Perspektif

Hijrah Ekologis: Membangun Kesadaran Lingkungan

3 Mins read

Oleh: Al-Bawi

Fenomena hijrah di Indonesia menjadi tren tersendiri. Mulai dari gaya hidup, pakaian, hingga produk halal lainya. Ada banyak artis hari ini mendeklarasikan dirinya menjadi bagian dari hijrah tersebut. Disusul dengan generasi milenial yang hijrah dengan lintas keberagaman pemahaman agama Islam. Fenomena hijrah hybrid ini merupakan bentuk keterbukaan akses untuk  menerima semua kaidah agama, khususnya Agama Islam.

Dari fenomena hijrah agama hari ini, coba kita refleksikan konteksnya menjadi hijrah ekologis. Di mana,  perubahan diri dengan sifat “perusak” menjadi sifat “penjaga”. Dua kata ini menjadi rujukan dasar untuk membangun kesadaran ekologis yang lebih paripurna.

Melihat bahwa kerusakan alam adalah soal kelangsungan hidup wujud insani dan tidak hanya wujud hewani dan nabati, maka menjaga dan melestarikan alam serta merumuskan langkah-langkah kongkrit ke arah menjaga lingkungan merupakan prioritas pertama bagi setiap orang yang masih ingin menghirup udara bebas dari alam yang kita huni bersama ini. Untuk itu, secara konseptual, harus digali dari timbunan khazanah Islam sebuah gagasan yang kiranya dapat menumbuhkan kesadaran, kebijakasanaan, dan rasa hormat manusia kepada alam. Islam dari pertama sudah sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan keseimbangannya.

Tahun 2019 merupakan tahun aksi ekologis yang isunya menjadi pupuler di hampir semua kalangan di belahan bumi ini. Sebut saja gerakan “Friday For Future” yang direkam oleh greta thunberg. Melalui laman website-nya, ada 13 juta orang di berbagai belahan bumi, dimulai dari Eropa, ikut terlibat dalam gerakan melawan krisis iklim ini.  Gerakan pelajar mengenai isu lingkungan merupakan gelombang massa yang kuat sehingga membuat isu krisis iklim terus menerus di suarakan.

Baca Juga  Ramadan Segera Berlalu: Api atau Abu yang Ditinggalkan?

***

Tidak hanya di luar negeri, isu lingkungan mulai dilirik di Indonesia akibat dari satu hal yang viral di 2019. Yaitu kemunculan film Sexy Killers garapan dari WatchDoc. Film ini menjadi tren yang luar biasa, bahkan sudah ditonton 28 juta kali dalam tahun ini. Sebuah konstruksi dasar yang dibangun WatchDoc untuk menumbuhkan benih kesadaran ekologis di atas hiruk pikuk perkotaan yang terkesan hedon. Bahkan,  dalam konteks Indonesia, konflik agraria dan isu lingkungan hidup terus terjadi di negara ini. Mulai dari penggusuran warga dan masyarakat adat, hingga perusakan lingkungan yang massif dari korporasi.

Ambil contoh Kalimantan Selatan (Kalsel). Kalsel merupakan bagian kecil dari pulau Kalimantan yang mengalami kerusakan lingkungan. Ada gelombang masyrakat sipil perkotaan hingga masyarakat adat dayak yang menolak penambangan batu bara, yang bagi masyarakat pegunungan Meratus, merupakan atap rumah bagi mereka. Kalau atap rumah ini dikeruk, maka tidak bisa bernaung lagi. Bernaung atas bencana alam. Mulai dari banjir hingga tanah longsor. Gerakan ini mereka sebut sebagai #SaveMeratus. Hal ini merubah kesadaran masyrakat sipil atas kerusakan ekologis yang terjadi. Sehingga dari sini muncul kesadaran bagi masyarakat untuk mulai mencintai lingkungan.

Tidak hanya  itu, ada banyak gejolak masyarakat perkotaan yang memulai gaya hidup baru. Yaitu zero waste. Sekarang sudah banyak toko-toko yang menjual produk zero waste. Mulai dari kain untuk di bersihkan, hingga pembalut perempuan yang bisa dipakai kembali. Sehingga tidak menimbun sampah pembalut yang semakin banyak. Karena bagi mereka, tidak ada ruang sampah untuk bumi. Karena bumi bukan tempat sampah. Bahkan gerakan zero waste dengan cakupan tumblerisasi, menjadi gaya hidup modern di era saat ini. Milenial sudah mulai membawa tumbler dan stainless straw kemana-mana. Tidak hanya soal gaya hidup para pendaki gunung, para penyelam pun mulai membangun narasi untuk terus menjaga lingkungan, terutama di atas gunung dan di dalam laut.

Baca Juga  98 Tahun Persis: Gairahkan Dakwah Ekologis

***

Dari berbagai macam gerakan lingkungan ini, sering dijumpai perselisihan antara pegiat lingkungan. Mulai  dari para zero waste yang mencari untung atas isu lungkungan yang berselisih paham dengan gerakan lingkungan kultural yang membantu advokasi atas konflk agraria dan konflik lingkungan. Di mana, kedua hal ini sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menjaga lingkungan. Namun cara kerjanya saja yang berbeda.

Dari konteks ini, fenomena hijrah ekologis sudah terjadi. Namun perubahannya tidak dirasakan dan belum mendapat perhatian khusus. Karena isu lingkungan perlu kesadaran dan gerakan yang massif dan merata. Kenyataan bahwa kerusakan alam yang terjadi akan membawa dampak bagi keberadaan manusia,  menjadi faktor tanggung jawab di dalam ranah moral.  Artinya, secara legal formal dan juga agama, karena tanggung jawab kepada alam merupakan kewajiban moral, maka di mata Tuhan itu akan mengandung unsur jazā dan ‘iqāb

Ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Zalzalah 7-8 yang berbunyi;

“Barang siapa yang melakukan perbuatan baik sekecil apapun, maka (Dia, Allah) akan melihatnya, dan barang siapa yang melakukan perbuatan buruk sekecil apapun, maka (Dia, Allah) pun akan melihatnya”.

***

Ini adalah komitmen Islam terhadap perilaku manusia dan konsekuensi yang harus diterimanya. Ini juga merupakan isyarat. Bahwa dalam konteks ekologi, perbuatan baik yang menguntungkan ekosistem harus dipertahankan dan didukung. Sebaliknya, yang buruk dan merugikan lingkungan harus dihindari bahkan kalau perlu ditelanjangi.  

Melalui #HijrahEkologis, sudah selayaknya manusia yang berakal (ulul Albab) merawat bumi satu-satunya ini. Karena bumi tidak bisa disalahkan atas kerusakan lingkungan. Manusialah makhluk paling kejam atas kerusakan ekosistem yang ada. Sudah saatnya mulai berhijrah (berpindah) ke jalan yang lebih baik (ekologis) untuk menjaga dan merawat lingkungan. Entah apapun tindakan baik yang kita lakukan, pasti akan berdampak positif atas lingkungan hidup.

Baca Juga  Santri sebagai Agen Perubahan
Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…
Perspektif

Kapan Seseorang Wajib Membayar Zakat Penghasilan?

2 Mins read
Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang tidak hanya berdimensi keimanan tapi juga berdimensi sosial. Secara individu, zakat merupakan wujud keyakinan…
Perspektif

Gerhana Matahari di Penghujung Ramadan 1445 H

2 Mins read
Ramadan tahun 1445 Hijriah memiliki fenomena langit yang spesial, yakni dua peristiwa gerhana. Gerhana bulan penumbra pada 25 Maret 2024 dan gerhana…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *