Dalam kehidupan sosial, masyarakat memerlukan suatu sistem yang dapat mengatur bagaimana cara anggota komunitas tersebut bergaul satu sama lain secara baik dan benar. Sistem tersebut, tidak hanya dipahami dalam aspek formal-materiil atau dalam arti dipahami sebagaimana sistem tersebut mewujudkan diri dalam bentuk undang-undang dan lembaga-lembaga tertentu. Lebih dalam lagi, sistem tersebut juga harus dipahami dari aspek normatif-ideal, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi dasar berjalannya sistem yang mengatur masyarakat atau yang biasa disebut sebagai etika.
Etika tidak hanya meliputi hal-hal praktis, namun etika juga mendasari sikap manusia terhadap sesamanya dalam berbagai aspek kehidupan. Itulah mengapa agama Islam yang digaungkan sebagai agama rahmatan lil alamin mengandung dan menjunjung tinggi nilai-nilai dalam ajarannya.
Problemnya, masyarakat modern telah menggusur dan meminggirkan pentingnya nilai dalam aspek kehidupan. Hal ini dikarenakan anggapan masyarakat modern bahwa segala jenis nilai dan norma pada dasarnya dibentuk oleh kesadaran manusia itu sendiri yang berubah-ubah sehingga nilai dan norma tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang pasti dan tidak dapat dijadikan dasar untuk mengatur kehidupan.
Salah satu bidang kemasyarakatan sosial yang juga terkena efek pembebasan nilai adalah bidang bisnis. Bisnis adalah salah satu kegiatan ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Secara etimologi bisnis memiliki pengertian keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.
Logika bisnis modern seringkali menjadikan laba sebagai dasar dan tujuan bisnis. Seringkali dalam berbisnis, mereka akan bersaing dengan ketat hingga mengabaikan nilai-nilai seperti nilai kemanusiaan dan lainnya. Kondisi tersebut jika terus menerus terjadi maka akan memunculkan penindasan dari mereka yang kuat modalnya kepada mereka yang lemah. Oleh karena itu sudah seharusnya kita menggemakan kembali nilai-nilai dan norma-norma dalam bentuk etika bisnis yang sesuai dengan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
Bisnis dalam Rangka Beribadah kepada Allah Swt
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (١٦٢)
“Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Adapun berbisnis bisa menjadi bagian dari ibadah jika diawali dengan niat atau motivasi yang ikhlas hanya beribadah kepada Allah. Sebagaimana Nabi Saw bersabda,
“Sesungguhnya amal itu disertai dengan niat dan sesungguhnya setiap perkara orang mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhori no. 1 dan Muslim no. 1907)
Berlaku Benar dan Jujur dalam Bisnis
dalam berbisnis, berlaku secara benar dan jujur adalah kunci utama untuk membangun relasi yang baik dengan rekan bisnis. Seringkali para pebisnis dikarenakan mengejar keuntungan sebesar-besarnya mengabaikan kejujuran dalam berbisnis.
Rasulullah dalam kisah-kisah beliau sangat menekankan kejujuran dalam berdagang maupun bisnis. Disebutkan dalam hadits yang diriwatakan oleh Abu Hurairah:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ، فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيْهَا، فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً . فَقَالَ: مَا هذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟ قَالَ :أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ؟ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melewati setumpuk makanan. Beliau pun memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut hingga jari-jemari beliau menyentuh bagian yang basah. “Apa yang basah ini, wahai pemilik makanan?” tanya beliau. Penjualnya menjawab, “Makanan itu basah karena terkena hujan, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa engkau tidak meletakkan bagian yang basah ini di atas sehingga manusia dapat melihatnya? Siapa yang menipu, maka ia bukan dariku. “Siapa yang menipu kami, maka ia bukan dari kami.” (Muslim, Shahih Muslim no. 280)
Dalam an-Nihayah fi Gharibil Hadits disebutkan makna lafaz لَيْسَ مِنَّا adalah bukan termasuk akhlak kami, bukan pula sunnah kami. An-Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa ada yang memaknai لَيْسَ مِنَّا bahwa orang yang berbuat demikian tidak berada di atas perjalanan hidup kami yang sempurna dan petunjuk kami.
Amanah dan Adil
Dalam bisnis, amanah adalah modal dan kunci utama kesuksesan. Pebisnis yang amanah akan memiliki nilai plus karena mendapatkan kepercayaan dari rekan-rekan bisnisnya sehingga bisnisnya akan terus berjalan. Berlaku amanah adalah nilai yang juga ditekankan dalam Islam. Orang yang tidak menjalankan amanah adalah salah satu tanda orang yang munafik.
Adapun salah satu perwujudan dari menunaikan amanah adalah bersikap dan berlaku adil atau proporsional (QS. An-Nisa: 58). Oleh sebab itu, berlaku adil termasuk hal yang diperintahkan Allah Swt sebagaimana firman Allah pada QS. An-Nahl ayat 90.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٩٠)
“Sesungguhnya Allah menyeru (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (90).”
Saling Rida
Asas dari berbisnis itu saling rela, tak boleh ada pemaksaan. Pemaksaan dalam berbisnis atau bermuamalah adalah kesalahan fatal sebagaimana bunyi QS. An-Nisa : 29.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (٢٩)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang saling rida antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah itu Maha Menyayangi kepada kalian (29).”
Memberikan Manfaat Bagi Sekitar
berbisnis dalam Al-Qur’an yaitu mengharuskan seorang bekerja keras di dunia dengan tujuan memperoleh ganjaran terbaik di akhirat dengan cara memanfaatkan apa yang telah dikaruniakan Allah di muka bumi ini dengan memberikan manfaat kepada orang lain. Seperti firman Allah pada QS. Al-Qashas ayat 77.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (٧٧)
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (77).”
Tidak Berbisnis dengan Barang atau Jasa yang Haram
Salah satu etika bisnis dalam Islam adalah memastikan bahwa jasa atau barang yang menjadi komoditas bisnis tidak haram. Menurut jumhur ulama, makanan yang haram dimakan, haram pula diperjualbelikan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 173 dijelaskan tentang hal-hal yang haram dimakan, yaitu bangkai, darah, babi, dan binatang yang disembelih tanpa menyebut Allah Swt.
Editor: Yeni