Tarikh

Gerakan Revolusi adalah Titik Awal Sistem Demokrasi Mesir

3 Mins read

Titik sejarah budaya politik Mesir terjadi ketika gerakan massa menuntut perubahan melalui revolusi yang dimulai pasca Perang Dunia I. Saad Zaghlul muncul sebagai pemimpin di Mesir yang berusaha dan berjuang untuk menuntut kemerdekaan Mesir dari Inggris yang berujung pada kebijakan Inggris untuk menangkap Saad Zaghlul dan kelompoknya serta mengasingkannya ke Malta pada 8 Maret 1919.

Penangkapan dan pengasingan ini membangkitkan kemarahan rakyat Mesir sehingga pada 9 Maret 1919 terjadilah revolusi besar menentang Inggris di Kairo dan seluruh penjuru Mesir. Kejadian ini merupakan revolusi modern pertama yang terjadi di Mesir yang lebih dikenal dengan Revolusi Mesir 1919 (Amri 2015, 49-50).

Gerakan Revolusi Mesir 1952

Revolusi berlanjut pada tahun 1952, ketika kehidupan politik di Mesir kembali tidak stabil pada masa Raja Faruq dengan kasus korupsi dan hedonisme dari kalangan pejabat negara. Kekuasaan raja sangat luas termasuk dalam penentuan pengangkatan pejabat, kontrak pemerintah, bermacam kebijakan penjualan tanah negara, dan lain-lain. Raja Faruq, yang memerintah Mesir dari tahun 1936 sampai dengan 1952, dikenal sebagai pemimpin yang tidak kompeten dan korup.

Kemudian adanya ketimpangan antara warga kaya dan warga miskin sangat besar. Ketika kudeta para perwira Mesir dilakukan, sekitar 0,4 persen warga Mesir memiliki 35 persen tanah subur. Terlihat sekali ketimpangan ekonomi yang ada di Mesir pada saat Raja Faruq berkuasa. Hanya sebagian kecil warga Mesir yang dapat menikmati kekayaan negara mereka, sedangkan sebagian besar warga tidak menikmati hasil perekonomian negara mereka.

Korupsi juga dikenal sangat merajalela ketika masa pemerintahan Faruq. Perampokan uang negara ini berimbas kepada anggaran militer Mesir yang kemudian berimbas pada keterlibatan Mesir pada Perang Arab-Israel di tahun 1948-1949. Karena minimnya anggaran untuk latihan serta pembelian persenjataan, yang kemungkinan besar tersedot oleh korupsi, pasukan Mesir mengalami kekalahan di medan pertempuran dalam menghadapi Israel. Ditambah lagi dengan masih berkuasanya Inggris di Mesir secara politis, terutama dengan keberadaan negara tersebut di Terusan Suez (Widyana n.d., 274).

Baca Juga  Embrio NA: Perkumpulan Siswa Praja Wanita (SPW)

Mesir Menjadi Negara Republik

Pada bulan Juli 1952 kudeta terhadap raja Faruq dilaksanakan dengan cepat dan tepat. Tanpa menimbulkan konflik bersenjata, raja Faruq pada akhirnya dapat digulingkan oleh kelompok Dubbtath Al-Ahrar (Free Officers) dan untuk membentuk pemerintahan transisi para perwira tersebut membentuk Revolutionary Command Council (RCC) yang dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib.

Namun demikian sesungguhnya RCC digerakkan oleh Nasser. RCC secara cepat bergerak membersihkan aparatur pemerintahan Raja Faruq dan menggantikannya dengan para pejabat baru, yang mayoritas berasal dari kalangan militer. Bahkan pada tahun 1954 RCC melarang semua yang pernah menjadi pejabat dari tahun 1946 sampai 1952, untuk diangkat kembali menjadi pejabat. Hal ini berarti menutup karir semua pejabat pemerintahan yang berasal dari masa Raja Faruq. Pada tahun 1953 RCC membubarkan parlemen dan konstitusi 1923, serta mendeklarasikan Mesir sebagai republik yang secara otomatis menghapuskan monarki. Raja Faruq pada akhirnya mengasingkan diri ke Prancis dan meninggal di pengasingan (Widyana n.d., 275).

