Siapa bilang orang Muhammadiyah anti tarekat? Buya Yunahar Ilyas menjelaskan konsep ‘Tarekat Ihsan’ sebagaimana pula pernah dilakukan oleh Ki Bagoes Hadi Koesoemo dalam buku tipis berbahasa Jawa dengan judul, Tasawuf Ihsan. Lebih tegas Prof Syamsul Anwar menjelaskan apa itu Tarekat Ihsan: “Bagi jamaah Muhammadiyah puncak spiritualitas tertinggi (ma’rifat) adalah dengan berlaku dan terlibat langsung ke dalam urusan persoalan kemanusiaan yang diwujudkan dalam amal usaha.”
Tarekat Ihsan
Amal uswah, amal saleh atau amal usaha adalah buah dzikir. Puncak spiritualitas tertinggi yang disebut ma’rifat adalah manusia yang telah tercerahkan. Itu karena pemaknaan yang lahir dari pemahaman komprehensif sebagai bentuk pengenal terhadap Rabb Yang Maha Mencipta.
Tarekat Ihsan memahami bahwa pemaknaan ma’rifat bukan pada tercapainya Karamah yang bersifat personal dan mistis. Tapi sebaliknya, puncak ma’rifat dalam konteks Tasawuf Ihsan adalah keunggulan dalam kemanfaatan dan kemaslahatan bagi kemanusiaan secara holistik.
Dalam pandangan Prof Yunahar, Tasawuf Ihsan dibangun atas dasar tiga pilar kokoh yang tidak boleh dipisah, yaitu Trilogi Iman-Islam-Ihsan. Sering pula disamakan dengan trilogi akidah-ibadah-akhlak. Dengan menyandingkan dua trilogi itu, maka ihsan sama dengan akhlak. Istilah akhlak sebenarnya masih bersifat netral, bisa baik dan buruk. Tetapi jika disebut sendirian, maka yang dimaksud adalah akhlak yang baik, mulia, atau terpuji.
Pendekatan Ihsan
Pendekatan ihsan dan akhlak sama-sama mencari yang terbaik, terpuji, dan termulia. Ihsan adalah melakukan yang terbaik dalam beribadah kepada Allah SWT, baik ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Sementara akhlak adalah melakukan yang terbaik terhadap Allah SWT, Rasulullah SAW, pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara.
Dengan kata lain, tata perilaku terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki bila didasarkan kepada Kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian ini, akhlak bukan saja tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antarsesama, tetapi juga hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Meski realitas menunjukan warga Persyarikatan sejatinya para pengamal Tasawuf Ihsan, bahkan sudah mencapai puncak spiritualitas tertinggi, namun belum dikonsepkan secara ilmu atau dikitabkan sebagai rujukan. Mungkin dengan ekstrim saya katakan semacam amal tanpa ilmu. Ini pula yang menjadi kelemahan mendasar sehingga banyak pengamal Tarekat Ihsan di Muhammadiyah tidak menyadarinya.
Amal Usaha
Lebih eksotik lagi, sebagai wujud ma’rifat dari ribuan dzikir, warga Muhammmadiyah yang telah mencapai puncak spiritualitas dengan wujud amal usaha. Puncak spiritualitas yang juga tak pernah diaku secara personal. Tapi semuanya diserahkan sepenuhnya kepada Persyarikatan sebagai wujud pasrah total dan penghambaan.
Jadi, inilah Tasawuf (Tarekat) Ihsan. Tarekat yang dianut sebagian besar warga Muhammadiyah, meskipun tanpa mereka sadari, juga tanpa kitab khusus sebagai bahan rujukan.
Editor: Arif