KH. Ahmad Dahlan, adalah sosok pendidik, ulama aktivis dakwah, sekaligus pendiri Muhammadiyah (organisasi Islam modernis terbesar di dunia). Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah adalah organisasi dakwah keislaman yang dikenal dengan baik mengelola pendidikan. Bagi organisasi ini dakwah dan pendidikan adalah dua hal yang identik; berdakwah melalui pendidikan dan pendidikan sebagai bagian dari dakwah.
Pada mendirikan tahun 1912, Kyai Dahlan merumuskan tujuan Muhammadiyah mencakup dua hal: 1) Menyebarluaskan Pengajaran Igama Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, dan 2) Memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya. Berdasarkan rumusan pertama ini, kita dapat menemukan kata “memajukan”, bahwa selain menyebarkan pengajaran agama, juga untuk memajukan agama Islam.
Dua tahun setelah berdiri pada 1914, tujuan Muhammadiyah mengalami perluasan jangkauan wilayah, sehingga berubah menjadi: a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, dan b. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.
Berdasarkan tujuan ini, kita dapat menemukan dua prinsip dakwah dan pendidikan Muhammadiyah yakni melahirkan manusia yang berpikiran maju dan gembira. Dengan kata lain, ada dua gagasan kunci untuk menjelaskan karakter dasar pendidikan Muhammadiyah, yaitu “Pendidikan Berkemajuan” sebagai paradigma dan “Gembira Belajar” sebagai metode dan pendekatan. Dua kata kunci ini dapat kita temukan dalam tujuan Muhammadiyah di masa awal.
Fathul Asrar Miftahus Saadah: Pendidikan yang Mengembirakan
Kyai Dahlan adalah sosok modernis, dan dicintai murid-muridnya karena metode pembelajarannya yang menyenangkan dan mencerahkan. Kyai Dahlan pernah membuat pengajian Fathul Asrar Miftahus Saadah yang artinya ‘membuka rahasia dan kunci kebahagiaan’. Pengajian ini untuk memdidik anak-anak muda berandal yang kurang terbina akhlak dan mentalnya. Kyai Dahlan prihatin melihat masih banyak pemuda yang belum tertampung dan dibina dengan baik. Para pemuda tersebut liar dan nakal. (Mulkhan, Warisan Intelektual., 65)
Suatu ketika, mereka (para pemuda) diundang oleh Kyai Dahlan, akan tetapi yang datang hanyalah separuh. Para pemuda, salah menduga karena mengira mereka akan dimarahi karena “nakal”. Mereka salah mengira, ternyata Kyai Dahlan mengajak para pemuda hanya untuk ramah-tamah dan bersenda-gurau. Peristiwa ini dilakukan berulang-kali dan diberi jamuan makan, dan akhirnya, mereka tertarik dengan Kyai Dahlan (Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan, 93).
Pendekatan dan metode Kyai Dahlan kepada pemuda dan pemudi Kauman merupakan jalan yang sangat licin bagi perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Para pemuda sering diundang ke rumahnya, diberi alat-alat hiburan dan olehraga serta dibebaskan tidur di langgarnya. Kemudian bila datang waktu shalat, mereka diajak berjamaah, diberi nasehat, dan diajak berdialog. Akhirnya para pemuda senang datang ke rumah Kyai Dahlan (Darban, Sejarah Kauman, 47).
Dari sinilah banyak pemuda yang mengikuti gerakan reformasi Islam yang dipimpin Kyai Dahlan. Etos keberpihakan kepada kaum pinggiran menggerakkan KHA mendirikan Fathul Asrar Miftahus Saadah, yang mungkin hari ini dapat disebut sekolah advokasi anak jalanan.
Gembira Belajar: Bermain dan Mendongeng
Dalam riwayat Sukriyanto AR, Kisah-kisah Inspiratif Para Pimpinan Muhammadiyah, 69-71; dikisahkan Kyai Dahlan bertanya. “Apa kamu semua mau bermain bersama saya? Apa kamu semua mau saya dongengi?” Tawaran yang simpatik itu dijawab oleh mereka serempak, “Mau Kyai, mau Kyai”. Kata Kyai Dahlan, “Baik, kalau mau, sekarang masuk ke rumah” .
Kemudian Kyai Dahlan meminta Nyai membeberkan tikar dan membuatkan minuman. Setelah itu Kyai Dahlan mendongeng suatu kisah yang diambilkan dari tarih Islam. Karena cara mendongengnya menarik, kadang-kadang disertai dialog yang komunikatif, tokoh-tokoh yang didongengkan itu seakan-akan hidup. Anak-anak terpukau keasyikan.
Ketika mendengar azan dhuhur, Kyai Dahlan berhenti dan berkata. “Itu sudah terdengar azan sekarang kita berhenti, shalat dulu. Sekarang kamu berwudhu, ada yang belum bisa berwudhu? Terus shalat bersama saya di langgar itu. Ada yang belum bisa shalat ? Nanti habis shalat kita ke sini lagi”. Ketika anak-anak keluar untuk berwudhu, Kyai Dahlan membisiki Nyai Dahlan, “Tolong sediakan makan siang ala kadarnya untuk anak-anak itu. Kita kedatangan murid-murid baru” kata Kyai Dahlan.
Selesai shalat anak-anak diajak makan. Selesai makan, Kyai Dahlan berkata, “Nah, sekarang pulang dulu, kapan-kapan boleh main ke sini”.
Demikianlah cara Kyai Dahlan melakukan pendekatan dalam mendidik dan berdakwah kepada murid-muridnya. Beliau tidak menakut-nakuti atau mengancam murid-muridnya, melainkan membuat mereka senang, riang dan gembira.
Pendidikan Berkemajuan: Menggembirakan dan Memajukan
Prinsip dakwah gembira juga dapat kita temukan dalam dokumen Dua Belas Langkah Muhammadiyah poin ke-1 tentang “Memperdalam Masuknya Iman” dinyatakan “Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan seluas-luasnya, diberi riwayat dan dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, hingga iman itu mendarah-daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari para anggota Muhammadiyah semuanya”. Maksudnya adalah dakwah (termasuk mendidik) hendaknya dilakukan dengan menyentuh hati, bukan menakut-nakuti, malainkan “menggembirakan”.
Hal ini diperkuat point ke-2 tentang “Memperluas Paham Agama”, “Hendaklah paham agama yang sesungguhnya (murni) dibentangkan seluasnya, diujikan, dan diperbandingkan, sehingga para anggota Muhammadiyah mengerti dan meyakinkan bahwa Agama Islamlah yang paling benar, ringan, dan berguna, hingga dengan merasa nikmat mendahulukan amalan keagamaan itu”. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemahaman Islam harus ringan, rasional, berguna bagi kehidupan.
Setelah murid bergembira, baru kita dapat melakukan pencerahan akal budi dan mendorong potensinya setinggi-tingginya. Hal ini sebagaimana tanfidz Muktamar ke-46, bahwa pendidikan Muhammadiyah adalah pendidikan yang menghidupkan (memajukan) dan membebaskan (memggembirakan) (h. 132). Dengan visi “terbentuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkemajuan dan unggul dalam IPTEKS sebagai perwujudan tadjid dakwah amar ma’ruf nahi munkar (h. 128).
Dengan demikian tujuan pendidikan Muhammadiyah yang ideal akan bisa tercapai, yakni “pendidikan Islam modern yang mengintegrasikan agama dengan kehidupan dan antara iman dan kemajuan yang holistik. Dari rahim pendidikan Islam yang untuk itu lahir generasi muslim terpelajar yang kuat iman dan kepribadiannya, sekaligus mampu menghadapi dan menjawab tantangan zaman. Inilah pendidikan Islam yang berkemajuan. (h.128).
Berdasarkan uraian di atas, “gembira belajar” adalah prinsip fundamental dalam metode belajar ala Kyai Dahlan. Murid dibuat senang, bergembira, dan bersuka cita dulu, baru kemudian dekat dan loyal terhadap guru. Setelah itu keteladanan dan pesan-pesan seorang pendidik dapat diterima dengan baik oleh guru sehingga “murid tercerahkan”. Baru kemudian guru melejitkan atau menghidupkan potensi muridnya sehingga menjadi “generasi berkemajuan”.