Tasawuf

Idulfitri: Makna ‘Mohon Maaf Lahir dan Batin’

3 Mins read

Berdasarkan sidang isbat Kementerian Agama RI, 1 Syawal ditetapkan pada Ahad, 24 Mei 2020. Tradisi di Indonesia, Idulfitri dihiasi dengan para pemudik yang pulang ke kampungnya dalam rangka bertemu sanak saudara dan sungkem. Namun, hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada tahun ini, bahkan tidak sedikit yang mesti menetap di tempat masing-masing untuk menghindari tersebarnya wabah covid-19.

Kendati demikian, banyak pihak yang memberikan solusi menjalin silaturahmi dan permohonan maaf atau sungkem secara daring, yang diharapkan tidak mengurangi esensialnya. Demi menjaga physical dystancing, adat takbir keliling atau berkumpul di masjid juga dianjurkan untuk dilakukan di rumah saja.

Misalnya, persyarikatan Muhammadiyah mengadakan kompetisi berhadiah THR dengan membuat video takbiran di rumah demi suksesi pencehahan wabah covid-19 ini, tanpa menghilangkan nuansa dan syiar malam takbiran (sumber: muhammadiayah.id).

***

Berkaitan dengan adat sungkem acap kali menyebut kalimat ‘mohon maaf lahir dan batin’ sebagai ikrar menihilkan kesalahan antarpihak. Dalam KBBI kata batin diartikan sebagai sesuatu yang terdapat dalam hati, tersembunyi, dan menyangkut jiwa atau perasaan.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Minhajul Qasidin pada bab Ajaibul Qulub (keajaiban hati) menyebutkan dalam paragraf pertamanya, bahwa anna asyrafa maa fii al-insani qalbuhu (Kemuliaan seseorang terletak pada hatinnya).

Dalam penjelasanya, hati diilustrasikan bak sebuah benteng yang memiliki pintu-pintu masuk. Setiap manusia bisa mengusir setan yang selalu berbisik dan hendak masuk ke dalamnya jika mengetahui pintu-pintu yang dilewati setan.

Pintu-pintu tersebut terdiri dari sifat-sifat manusia. Pintu besar yang biasa setan mudah masuk ke dalamya antara lain melalui sifat-sifat yang dimiliki manusia, seperti:  iri, dengki, amarah, syahwat, keras hati, terburu-buru, dan berburuk sangka.

Baca Juga  Suara Hati: Bukti Adanya Allah

Buruk sangka (suuzan) merupakan lawan dari baik sangka (husnuzan). Artinya, seseorang dapat menutup pintu lewatnya setan ke dalam hati manusia dengan menghilangkan sifat suuzan dan menggantinya dengan kebiasaan husnuzan. Ibnu Qudamah menjelaskan, bahwa suatu persepsi terhadap orang lain yang disertai dengan sifat suuzan tentu berpeluang untuk melecehkannya dengan aneka tuduhan buruk menurut seleranya, selanjutkan memperlihatkan dirinya sebagai sosok yang lebih baik.

Sifat seorang mukmin adalah yang mampu memaafkan mukmin lainnya, sedangkan seorang munafik adalah yang menyibukkan diri mencari keburukannya. Sebagai pencegahanya maka setiap diri seyogiyanya mawas diri terhadap titik-titik rawan yang memancing tuduhan sehingga nihil suuzan kepadanya.

Terlebih, dalam situasi pandemi yang penuh dengan perbedaan dalam menentukan sikap dalam merespons kebijakan. Misalnya larangan mudik, pelaksanaan salat Id, tafsir  ‘berdamai dengan corona’, dan lainnya. Situasi tersebut sangat membuka peluang manusia untuk bersikap suuzan. Dengan mengetahui pintu masuk setan ke dalam hati melalui sifat suuzan maka kita harus menjaganya supaya tidak dilintasi olehnya.

***

Amarah, Ibnu Qudamah menyebutnya sebagai bencana bagi akal. Kondisi amarah adalah saat di mana akal melemah sehingga setan leluasa melancarkan misinya dan menguasai tindak-tanduk manusia. Dapat dikatakan seseorang yang amarah berarti dalam keadaan yang akalnya sedang lemah dan di luar kendali diri karena dikuasai setan.

Dalam hadis Muttafaqun ‘Alaih dari Abu Hurairah, Nabi saw. juga memberikan simbol kekuatan bagi seseorang, yaitu ketika ia mampu mengendalikan dirinya saat amarah, bukan pegulat yang kuat dengan otot atau fisiknya.

Dalam kitab Subulussalam, ash-Shan’ani menjelaskan maksud ‘kuat’ dalam konteks hadis tersebut adalah secara maknawi, yaitu mengerahkan segenap kemampuanya untuk menahan perbuatan buruk kepada orang yang membuatnya emosi. Sudah menjadi tabiat manusia, bahwa amarah akan bangkit ketika ada yang mengusiknya. Kemarahan berdampak pada perubahan lahiriyah dan batiniayah seseorang.

Baca Juga  Abu Yazid al-Busthami: Sufi yang Mabuk Kepayang

Perubahan lahir ditunjukkan, seperti raut muka, gemetarnya anggota badan, dan munculnya tindakan aneh atau ancontrol. Perubahan batiniyah akibat amarah, seperti munculnya rasa dendam. Akhirnya, perubahan batin berefek kepada lahiriyah, seperti lisan yang mencaci maki, anggota badan yang berbuat memukul atau yang lebih buruk.

***

Karenanya, di momen Idulfitri ini dapat menjadi ikrar untuk menutup pintu yang biasa setan lewati tersebut , yaitu dengan Mohon Maaf Lahir dan Batin. Bulan Ramadan yang telah meninggalkan kita dengan warisan pelatihan puasa, menahan diri dari lapar, dahaga, dan syahwat, yaitu kemampuan ‘olah’ jasmani dan rahani atau lahiriyah dan batiniyah, semestinya menjadikan bekal di sebelas bulan ke depan untuk senantiasa berada dalam keteguhan hati pada kebaikan.

Sebagaimana Nabi mencontohkan doa kepada kita, “Wahai Yang Memalingkan hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu. Wahai Yang Membalikkan hati, balikkanlah hati kami kepada ketaatan-Mu.”  Semoga di hari besar umat muslim ini menjadikan kita sebagai Minal Aidin wal Faizin, golongan orang yang kembali suci dengan ampunan dosa pada tahun lalu sebagai ganjaran puasa wajib Ramadan dan pemenang karena lulus uji dengan predikat muttaqin (orang yang bertakwa). Wallahu a’lam bi sawab.

Avatar
9 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds