik ini, bahkan eksistensinya terlingkup sebagai peran antagonis, di samping malaikat yang berperan protagonis.

Setan Itu Dibelenggu di Kala Bulan Ramadhan

Namun sebaliknya, tercatat dalam shahih Muslim, Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda di dalam haditsnya, yang berbunyi:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابَ النَّلرِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ

Artinya: “Ketika Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, sedangkan pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Syarah Muslim karya an-Nawawi, dijelaskan bahwa makna pada (فتحت أبواب الجنة), mengisyaratkan bahwa Allah membuka tabir ketaatan di bulan Ramadhan bagi hambanya, seperti halnya puasa Ramadhan dan shalat malam (Tarawih). Sedangkan makna pada (غلقت أبواب النار) dan (صفدت الشياطين), mengisyaratkan bahwa para hambanya terhindar dari berbagai macam kemaksiatan.   

Sementara itu, menurut Ali Mustafa Yaqub mengutip dari al-Qadi ‘Iyad, menyatakan bahwa hadits ini, atas makna dalam (فتحت أبواب الجنة), (غلقت أبواب النار), dan (صفدت الشياطين) itu merupakan tanda masuknya bulan Ramadhan dan bukti eksplisit pengagungan terhadap kemuliaannya. Dibelenggunya setan, bertujuan untuk mencegah dari upaya menyakiti dan menggoda orang yang beriman. 

Baca Juga  Benarkah Penyandang Disabilitas itu Takdir Allah?

Lantas, Bagaimana Jika Masih Berbuat Maksiat?

Pertanyaan ini, kerap diperbincangkan umat Islam yang dilihat sebagai realita masyarakat di bulan Ramadhan dari tahun ke tahun. Setan adalah makhluk astral sekaligus muslihat yang terdiri dari jin dan manusia. Sebagaimana digariskan dalam firman Allah, yang berbunyi:  

قُلْ لِمَنْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قُلْ لِلَّهِ ۚ كَتَبَ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۚ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Artinya: Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi”. Katakanlah: “Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.” (QS. Al-An’am [6]: 12).

Maksiat yang langsung berasal dari godaan setan, dalam untasan al-Qurthubi, jika dikatakan mengapa kita masih sering melihat berbagai kejahatan dan maksiat di bulan Ramadhan, sedangkan setan telah dibelenggu, dan semestinya hal demikian tidak terjadi? Jawabannya, bahwa kejahatan dan maksiat itu berkurang jumlahnya dari orang yang berpuasa, yang sungguh memelihara etikanya.

Lebih lanjutnya, sementara yang dibelenggu itu hanya sebagian dari golongan setan, yang ingkar sekalian bukan keseluruhan di antaranya. Meski seluruhnya dibelenggu, maka bukan berarti tidak akan terjadi maksiat. Sebab, maksiat itu ditimbulkan dari beberapa faktor, seperti halnya nafsu jahat, kebiasaan buruk, dan juga kalangan setan yang berwujud manusia.   

Penutup

Sehingga, pesan penting di dalam tafsir al-Kabir, para setan sama sekali tidak mampu memperdayai orang yang berpuasa sebagaimana mudahnya menggoda sewaktu tidak berpuasa di Ramadhan. Belenggu itulah yang sejatinya mengikat karena kekuatan setan sangat dipengaruhi syahwat yang diperturutkan manusia. Bila mampu mengendalikan syahwatnya, maka terbelenggulah setan tersebut.  

Baca Juga  Mendudukkan Kembali Makna Hadits dan Sunnah

Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa maraknya kemaksiatan yang terklaim sebagai hal yang tidak mungkin terjadi di bulan Ramadhan, hanya karena terbelenggunya setan. Nampaknya, perlu direnungi ulang. Meski tanpa kehadiran setan pun, sejatinya kemaksiatan itu hasil akumulasi yang timbul dari hawa nafsu dalam diri manusia masing-masing. Akhir kata, wallahu a’lamu bishawab.

Semoga Bermafaat!

M. Zulfikar Nur Falah
22 posts

About author
, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah
Articles
Related posts
Akidah

Ragam Makna Iman dan Tauhid, Mana yang Lebih Tepat?

3 Mins read
Tauhid merupakan prinsip dasar iman di dalam Islam yang membedakan dirinya dengan segenap agama lain. Bahwa Allah itu esa, tidak berbilang, tidak…
Akidah

Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

4 Mins read
Semua agama di dunia ini mempunyai hal-hal yang dianggap suci (the Sacred), misalnya, kitab suci, nabi, dan lain-lainnya. The Sacred menurut M. Amin Abdullah, dalam bukunya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin, merupakan Nonfalsifiable Postulated Alternate Realitie. Pada artian lain, disebut dengan hal yang tidak bisa dipermasalahkan, difalsifikasi, dan diverifikasi oleh siapapun.
Akidah

Kesadaran Beriman Orang-Orang Modern

3 Mins read
Di era saat ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Kemajuan teknologi merupakan bukti dari keberhasilan sains modern. Namun, dibalik kemajuan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds