Fatwa

Hukum Memakan Laron, Belalang, dan Gangsir

3 Mins read

Sebelum masuk dalam penjelaskan hukum mengkonsumsi laron, belalang, dan gangsir , terlebih dahulu akan diuraikan pengertian dari binatang-binatang tersebut.

  1. Laron termasuk ke dalam ordo archyptera atau isoptera yag memiliki ciri-ciri di antaranya: berupa tubuh lunak, memiliki dua sayap yaitu sayap depan berupa sayap yang agak menebal seperti kulit, bersifat hemitabola, memiliki dua pasang sayap tipis yang tipe dan ukurannya sama, tipe mulut mengunyah, dan cara hidupnya membentuk koloni dengan system pembagian tugas tertentu yang disebut polimorfisme. Sedangkan pembagian tugas pada struktur hidup laron berupa raja, ratu, dan prajurit serta tentara.  Siklus hidup dari isoptera mengalami metamorfosis tidak sempurna berupa telur, nimfa, dari nimfa akan menjadi prajurit, pekerja, dan nimfa fertile, kemudian dari fertile akan menjadi laron dan terlepas sayapnya, mengalami seleksi menjadi kasta reproduksi (raja dan ratu).
  2. Belalang adalah serangga herbivora dari sub ordo caelifera dalam ordo orthoptera (insecta bersayap lurus) dengan ciri-ciri yaitu memiliki dua pasang sayap (sayap depan lurus, tebal dan kaku, sedangkan sayap belakang tipis seperti selaput), mengalami metamorfosis tidak sempurna, tipe mulut menggigit, kaki paling belakang membesar, tubuh yang terdiri dari buku-buku pada tubuhnya, adanya antena khusus yang berukuran sedang hingga pendek.
  3. Gangsir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah serangga (jangkrik) yang suka mengorek tanah untuk membuat lubang sebagai tempat tinggalnya. Gangsir termasuk ordo orthoptera seperti belalang.

Berikut tercantum beberapa dalil yang berkaitan dengan persoalan halal dan haram makanan.

Allah ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu sekalian.” [QS. al-Baqarah (2): 29]

يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” [QS. al-Baqarah (2): 168]

Baca Juga  Lahan Masjid Belum Mendapatkan Izin: Bolehkah Shalat di Dalamnya?

Dalam suatu hadis disebutkan:                                       

عَنْ سَلْمَان الْفَارِسِي قَال سُئِلَ رَسُو لُ اللهِ عَنِ السَّمَنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَال الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللهُ فِيْ كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللهُ فِيْ كَتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ

“Dari Salman al-Farisi, beliau  berkata, Rasulullah saw ditanya tentang lemak,  keju dan keledai liar. Beliau  bersabda “Sesuatu yang halal itu adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan sesuatu yang haram itu adalah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, dan apa yang Allah diamkan (tidak disebutkan) berarti termasuk apa yang dimaafkan (dibolehkan) untuk kamu.” [HR. Ibnu Majah hadits no. 3367 dalam kitab makanan bab memakan lemak dan keju].

Sejalan dengan dalil-dalil di atas, disebutkan dalam kaidah fiqh :

اْلأَصْلُ فِيْ الْأَشْيَاءِ الْأِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ

“Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, sepanjang belum ditemukan dalil yang menunjukkan atas keharamannya.”

Jika dalil-dalil dan kaidah di atas dikaitkan dengan makanan, maka pada dasarnya semua makanan itu hukumnya halal sehingga ada dalil yang mengharamkannya. Di antara dalil-dalil yang mengharamkan makanan adalah sebagai berikut:

1. Nash Al-Qur’an

Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2): 173

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ [٢:١٧٣]

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 173]

Firman Allah dalam surat al-Maidah (5): 3

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ [٥:٣]

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Maidah (5): 3]

Baca Juga  Bacaan Salat Malam, Sirr atau Jahr?

2. Nash Hadis

Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ikrimah

عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ [رواه ابن ماجه]

“Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas [diriwayatkan bahwa] beliau berkata : Rasulullah saw bersabda: tidak memudharatkan dan tidak dimudharatkan” [HR. Ibnu Majah hadis no. 2341 dalam kitab al-Ahkam bab orang yang melaksanakan haknya].

  • Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari az-Zuhri

عَنِ الزُّهْرِيِّ: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ [معفق عليه]

“Dari Zuhri [diriwayatkan bahwa] bahwa Nabi saw. melarang dari (mengkonsumsi semua binatang buas yang bertaring)” [Muttafaq ‘alaih].

Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ: النَّمْلَةِ، وَالنَّحْلَةِ، وَالْهُدْهُدِ، وَالصُّرَدِ [رواه ابن ماجه]

“Dari Ibnu Abbas [diriwayatkan bahwa] ia berkata : Rasulullah saw. melarang membunuh 4 jenis hewan : semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurad.” [HR. Ibnu Majah hadits no. 3224 dalam kitab berburu bab hewan yang dilarang untuk dibunuh]

Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ، كُلُّهُنَّ فَاسِقٌ، يَقْتُلُهُنَّ فِي الحَرَمِ: الغُرَابُ، وَالحِدَأَةُ، وَالعَقْرَبُ، وَالفَأْرَةُ، وَالكَلْبُ العَقُورُ [متفق عليه]

“Dari Aisyah ra. [diriwayatkan bahwa] sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Lima hewan yang semuanya fasiq yang hendaknya dibunuh walaupun di tanah Haram yaitu burung gagak, rajawali, kalajengking, tikus dan anjing gila” [Muttafaq ‘alaih]

Berdasarkan nash-nash di atas, dapat diketahui bahwa belalang, laron dan gangsir tidak termasuk dalam kategori binatang yang diharamkan, sehingga ketiga jenis binatang itu hukumnya halal untuk dikonsumsi. Bahkan tentang kehalalan belalang diperkuat dengan dalil:

Baca Juga  Perempuan Menyusui Tidak Puasa, Qadha atau Bayar Fidyah?

حدَّثَنَا شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ اَوْ سٍتًّا كُنًّا نَأْكُلُ مَعَهٌ الْجَرَادَ [متفق عليه]

“Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abu Ya’fur dari Abdullah ibn Abu Aufah, Rasulullah saw bersabda: kami berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh atau enam kali peperangan, dan kami memakan belalang bersama beliau” [Muttafaq ‘Alaih]

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.8 Tahun 2015

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds