Tarikh

Khalifah Ali (18): Kufah dan Muawiyah, Oposisi Baru

5 Mins read

Setelah kondisi Perang Jamal sedikit mereda, sesungguhnya drama yang dihadapi Khalifah Ali masih sangat panjang. Justru Ali akan menghadapi sebuah tantangan dalam pergolakan kekuatan politiknya dengan sangat kencang, menghadapi Muawiyah. Dengan berpindahnya Khalifah Ali ke Kufah, Muawiyah merencanakan upaya untuk mengambil kekuasaan Ali.

Khalifah Ali Pasca Perang Jamal

Setelah mengirim Ummul Mukminin Aisyah kembali ke Makkah, Khalifah Ali membagikan uang tunai dari perbendaharaan Basrah kepada mereka yang telah bertempur di bawah panji-panjinya. Masing-masing dari setiap pasukan menerima lima ratus dirham. Kemudian, Khalifah Ali mengatakan kepada pasukannya bahwa mereka akan menaklukkan Syam. Mereka yang akan turut bergabung akan mendapat kenaikan upah di samping harta ghanimah yang mereka terima dari peperangan.

Kelompok perusuh dan munafik mulai mengeluarkan kritikan dan celaan secara terbuka kepada Khalifah Ali setelah pertempuran berakhir. Hingga pada suatu hari, kelompok mereka yang selama ini berlindung di bawah panji Khalifah Ali mulai keluar dan meninggalkan Basrah.

Untuk mencegah fitnah semakin meluas, Khalifah Ali memutuskan untuk mengejar mereka dengan menangkap para pemimpin dan tokoh pasukan, tetapi mereka tidak ditemukan. Perlu dicatat di sini bahwa para tokoh tersebut adalah pendukung terbesar khalifah. Namun ketika mereka melihat bahwa keselamatan mereka tidak lagi terjamin, maka mereka memilih untuk berseberangan dengan Khalifah. Kelompok inilah nanti yang menjadi penyambung ‘keturunan’ Khawarij sejak zaman Nabi hingga hari ini.

Kufah, Ibukota Baru Umat Islam

Tugas terpenting bagi Khalifah Ali setelah berakhirnya Perang Jamal adalah untuk menaklukkan Suriah dan memaksa Muawiyah memberikan baiat sumpah setianya. Maka Ali bin Abi Thalib memandang bahwa Kufah adalah basis pemerintahan baru yang kuat. Kufah menjadi pertimbangan karena masyarakat Kufah menjadi kekuatan utama pasukan Ali. Ada alasan lain di balik pemilihan Kufah sebagai ibukota dan pusat militer Islam, yaitu karena Kufah lebih dekat ke Damaskus daripada Madinah.

Kufah menyebarkan bayangan pengaruhnya hingga ke provinsi-provinsi Persia. Khalifah Umar bin Khattab telah mengonsolidasikan Madinah sebagai pusat kekuatan Islam, yang memang diperlukan pada saat itu. Tapi ini semua adalah karena menimbang setelah terjadinya berbagai peristiwa besar yang mengguncang komunitas Muslim.

Sebelum Ali bin Abi Thalib, para Khalifah Islam memerintah dari Madinah sebagai pusat kekuatan dan peradaban religi. Akan tetapi pada seluruh pertempuran, para Khalifah tadi tidak memiliki peran untuk mengontrol militer dan kekuatan secara langsung di medan laga. Tapi Khalifah Ali di bawah tekanan keadaan, harus memimpin pasukan untuk berperang dan mengambil peran sebagai komandan militer. Namun sisi buruknya bagi Khalifah Ali, adalah rentannya kerancuan dalam sistem adminitrasi pemerintah dalam kepemimpinannya.

Baca Juga  Ali bin Abi Thalib: Ilmu Lebih Utama dari Harta

Poin penting yang layak diperhatikan di sini adalah bagian dari para perusuh dan pembunuh Utsman telah bergabung dalam satu faksi yang solid dan terorganisir. Sejumlah besar muslim telah tergabung juga padanya, atau setidaknya terpengaruh dengan berbagai aksi dan pernyataan yang dikeluarkan oleh mereka. Beberapa tokoh kelompok ini adalah mereka yang memiliki pengaruh dan fasih dalam memperdaya umat Islam. Dengan demikian, mereka akan dengan mudah menemukan dukungan dan simpati yang sesuai untuk kebutuhan dan keadaan mereka. Itulah alasan mengapa mereka ambil bagian dalam pertempuran Jamal.

Tetapi ketika mereka memutuskan untuk berbalik melawan Ali , banyak di antara para perusuh tercerai dalam faksi ini. Mereka lebih memilih cenderung memihak Khalifah Ali dan memainkan peran penting dalam pemerintahan.

Muawiyah, Baju Utsman dan Manuver Politik

Ketika kematian Utsman, Muhammad bin Abu Hudaifah menjabat sebagai Gubernur Mesir setelah Ali memecat Abdullah bin Saad. Kemudian Khalifah Ali mengirim Qais bin Sa’ad  sebagai gubernur Baru. Qais tiba hanya dengan tujuh orang dan diberhentikan oleh Muhammad bin Abu Hudaifah. Di Mesir terdapat beberapa tokoh seperti Yazid bin Al-Harits dan Maslamah bin Mukhallad yang menolak untuk menyatakan baiat karena menunggu qishas pembunuh Utsman.

Namun, mereka berjanji untuk diam tidak mengambil tindakan apapun sampai solusi ditemukan. Qais bin Sa’ad  memperoleh popularitas dan rasa hormat di Mesir karena akhlak dan kemampuannya.

Ketika Perang Jamal berakhir dan Ali menetap di Kufah, Muawiyah melihat ini sebagai sebuah ancaman serangan oleh Irak dari timur dan Mesir dari selatan. Namun, Muawiyah sebagai seorang politikus ulung bukanlah sosok yang mudah untuk ditaklukkan. Dia memilki modal yang mumpuni dan kuat untuk bertahan dari tekanan politik, maka Muawiyah menempatkan rumahnya sendiri dalam kedamaian dan ketertiban. Setiap hari dia bangun untuk mengumpulkan kekuatan.

Baca Juga  Sejarah Kejayaan Peradaban Maritim Nusantara

Dengan modal baju Utsman yang berlumuran darah dan potongan jari istrinya, Muawiyah yang kelak menjadi Raja Islam pertama mengambil simpati masyarakat. Manusia dalam jumlah besar menangis dengan keras dan meratapi Utsman. Muawiyah berhasil membuat setiap orang tidak meninggalkan masjid kecuali ia telah bersumpah untuk membalaskan dendam Utsman.

Selain itu, Syam yang kuat juga diperlukan guna mengantisipasi ancaman serangan Kekaisaran Romawi. Gubernur Muawiyah mengundang seluruh kabilah dan tokoh berpengaruh untuk bergabung bersama perjuangannya. Dia memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk mengklaim haknya membalas atas kematian Khalifah Utsman.

Muawiyah telah menghabiskan waktu untuk mempersiapkan diri demi mencegah ancaman sejak kematian Utsman. Khalifah Ali hari demi harinya senantiasa dikelilingi oleh ancaman, tantangan, masalah dan pertempuran sepanjang masa kekhalifahannya.

Keunggulan Muawiyah

Meskipun secara administratif Syam berada di bawah kekuasaan Khalifah Ali, dia tidak pernah menikmati kekuatan dan pengaruh seperti yang dimiliki oleh Khalifah Umar bin Khattab. Loyalisnya ditemukan di mana-mana, seperti di Hijaz, Yaman, Irak, Mesir, dan Persia. Tetapi lawan-lawannya juga dengan bebas menggalang kekuatan. Khalifah Ali sedang tidak dalam posisi ideal untuk mendapatkan dukungan penuh dan bantuan militer dari provinsi kekuasaannya.

Status dan kondisi kekuasaan Gubernur Muawiyah berbeda dengan Khalifah Ali. Ibn Abi Sufyan tersebut punya dukungan penuh dari Masyarakat Syam. Hal tersebut bisa terjadi karena Muawiyah telah lama berkuasa di Syam dan memahami karakteristik mereka. Untuk strategi militernya, dia ingin menghilangkan ancaman dari pihak Mesir padanya. Dia takut terhadap ancaman kekuatan dan kemampuan Gubernur Qais bin Sa’ad yang berpihak penuh kepada Khalifah Ali.