Setelah pengasingan Raja Faruq, pada akhirnya mereka mengumumkan berdirinya sistem negara Republik pada 18 Juni 1953, dan Jenderal Muhammad Naguib terpilih sebagai presiden pertama sampai tahun 1954. Setelah melewati perjuangan panjang, akhirnya tentara Inggris berhasil dipaksa keluar dari Mesir. Penarikan terakhir tentara Inggris keluar dari Mesir dilakukan pada tanggal 18 Juni 1956 dan setiap tanggal tersebut menjadi peringatan hari besar yang setiap tahunnya sebagai Iedul Galaa (Evacuation Day) (Amri 2015, 50-51).

***

Revolusi Mesir 1952 menjadi aksi gerakan yang mengindikasikan ketidakstabilan politik dalam negeri dan harapan perubahan Mesir dari dulu hingga saat ini. Pasca revolusi itu terjadi, Najib menjabat sebagai presiden dan Gamal Abdul Nasser menjabat sebagai perdana menteri. Rezim militer Mesir yang berpusat pada dwi-tunggal Najib dan Nasser terjadi persaingan kekuasaan antara keduanya. Akhirnya Najib mengundurkan diri pada November 1954 dan Nasser menjadi kepala pemerintahan (Syahida 2017, 23).

Baca Juga  Jilbab dan Cadar: Warisan Tradisi Pra-Islam?

Adapun dalam politik, Nasser melakukan reformasi politik dengan mengeluarkan konstitusi baru yang kemudian disetujui oleh rakyat melalui referendum konstitusi baru yang kemudian disetujui oleh rakyat melalui referendum nasional pada 23 Juli 1956; ia kemudian membubarkan RCC pada Agustus 1956. Pada 1962, Nasser membentuk partai baru bernama Arab Socialist Union (ASU) yang merupakan satu-satunya partai politik yang diakui oleh pemerintahan. Pembentukan ASU bertujuan untuk menggiring seluruh komponen masyarakat Mesir baik pelaku ekonomi, politik, dan sosial ke dalam satu barisan front nasional. ASU digunakan sebagai alat politik Nasser untuk menjalankan kebijakannya terutama dalam pengawalan ke arah demokrasi yang akan diaplikasikan kepada masyarakat Mesir (Syahida 2017, 25).

Mesir Memilih Sistem Demokrasi

Dengan demikian, dapat diketahui secara jelas bahwa penyebab revolusi di “Negeri Piramida” ini adalah disebabkan oleh praktik kotor dari pihak pemerintahan Mesir yang bersifat monarki. Raja beserta para pejabat pemerintahannya memiliki gaya hidup berfoya-foya dan tidak bijak dalam penentuan setiap keputusan politik terhadap negaranya sehingga berdampak buruk terhadap sosial-ekonomi bagi warga negaranya. Sehingga hukum kausalitas terjadi yang mengakibatkan pemerintahan diambil alih secara paksa oleh masyarakatnya dan membuat sistem negara yang baru berupa republik yang demokrasi.

Sisi lain pula, dapat diketahui bahwa sistem politik demokrasi memang cocok bagi setiap negara di dunia secara idealnya, namun tentu praktiknya memiliki perbedaan masing-masing setiap negara yang memakainya. Kembali diulas bahwa revolusi selalu melahirkan perubahan yang signifikan bagi kehidupan suatu bangsa yang telah mengalami keterpurukan politik dan sosial-ekonomi yang pada akhirnya melahirkan sebuah demokrasi yang relevan sebuah negara era modernisasi.

Referensi

Amri, Ulil. 2015. Masa Depan Mesir Pasca Pemerintahan Hosni Mubarak. Skripsi, Universitas Hasanuddin. https://core.ac.uk/download/pdf/77621106.pdf.

Baca Juga  Ideologisasi Agama: Perselingkuhan Teologi dan Politik

Syahida, Karlinda Rahma. 2017. Peran Gerakan Kifaya dalam Perubahan Sistem Politik Mesir Masa Husni Mubarak (2003-2008). Fakultas Adab dan Humaniora, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36822.

Widyana, Mohammad Riza. n.d. “Rezim Militer dan Otoriter di Mesir, Suriah dan Libya.”

Editor: Soleh

Johan Septian Putra
31 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *