Siapa yang tidak mengenal sosok Prof. Dr. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A. atau biasa di panggil Din Syamsuddin? Beberapa waktu belakangan ini nama Din Syamsuddin menjadi buah bibir di kalangan masyarakar luas. Sebab, pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini kabarnya turut serta meramaikan isu pemakzulan presiden di tengah pandemi covid-19 ini bersama dengan Gatot Nurmantyo.
Yuk simak profil lengkap seorang Din Syamsuddin di bawah ini.
Pendidikan
Din Syamsuddin lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 31 Agustus 1958. Masa pendidikan dasar dan menengah diselesaikan Din Syamsuddin di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah Nahdhatul Ulama (NU) Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kemudian setelah selesai Din Syamsuddin hijrah ke Jawa Timur untuk mondok di pondok pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur dan selesai pada tahun 1975. Selesai mondok, Din Syamsuddin melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Fakultas Usluhuddin Jurusan Perbandingan Agama dan beliau sukses meraih gelar sarjana pada tahun 1982.
Kemudian beliau melanjutkan studi master dan doktornya ke luar negeri dengan kuliah di University Of California, Los Angels (UCLA), Amerika Serikat, Interdepartmental Programme in Islamic Studies pada tahun 1988 hingga tahun 1991.
Darah Muhammadiyah
Kiprah Din Syamsuddin di Persyarikatan Muhammadiyah dimulai sejak beliau menjadi Ketua Umum sementara Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM), Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum Muhammadiyah. Alur kepemimpinannya dalam organisasi Muhammadiyah terbilang sukses karena berangkat dari bekal pendidikan dasar dan menengah di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah Nahdhatul Ulama (NU) Sumbawa Besar. Dimana pada masa itu beliau mendapat kesempatan memimpin Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama, IPNU cabang Sumbawa pada tahun 1970 – 1972.
Pada tahun 1993 Din Syamsuddin pernah bersinggungan dengan dunia politik praktis dan mengepalai Litbang Golkar. Beliau juga pernah menjadi anggota MPR dari Fraksi Golkar dan sempat di tunjuk menjadi Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Depnaker RI. Mulai pada tahun 2000, Din Syamsuddin mengundurkan diri dari dunia politik dan mulai aktif di dunia akademisi dan organisasi keagamaan sosial.
Sebagai akademisi, sehari-harinya beliau malang-melintang menggeluti profesi Dosen di berbagai Perguruan Tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), UHAMKA, dan Universitas Indonesia (UI). Pada tanggal 18 Februari 2014, Din Syamsuddin ditetapkan sebagai Ketua Umum MUI menggantikan Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014. Pada tahun 2015, beliau digantikan KH Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI yang baru.
Sejak 8 Juli 2015 hingga sepuluh tahun kemudian pada tanggal 6 Agustus 2015, Din Syamsuddin menjabat sebagai Ketua Umum Pusat Muhammadiyah. Pada tahun-tahun berikutnya, berkesempatan pula mendapat berbagai tugas kenegaraan yang cukup penting, diantaranya sebagai Anggota Dewan Riset Nasional, Dirjen Binapenta Departemen Tenaga Kerja RI, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga tugas lain yang tak kalah penting seperti Sekretaris Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Iindonesia (ICMI).
Saat menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban, Din menginisiasi dan menyelenggarakan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia pada 1–3 Mei 2018 yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor. Pada gelaran tersebut, Din Syamsuddin memperkenalkan konsep Islam Moderat (wasathiyah) yang tumbuh dan berkembang di Indonesia pada dunia.
Beliau menjelaskan bahwa konsep Wasathiyah Islam sebenarnya adalah jalan tengah dalam bermasyarakat dan bernegara. Konsepnya dengan mengedepankan ajaran Islam yang rasional, moderat, toleran, dan bertenggang rasa. Ada 100 ulama dan cendekiawan muslim ternama dunia yang hadir dalam event tersebut. Presiden Jokowi hadir membuka acara tersebut.
Sementara di kancah internasional, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah menorehkan kiprah yang tak sedikit dalam usahanya merajut relasi konstruktif dan menyuarakan urgensi hubungan damai antar pemeluk agama melalui berbagai forum yang dimotorinya seperti World Peace Forum (WPF), Asian Committee on Religions for Peace (ACRP) di Tokyo, World Conference on Religions for Peace (WCRP) di New York, World Council of World Islamic Call Society di Tripoli, World Islamic People’s Leadership di Tripoli, Strategic Alliance Russia based Islamic World, dan UK-Indonesia Islamic advisory Group.
Bulan November 2018 Din Syamsudin menerima penghargaan tanda jasa ‘Rising Sun Gold and Silver Order’ dari kekaisaran Jepang. Adapun tanda jasa diterima Din Syamsuddin di Istana Kaisar Jepang dari Perdana Menteri Shinzo Abe dan disaksikan langsung kaisar Akihito.
“Selama 10 tahun lebih beliau telah membina hubungan People to People dan People to Government melalui berbagai organisasi yang di pimpin,” ujar Pemerintah Jepang yang menganugerahkan bintang jasa kepada Ketua Dewan Kehormatan PP Muhamadiyah, Din Syamsudin. Bintang jasa ini diberikan Jepang atas kontribusi Din Syamsuddin dalam mempermudah koordinasi Jepang dan masyarakat Islam.
Editor: Yusuf