Perspektif

Dicari: Kewarasan Bermedia Sosial

3 Mins read

Media sosial hari ini semakin seksi saja, siapa pun bisa mengakses dan menggunakannya. Dari kelas borjuis (sosial tinggi) hingga kelas proletar (sosial rendah) semuanya bebas mengekspresikan diri di dalamnya. Tak peduli melanggar etika atau tidak, dan bisa jadi melanggar undang-undang IT. Kewarasan bermedia sosial kita pun diuji.

Perasaaan bahagia, sedih, marah, kehidupan keluarga, teman, pacar, rumah hingga dapur semuanya hampir diceritakan dalam media sosial tanpa batas. Pengguna media sosial seakan menemukan tuhan baru pada media sosial untuk mencurhatkan segala yang terjadi dalam kehidupannya.

Sedikit-sedikit ada masalah curhatnya ke media sosial. Orang tua, guru dan sahabat telah dilupakan, kalau masalahnya sudah kronis barulah datang meminta pandangan, perlindungan. Orang jauh di seberang sana lebih dulu mengetahui masalah yang dihadapinya ketimbang keluarganya sendiri.

Kewarasan Bermedia Sosial

Sederhananya, ada tiga macam pengguna media sosial. Pertama, pedagang/pebisnis, yang memanfaatkan media sosial sebagai lahan bisnis. Semua postingannya tentang jualan barang, makanan atau peluang berbisnis. Kedua, Ilmuwan, yang menyajikan ilmu pengetahuan untuk berbagi manfaat.

Kategori kedua biasanya sepi viewer. Mungkin karena manfaatnya tidak langsung dirasakan. Padahal ilmu itulah yang akan menjadi petunjuknya ke jalan yang benar dan kunci mendapatkan kebahagiaan lahir dan bathin.

Ketiga, provokator. Nah ini yang berbahaya kalau isu yang digoreng atau pernyataan yang dilontarkan cenderung membenturkan antara satu dengan yang lainnya. 

Sebenarnya sih provokator itu tidak selamanya buruk, tergantung provokasinya seperti apa. Kalau ia memprovokasi orang lain untuk melakukan hal yang baik, maka yang demikian itu baik adanya. Tapi kalau ia memprovokasi orang lain untuk melakukan tindakan yang merugikan pihak lain, melanggar aturan dan mengabaikan etika, maka yang demikian itulah yang tidak baik dan berbahaya.

Baca Juga  Membongkar Strategi hingga Mitos Politik di Indonesia

Jenis yang ketiga ini biasanya suka berbagi berita hoax, menyebar fitnah, dan pernyataan-pernyataan yang membawa pembaca pada dugaan negatif. Jenis yang ketiga ini pulalah yang menyebabkan keributan-keributan di media sosial yang berujung pada konflik sosial di masyarakat.

Selain ketiga jenis pengguna media sosial di atas, ada juga yang memanfaatkan media sosial hanya sekedar untuk pamer diri, berselfie lalu menguploadnya yang motivasinya adalah hanya ingin mendapatkan like atau pujian sebanyak-banyaknya dari orang lain. Saya tidak tahu apakah ini masuk kategori keempat atau kategori khusus. Netizen saja yang menilainya ya, hehehe.

Yang jelas, kewarasan bermedia sosial terkait erat dengan bermacam pengguna media sosial di atas.

Keawaman Bermedia Sosial dan Kesesatan

Masyarakat awam yang sudah melibatkan diri dalam jagad media sosial dengan segala keterbatasan pengetahuan, ketidaksiapan mental dan kebutaan terhadap keanekaragaman informasi media sosial sanngat berpotensi menyeretnya ke jurang kesesatan. Akibatnya bisa merugikan diri dan orang lain sehingga kemudian terjadilah konflik sosial.

Bayangkan, mereka yang awam ketika masuk dalam riak dunia maya tanpa kesiapan diri berupa mental dan pengetahuan kemungkinan akan menelan mentah-mentah informasi yang ia dapatkan. Mereka tidak akan bisa membedakan yang mana berita hoax, yang mana berita benar. Juga yang mana bermanfaat dan yang mana berdampak buruk.

Karena ketidakmampuan mengelola informasi yang didapatkan, maka terbentuklah manusia-manusia yang tidak hanya salah paham, namun sampai pada tingkat berpaham salah. Lalu berdiri kokoh pada pemahamannya yang salah. Inilah kemudian yang menyebabkan keributan di media sosial dan konflik sosial di dunia nyata.

Tidak sedikit kisah lucu dan menyesatkan yang bisa kita saksikan akibat ketidaksiapan dan keterbatasan pengetahuan dalam bermedia sosial. Contoh kecilnya, video editan anak bayi yang viral awal kemunculan COVID-19 beberapa bulan lalu di berbagai wilayah sulawesi pada umunya.

Baca Juga  Membandingkan Ushul Fiqh, Mencari Titik Temu antar Mazhab

Si bayi dengan editan video yang sama sekali tidak profesional menganjurkan agar setiap orang memakan satu buah telur tengah malam sebagai penangkal virus corona. Maka pada tengah malam itu ludeslah semua telur yang dijual pedagang tanpa sisa.

Mencerahkan Pengguna Media Sosial

Nah, sekarang kita kembali ke jenis pengguna media sosial yang ketiga, yakni provokator. Pada kategori ini umumnya digandrungi oleh kalangan terdidik, entah yang melatarbelakangi itu atas dasar keterbatasan pengetahuannya pada suatu masalah ataukah adanya muatan politis yang terencana dengan masif.

Apa pun yang menjadi alasannya, karena dianggap pada posisi pengguna media sosial yang cerdas, ia harus berhati-hati membuat pernyataan, komentar dan paling penting menjaga etika. Orang awam itu tidak melihat apa yang kita ucapkan, tapi ia melihat pada siapa yang berbicara. Pernyataan dan komentar-komentar yang kita publish ke media sosial itu akan diyakini oleh mereka yang awam apa lagi kalau yang berbicara itu adalah seorang yang ditokohkan di masyarakat.

Pada kategori ini sebaiknya yang kita lakukan adalah mengedukasi pengguna media sosial kelas awam. Kita menganggap mereka terbatas informasi pada suatu masalah misalnya, maka kita berkewajiban meluruskan dan memberi pemahaman yang baik kepada mereka. 
Jangan seakan-akan membenarkan selera awam yang kita pahami itu adalah sebuah kekeliruan. Kita harus berani meluruskan yang bengkok, mencerahkan yang buram, dan menunjuki yang sesat.

Jangan membodoh-bodohi masyarakat awam yang memiliki keterbatasan pengetahuan dan informasi, jadilah lentera di gelapnya jalan yang mereka lalui.

Editor: Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Pengurus IGI Polman, Sulbar
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds