Perspektif

Ijtihad Muhammadiyah di Era Post-Normal

2 Mins read

Panggilan sejati dan peran hakiki dari lembaga pendidikan sekaligus pengkaderan seperti Muallimin dan Muallimaat Muhammadiyah serta Pondok Pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia, pada saat ini semakin memerlukan penghayatan dan peningkatan sense of mission serta sense of orientation yang mulia dan menjanjikan. Penghayatan ini biasa dilakukan melalui tajdid dan ijtihad Muhammadiyah.

Ijtihad Muhammadiyah

Memasuki abad ke II dari khidmah yang dilakukan oleh Muhammadiyah, membawa konsekuensi pengembangan bahkan pembaruan peran dan keberadaannya. Kehadirannya sebagai “global civil society” dalam aras “global (good) governance”, mensyaratkan Muhammadiyah untuk mengembangkan wilayah tajdid dan ijtihad yang menjadi watak “distinctive”nya, sebagai gerakan Islam, dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar.

Oleh karena masyarakat di mana Muhammadiyah kini berada, adalah masyarakat yang tengah bergerak dari masyarakat informasi (information society) menuju masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Di mana segenap lapisan masyarakat fasih berselancar di internet dan terbiasa ber-silaturrahmi bil-facebook dan social media.

Perkembangan menjadi Masyarakat Ilmu (Knowledge Society) sekarang telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 bahkan 5.0 dan 6.0. Masyarakat dunia telah beranjak kepada era “Millennial, Post Colonial, Disruptive Society, Post Truth”. Bahkan oleh seorang futurist terkemuka Ziauddin Sardar, disebut sebagai “Postnormal Time”.

Di abad kedua dari keberadaannya, ijtihad Muhammadiyah dipanggil untuk menggeluti wilayah peradaban yang lebih luas dan mendalam. Karena di dalam pergumulan pembinaan peradaban utama, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam pada wilayah nilai, filsafat ilmu dan reformasi pendidikan serta tajdid peradaban. Dengan kerja peradaban yang holistik (menyeluruh).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang pemikir muslim Kurshid Ahmad, dalam pengantar buku yang ditulis oleh seorang ekonom Islam kelas dunia M. Umar Chapra:

Baca Juga  Rukyat adalah Metode Masa Jahiliyah: Masihkah Relevan?

“The most distinct and defining aspect of Muslim civilization is that is based on faith and is inspired by a vision of Man, Society, and Destiny based on Devine Guidance. It is characterized by the integration of the spiritual with the material, and the moral with the mundane. Life is one organic whole”. (Umer Chapra dalam Muslim Civilization. The Cause of Decline and the Need for Reform, 2007. p x).

Pengaruh Masyarakat Ilmu

Integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan merupakan landasan yang harus dibangun bersama bagi pembinaan peradaban utama. Suatu tugas keumatan yang harus terus dilakukan memanggil kita bersama untuk lebih bersungguh-sungguh menggeluti persoalan strategis dan berjangka panjang ini untuk membina perdaban utama yang universal, yang melintasi ruang dan zaman : ”Religion and science or scientific activities are regarded as the two phenomena that may elevate a culture to the level of universality” (p. 66).

Pada saat ini masyarakat dunia, dalam beraneka peringkatnya, telah berkembang menjadi Masyarakat Ilmu  (Knowledge Society) dan memasuki Era Revolusi Industri 4.0. Masyarakat yang menjadikan segala kegiatan dan produknya berbasis ilmu pengetahuan (Knowledge based society), serta menghargai tinggi ilmu pengetahuan, sebagai hasil kegiatan di mana setiap orang berhak untuk mengaksesnya. Bukan hanya menjadi monopoli manusia yang berkecimpung di lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian saja (nonexcludable public good). Pengetahuan adalah hak setiap orang, di mana pendidikan merupakan hak setiap orang, yang akan membentuk masyarakat ilmu (Knowledge Society).

Aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge Economy) dapat terbentuk sebagai sebuah pencapaian kolektif peradaban (Civilizational Collective Achievement) jika terbina masyarakat pengetahuan. Dalam situasi seperti itu, maka akses terhadap pengetahuan dan pembentukan gaya hidup berbasis pengetahuan itu, adalah dengan akses terhadap pendidikan.

Baca Juga  Beriman dalam Bahaya Corona

Perkembangan “Industri Kreatif” (salah satu kegiatan ekonomi berbasis pengetahuaan) yang semakin menonjol akhir-akhir ini adalah merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari yang belum ada. Ada pula penemuan karya kreatif dengan perkembangan artificial intelligence, robotic, the big data dll; diseminasi dan pemanfaatannya dalam masyarakat. Aktivitas ini sangat ditunjang oleh pengetahuan dan imajinasi pelakunya.

Muhammadiyah dan lembaga pendidikan kadernya, Muallimin dan Muallimaat, pada saat ini berada di dalam situasi seperti itu.

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *