Nderes Docuseries
Kalau boleh saya menyarankan, sebentuk kegiatan bulan Ramadhan yang tak kalah bernilai ibadahnya, selain tadarus Al-Qur’an, adalah tadarus docuseries alias film-film dokumenter.
Khususnya lagi, film-film dokumenter tentang pengrusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Nderes docuseris mestinya bisa termasuk dalam tadabbur Al-Qur’an. Karena, menonton film-film dokumenter itu bagaikan menonton kitab catatan dosa-dosa pengkhianatan manusia atas amanah rahmatan lil alamin dari Tuhan yang semestinya diembannya.
Memang, menontonnya bisa menimbulkan semacam beban moral tersendiri. Kita sebagai sesama ras manusia menjadi sedih melihat perilaku komunal kita terhadap makhluk hidup lain.
Di saat yang sama, kita seperti tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan pengrusakan itu. Perilaku apapun yang kita upayakan, tetap saja bagaikan sebutir debu dalam semesta pengrusakan yang sedang terus terjadi.
Hal yang paling menyebalkan adalah sudah berlaku sedestruktif itu, tapi tetap saja lebih banyak dan makin banyak orang hidup susah. Sudah merusak bumi, tetap saja tidak sejahtera. Karena sebagian besar kesejahteraan lari ke korporasi.
Docuseries Saving Capitalism
Menonton Saving Capitalism-nya Robert Reich harusnya membuat kita tersadar bahwa trilyunan subsidi dan berbagai insentif dari negara ternyata lebih banyak memperkaya para petinggi perusahaan alih-alih meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Buruh bisa makan cukup dan tidur di dalam rumah saja dianggap sudah sejahtera. Padahal realitanya, kesenjangan semakin lebar. Yang kaya makin kaya, yang menengah begitu-begitu saja, yang miskin makin terjepit.
Maka kita perlu memperkuat sensitivitas anak-anak terhadap isu-isu besar yang sedang kita hadapi. Memaparkan anak-anak pada berbagai tayangan dokumenter tentang kerusakan lingkungan. Dengan harapan, semoga tercipta lebih banyak generasi baru yang kelak akan berbuat lebih banyak dalam upaya memperbaiki kerusakan.
Docuseries Seaspiracy
Setelah menonton Seaspiracy misalnya, saya jadi berpikir andaikan lebih banyak orang yang punya kuasa berpikir dan bersikap seperti seorang Susi Pudjiastuti setidaknya berkurang tekanan terhadap ekosistem laut kita.
Larangan menggunakan jaring cantrang, larangan transhipment alias bongkar muat ikan di tengah laut, tindakan tegas terhadap kapal-kapal asing pencuri ikan, larangan ekspor benih lobster dan lain sebagainya yang lucunya, semua dianulir oleh menteri baru yang akhirnya dicokok KPK.
Mereka yang berteriak-teriak mengatasnamakan kepentingan nelayan yang turun penghasilannya atau bahkan kehilangan pekerjaan karena berbagai aturan itu, berarti sangat tidak paham bagaimana kritisnya kondisi laut kita.
Memang bukan hanya laut kita, tapi laut internasional. Di seluruh dunia, keadaan laut sedang teramat kritis dan sudah saatnya kita khawatir. Sudah saatnya orang-orang yang punya kuasa itu berpikir, banyak uang buat mau dikemanakan kalau bumi hancur? Mau dipakai untuk hidup di Mars, lalu apa kalau sudah pindah ke sana. Siapa yang mau dijadikan budak perkebunan di sana huh?
Semua perhitungan untung rugi dari sudut pandang ekonomi mestinya mulai dihitung ulang dengan melibatkan faktor kerusakan lingkungan. Kritik yang mengatasnamakan rakyat kecil kehilangan penghasilan dan pekerjaan mesti dilontarkan dengan bijaksana. Jangan sampai seolah membela rakyat padahal yang diuntungkan paling besar sebenarnya adalah bos-bos korporasi.
***
Kalau kita tak bisa berbuat apa-apa, setidaknya mari kita upayakan mencetak generasi muda yang peduli terhadap isu-isu lingkungan global seperti ini. Ya memang seolah memindahkan beban dan tanggung jawab.
Tapi ya daripada tidak ada usaha sama sekali? Siapa tahu di antara mereka kelak akan jadi para pembisik penguasa. Siapa tahu di antara mereka kelak ada yang mencapai karir yang memungkinkan mereka punya kekuasaan besar.
Mengajak anak-anak mendaras docuseries hanya sedikit upaya agar tadarrus Al-Qur’an yang biasanya kita tingkatkan di bulan Ramadhan jadi lebih bermakna. Masak Al Qur’an yang semestinya jadi kitab pedoman bagaimana manusia menjadi rahmat bagi semesta, yang di-tadarrusi setiap hari, tidak juga membuat kita menjadi garda terdepan penjaga bumi.
Ya bagaimana mau menjaga bumi kalau isu-isu kerusakan yang sedang terjadi atasnya sama sekali tidak kita pahami. Maka mari kita paparkan anak-anak sejak dini pada isu-isu lingkungan. Siapa tahu kelak mereka yang bisa melakukan revolusi peradaban.
Editor: Yahya FR