Untungnya Muawiyah segera mendapat kesempatan untuk menghilangkan ancaman dari Mesir. Muawiyah menulis surat kepada Qais bin Sa’d untuk membantunya hanya untuk membalas darah Utsman. Qais membalasnya dengan tegas bahwa Khalifah Ali tidak punya andil dalam pembunuhan Utsman. Qais juga mengatakan bahwa Muawiyah harus segera menyatakan baiat di tangan Ali seperti yang lain, bukannya menentang seperti ini.

Surat Qais untuk Ali

Sementara itu Qais bin Sa’ad menulis surat kepada Ali. Dia memberikan saran agar tidak terus menekan kepada mereka yang tetap diam terhadap baiat. Abdullah bin Ja’far menyarankan Ali untuk membalas pesan Sa’ad. Tidaklah bijak untuk mengabaikan masalah atau membiarkan orang-orang tidak dihukum jika mereka menolak untuk menyatakan baiat.

Baca Juga  Hijrah: Putus Hubungan Masa Lalu dan Mulai Tatanan Kehidupan Baru

Qais bin Sa’ad juga menulis kepadanya lagi menyarankan agar Khalifah membiarkan mereka sebagaimana adanya. Tekanan sekecil apa pun justru akan membuat mereka bangkit melawan kekhalifahan dan bergabung dengan musuh.

Ketika surat itu sampai di Kufah, para utusan Ali meyakinkannya bahwa Qais bin Sa’ad berada di pihak Mu’awiyah. Ali enggan menerima ide mereka dan dia menganggap Sa’ad adalah seorang yang berdedikasi dan diperlukan untuk mengatur Mesir. Ketika Muawiyah datang untuk tahu dari semua sangkaan ini, dia mulai memuji Qais bin Sa’ad secara terbuka. Dia juga mulai mengatakan kepada masyarakat bahwa Qais telah datang untuk bergabung dan mulai mendukung untuk menuntut qishas (pembalasan).

Mata-mata Khalifah Ali, menyampaikan seluruh perkembangan ini kepadanya. Hasil akhirnya adalah Khalifah Ali memecat Qais bin Sa’ad dan menggantikannya dengan Muhammad bin Abu Bakar. Qais yang mencapai Madinah kaget dan frustrasi dengan keputusan ini.

***

Madinah tengah berada dalam kekosongan kekuasaan setelah Ali pindah ke Kufah. Komunitas Muslim yang mendukung dan menentang Ali dapat ditemukan di sana. Ketika Qais bin Sa’ad mencapai Madinah, Muawiyah mengirim anggota Bani Umayyah. Marwan bin Al-Hakam sebagai anggota Bani Umayyah membujuknya untuk pergi ke Damaskus. Qais menolak tawaran itu dan ketika dia diajak dengan kasar, dia justru pergi ke Kufah. Mendengar misinya, Muawiyah yang geram menulis kepada Marwan, “Kau memperkuat Ali dengan seratus ribu pasukan, itu akan lebih baik daripada Qais bergabung dengan Ali.”

Muhammad bin Abu Bakar setelah mempertimbangkan kekuatan politiknya, mengumumkan kepada orang-orang untuk memilih meyatakan baiat atau meninggalkan negeri. Mereka meminta Muhammad bin Abu Bakar untuk tidak terburu-buru dan memberi mereka beberapa hari untuk berpikir dan memutuskan. Gubernur Muhammad dengan tegas menolak tenggang waktu. Akibatnya, Mesir berada dalam kekacauan karena beberapa kelompok belum memberikan baiat terlibat ke dalam tindakan fisik untuk mencegah hukuman dari Gubernur.

Editor: Shidqi Mukhtasor/Nabhan

Avatar
35 posts

About author
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin Adab & Dakwah, UIN Sayyid Ali Rahmatullah. Dapat disapa melalui akun Instagram @lhu_pin
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *