Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Humadi bin Ahmad bin Muhammad bin Ja’far al-Jauzi. Ia dikenal dengan Ibnu al-Jauzi atau Abu al-Farraj ibn al-Jauzi. Ia lahir di Baghdad pada tahun 1114 M/508 H dan meninggal pada tahun 1201 M/597 H. Silsilahnya sampai pada Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Kunyahnya adalah Abul Faraj, sedangkan nisbahnya Al-Baghdadi. Ia adalah seorang penganut mazhab Hanbali yang kental dan menjadi motor penggerak atas tersebarnya mazhab tersebut.
Ibnu al-Jauzi berbeda dengan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Beberapa orang agak kebingungan dengan perbedaan ini. Ibnu Qayyim lahir pada tahun 1923 M di Damaskus, Suriah. Sedangkan Ibnu al-Jauzi lahir pada tahun 1114 M di Baghdad, Irak. Ibnul Qayyim memiliki kunyah Abu Abdillah dan nisbah ad-Dimashqi. Ia adalah salah satu murid terbaik Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah. Ia memberikan pengaruh kepada Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, dan Imam Adz-Dzahabi.
Sejak usia 6 tahun, Ibnu al-Jauzi sudah menjadi yatim. Sepeninggal ayahnya, ia dibawa bibinya kepada Abu al-Fadhl bin Nashir. Abu al-Fadhl yang masih terhitung pamannya sendiri inilah yang mendidiknya dan mengajarkannya hadits. Pada usia muda, Ibnu al-Jauzi sudah hafal Alquran dengan sejumlah riwayat. Ia juga berguru kepada banyak ulama lain. Karena kegigihannya belajar, gurunya dalam bidang hadits saja diparkir mencapai 87 orang, belum terhitung guru pada bidang ilmu lain.
Ulama Lintas Disiplin Ilmu
Ibnu al-Jauzi dikenal sebagai ulama polymath yang menguasai banyak disiplin ilmu. Ia adalah ulama yang ahli dalam ilmu hadits, Alquran, tafsir, fiqh, ushul fiqh, sastra, sejarah, sekaligus dai ulung. Pribadinya sangat dihormati. Pengajiannya selalu dihadiri oleh puluhan ribu orang. Ia adalah ulama sunni yang sangat terpengaruh dengan Ahmad bin Hanbal, dan mempengaruhi Ibnu Qudamah al-Maqdisi.
Ia memiliki cukup banyak gelar. Antara lain Ustadz al-Aimmah (guru besar para imam), Hibr al-Ummah (tinta umat), Bahr al-Ulum (lautan ilmu), Sayyid al-Huffadz (tuan para ahli hadits), Faris al-Ma’ani wa al-Alfadz (pahlawan makna dan lafal) Syaikh al-Islam (guru besar Islam), Qudwah al-Anam (teladan manusia), dan Sulthan al-Mutakallimin (penguasa para ahli kalam).
Ketika al-Mustanjid Billah menjadi khalifah, Ia diminta tinggal di masjid kerajaan. Di tempat ini, sebagaimana yang ditulis oleh Musthafa al-Maraghi, ceramahnya selalu dihadiri oleh sepuluh hingga lima belas ribu orang. Sebelumnya, Ia memberikan ceramah dan menulis karya-karya di Masjid Jami’ al-Manshur. Namanya mulai terkenal sejak berasa di Masjid Jami ini.
Pada tahun 1178-1179 M ia telah menjadi guru besar dari lima Madrasah tinggi di ibu kota dan menjadi pendakwah mazhab Hanbali terbesar di Baghdad.
Pada dekade 1170-1180 M ia mencapai puncak kekuasaannya. Ia kemudian menjadi jaksa penyelidik setengah resmi, ia tekun mencari doktrin-doktrin ajaran yang menyimpang. Dia dikenal sangat kritis dan tegas terhadap aliran sufisme & syiah. Namun tindakannya yang tegas ini ditentang banyak ulama liberal. Antusiasme terhadap mazhabnya menimbulkan perasaan iri dan cemburu di antara ulama lain.
Karya
Karya-karyanya yang cukup terkenal antara lain Zaad al-Masir dalam bidang tafsir, al-Mughni dalam bidang tafsir, Talbis Iblis, dan Al-Maudhuat fi al-Hadits dalam bidang hadits. Adapun buku-bukunya yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia antara lain Hafalan Buyar Tanda tak Pintar, Shifatush Shafwah: Kisah Orang-orang Pilihan, Saidul Khatir: Cara Manusia Cerdas Menang dalam Hidup, Humor Cerdas ala Orang-orang Cerdik, Wanita Penghuni Surga, Talbis Iblis: Tipu Muslihat dan Perangkap Iblis, dan masih banyak lagi.
Imam adz-Dzahabi mengatakan, “ketika ditanya jumlah karya yang ditulisnya, Ia mengatakan ‘lebih dari tiga ratus empat puluh’. Ia juga mengatakan ‘aku sudah mulai menulis sejak usia 13 tahun'”. Al-Maraghi mencatat 26 judul karya Ibnu al-Jauzi, antara lain Talqih Fuhum Ahli al-Atsar fi Mukhtashar as-Siyar wa al-Akhbar, Al-Adzkiya’ wa Akhbaruhum, Manaqib Umar bin Abdul Aziz, Ruh al-Arwah, Al-Hamqa wa al-Mughfilin, Dad’s Syubuhat at-Tasybih wa ar-Radd ‘ala Mujassimah, Syudzur al-Uqud fi Tarikh al-‘Uhud, al-Mudhisy fi at-Tarikh wa Gharaib al-Akhbar, Al-Muqim al-Muq’id fi Daqaiq al-‘Arabiyah, Wushulat al-‘Aql ‘ala al-Hawa fi al-Akhlaq, An-Nasikh wan al-Mansukh, Funun al-Afnan fi ‘Ajaib Ulum al-Quran, Luqat al-Manafi’ fi ath-Thib wa al-Firasah ‘inda al-‘Arab, Al-Wafa fi Fadhail al-Musthafa, Manaqib Umar ibn al-Khattab, Manaqib Ahmad bin Hanbal, Taqwim al-Lisan, Jami’ al-Masanid wa al-Alqab, Al-Maudhuat fi al-Hadits, At-Tahqiq fi Ahadits al-Khilaf, Syarh Musykil al-Hadits, Natijah al-Ihya’, dan Minyak al-Wushul ila ‘Ilm al-Ushul.
Perjalanan dakwah Ibnul Jauzi mulai mengalami kemunduran akibat kehilangan teman dekat, pendukung dakwahnya, yang merupakan orang dalam dari lingkaran pejabat pemerintah, yaitu Ibnu Yunus yang ditahan pada tahun 1194 M. Pada masa pemerintahan khalifah yang baru, putera Al-Mustadi, Kalifah Nashirudinnillah (1159-1225 M), ia diasingkan ke Wasith, disana ia tinggal lima tahun. Pada tahun 1199, dia dilepaskan dan dipulangkan ke Baghdad dan meninggal dua tahun kemudian pada usia 87 tahun.
Ia berpulang pada malam Jumat, 2 Ramadhan 597 Hari di rumahnya di desa Qathfata, di tepi timur sungai Tigris, Baghdad. Menurut al-Maraghi, al-Jauzi adalah nama daerah yang cukup terkenal di Irak.